20 Desember 1992

060. Dialog Musa dengan Hamba Allah yang Bijaksana, Gejala dan yang Tersirat

Dialog ini terjadi pada waktu Musa belum diangkat oleh Allah menjadi nabi. Sedangkan hamba Allah yang bijaksana itu adalah guru Musa. Mengapa dikatakan bijaksana, oleh karena Allah memberikan predikat kepadanya dengan: 'Abdun min 'ibadina ataynahu rahmatan min 'indina wa 'allamnahu min ladunna 'ilman, seorang hamba dari hamba-hambaKu yang Kuberi rahmat dari sisiKu dan Kuajarkan 'ilmuKu kepadanya. (S.Al Kahf 65). Pada umumnya orang berpendapat bahwa hamba Allah tersebut adalah Nabi Khidhir AS. Disebut Khidhir karena selalu berpakaian hijau, kata itu dibentuk oleh akar kata dari 3 huruf KHa, DHa dan Ra artinya hijau. Di desa-desa peralaman dikenal dengan nama Nabbi Helere'. 

Dialog ini berlangsung dalam kesempatan studi-wisata antara keduanya, guru dan murid. Yaitu pada waktu mereka sampai ke suatu tempat di pinggir laut, mereka menemukan sebuah perahu. Sang guru serta merta merusak perahu itu. Sang Murid serta merta pula memprotes sang guru. .....qala akharqtaha litughriq ahlaha...., ...(Musa) berkata mengapa engkau melubanginya, nanti penumpangnya dapat tenggelam.... (S.Al Kahf 71). Maka sang gurupun menjelaskan bahwa tindakannya itu untuk menghindarkan jangan sampai perahu, yang milik para nelayan miskin, diambil dengan paksa oleh raja yang zalim yang suka merampas barang-barang milik siapa saja. .....wa kana waraahum malikun ya'khudzu kulla safienatin, dan adalah di belakang mereka itu (pemilik perahu) seorang raja yang suka menyita setiap perahu dengan paksa. 

Dari dialog itu dapat kita menyimak bahwa Musa hanya melihat apa yang ada di permukaan, sedangkan sang guru melihat yang lebih dalam dari hanya sekadar permukaan saja. Musa hanya melihat gejala, sedangkan sang guru melihat apa yang ada di balik gejala. 

Ada kalanya bahkan sering-sering dalam kehidupan kita sehari-hari kita hanya bertindak atas dasar gejala yang kelihatan, sampai-sampai ke dunia periklanan dalam TV. Seorang ibu yang agak panik mengetuk pintu rumah Ibu Joko minta es, karena anaknya demam. Ibu Joko tidak memberikan es melainkan menganjurkan menggunakan termorex, yang kedengaran di telinga tetangganya itu sebagai termos es. 

Pada umumnya khalayak tanpa sadar terbius oleh agresifnya iklan-iklan, reklame-reklame melalui mas media yang non-elektronik dan yang elekronik. Akan kita tafsirkan pengobatan demam itu dengan termorex di bawah sorotan sistem kibernetika (silakan dibaca ulang Seri 059 ybl). Ibu menerima informasi melalui rabaan tangannya pada dahi anak. Informasi ini dia bandingkan dengan dengan standar yang ia telah kenal, yaitu rabaan pada dahi anak waktu sedang sehat. Ia melihat adanya penyimpangan suhu sekarang dengan suhu menurut standar dalam keadaan sehat. Ia mengadakan tindakan korektif, memberi anaknya minum termorex, ataupun boderxin, ataupun tempra, ataupun biogesic dan semacamnya yang lain-lain. Hasilnya suhu badan anaknya turun sesuai dengan standar. Ya, tetapi buat sementara, karena aksi kontrol itu hanya mengenai yang gejala saja. Tidak tertuju pada apa yang ada di balik gejala, yaiutu penyebab. 

Di sinilah pentingnya pemakaian metode pendekatan sistem. Seseorang yang hanya berpikir secara berkotak-kotak, artinya hanya melihat komponen-komponen secara terpisah-pisah, maka tidak mungkin dia akan dapat melihat mana yang gejala mana yang penyebab. Kalau anak yang sakit itu dibawa ke dokter, maka dokter itu akan memeriksa tubuh anak itu di beberapa tempat. Karena dokter itu mengetahui bahwa tubuh orang itu merupakan suatu sistem kibernetika, komponen-komponennya mempunyai hubungan erat antara satu dengan yang lain. Dokter akan mengadakan diagnosa atas dasar pendekatan sistem. Hasilnya ia akan mendapatkan penyebab sakit yang sebenarnya. Ia menyuntik atau memberikan obat kepada anak itu sebagai aksi kontrol terhadap penyebab penyakit yang sebenarnya, dengan tak lupa pula memberikan obat untuk yang gejala, yaitu menurunkan panas. Jadi dokter mengadakan aksi korektif baik terhadap yang gejala dan terutama sekali terhadap yang penyebab. Tentu saja khalayak perlu juga menyadari adanya penyakit yang muncul hanya yang gejala saja. Yang penyebab tetap bersembunyi dari incaran para dokter. Semisal penyakit tekanan darah tinggi, ada yang dari jenis sang penyebab tetap usil, masih bersembunyi dari incaran dokter. Dan dalam hal ini terpaksalah sang pasien hidup bersama penyakit. Aksi kontrol tetap sebatas yang gejala saja. 

Bersabda Rasulullah SAW: Kullukum rain, wa kullu rain masulun ani rraiyatihie. Setiap kamu adalah manajer, dan setiap manajer bertanggungjawab atas rakyatnya. Sebagai seorang manajer, ya, manajer dalam kaliber apa saja, manajer rumah tangga, manajer kabupaten, provinsi, negara, kumpulan negara-negara, tentu tidak akan sunyi dari tindakan mengambil keputusan, yang tidak terkecuali keputusan untuk mengambil aksi kontrol. Maka sebelum memutuskan untuk mengambil tindakan korektif perlu sekali mengadakan diagnosa yang hati-hati untuk dapat melihat mana yang di permukaan dan mana yang di bawah permukaan. Ya tirulah aksi korektif dari hamba Allah yang bijaksana itu, sang guru dari Musa. WaLlahu a'alamu bishshawab. 

*** Makassar, 20 Desember 1992