24 Januari 1993

065. Mi'raj dengan Angkasa Luar

Tulisan ini saya ambil dari penggalan ceramah saya di Masjid Raya dalam rangka Peringatan Isra'-Mi'raj yang diselenggarakan oleh Panitia Hari-Hari Besar Islam, pada malam Sabtu, 22 Januari 1993.

Angkasa luar, atau ruang alam syahadah ini (physical world) relatif sifatnya. Relatif terhadap waktu, relatif terhadap tempat dan relatif terhadap kecepatan gerak. Makin cepat geraknya makin berkurang ukuran panjangnya dalam arah gerak, makin bertambah besar massanya dan waktu berjalan makin lambat. Selain waktu relatif terhadap kecepatan gerak, waktu juga relatif terhadap medan gravitasi. Makin besar medan gravitasi, waktu makin berjalan lebih lambat. Di Saturnus misalnya, yang medan gravitasinya lebih besar dari medan gravitasi bumi, waktu di sana berjalan lebih lambat dari di sini. Ruang alam syahadah ini lengkung ibarat bola berdimenasi empat, [panjang x lebar x tinggi x waktu x i]. Cahaya yang dipancarkan terus menerus akan tiba di tempat semula dalam waktu 200 bilyun tahun, apabila ruang alam syahadah ini statis. Dalam kenyataannya menurut pengamatan alam kita ini sedang berekspansi, mengembang.

Dengan begitu jelaslah bahwa Rasulullah SAW pada waktu Mi'raj bukanlah merupakan perjalanan angkasa luar di alam syahadah ini, karena kecepatan cahaya di alam syahadah adalah kecepatan maximum, lagi pula Mi'rajnya Rasulullah hanya kurang dari 12 jam padahal jarak seperti yang dipaparkan di atas menyangkut waktu bilyunan tahun, lagi pula ruang ini lengkung. Walhasil Rasulullah SAW Mi'raj menembus ruang alam syahadah yang nisbi ini. Menembus masuk alam ghaib yang mutlak, tidak nisbi, alam yang bebas dari ruang dan waktu. Pertanyaan DI MANA tidak punya arti sama sekali, juga pertanyaan KAPAN tidak punya arti juga, yang lalu, sekarang dan yang akan datang "menyatu". Hanya Allah yang Maha Tahu yang mengetahui keadaan ghaib yang demikian itu. Jadi tidak usah pusing-pusing memikirkan bagaimana bisa RasuluLlah "bertemu" dengan Nabi-Nabi terdahulu, melihat surga dan neraka, yang bagi kita di alam syahadah ini surga dan neraka itu sebagai tempat yang akan berisi kelak di waktu yang akan datang.

Janganlah akal kita disuruh berpikir melampauai batas kapasitasnya. Karena kapasitas akal hanya sebatas informasi yang dapat dideteksi oleh pancaindera. Berpikir melampaui batas kapasitas akal minimal tidak efisen maksimal akan merusak iman. Allah berfirman dalam S. Banie Israiel ayat 1: Subha-na lladziy asra' bi 'abadihi- laylan mina lmasjidi lhara-mi ila lmasjidi l-aqsha- alladziy barakna- hawlahu- linuriyahu- min a-y-atina-, innahu- huwa ssamiy'u l'bashyr. Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al Masjid lHaram ke Al Masjidu lAqsha yang telah Kami berkati sekelilingnya, untuk memperlihatkan sebahagian dari tanda-tanda kebesaran Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.

Asra dalam ayat tersebut, artinya memperjalankan. Bentuk-bentuk yang lain adalah asri terletak dalam 5 ayat dan yasri dalam sebuah ayat. Dari kelima ayat yang memuat asri semuanya berhubungan dengan perjalanan malam, yaitu perjalanan Nabi Luth AS serta dengan pengikutnya (S. Hud,81 dan S. Al Hijr,65), dan perjalanan Nabi Musa AS dengan ummatnya keluar dari Mesir (S. Taha,77, dan S. Asy Syu'ra',52, dan S. Ad Dukhan, 23). Dan bentuk yasri menyangkut perjalanan mengenai malam itu sendiri (S. Al Fajr,4). Adapun perjalanan malam Nabi Luth AS dan Nabi Musa AS mengandung pengertian yang biasa saja. Tidak sama dengan pengertian asra' bagi Nabi Muhammad SAW, yang mempunyai kekhususan, yang pertama tidak diikuti oleh manusia lain dan yang kedua seperti telah dikemukakan di atas yakni dari segi proses bukanlah suatu proses yang alamiayah, melainkan proses yang ghaib, karena S.Banie Israiel,1 dimulai dengan Subhana, suatu pernyataan ta'jub, bahwa asra itu bukan proses alamiyah biasa.

Itu menunjukkan bahwa sesungguhnya Mi'raj adalah bagian dari Isra. Memang ada pendapat, dan pada umumnya pendapat itu demikian, bahwa yang dimaksud dengan Isra adalah perjalanan Rasulullah dari Makkah ke Palestina dan selanjutnya dari Palestina Mi'raj naik ke langit. Dan karena S. Banie Israiel ayat 1 tentang Isra' ini turunnya berbeda sekitar 5 tahun dengan turunnya S. AnNajm, bahkan ada yang berspekulasi behwa peristiwa Isra dengan Mi'raj itu terjadi dalam waktu yang berbeda.

Coba dipikir jika pengertian Isra dipersempit menjadi sekadar perjalanan di atas bumi, yaitu dari Makkah ke Darussalam (Jerusalem), lalu apa peranan kalimah Subhana pada permulaan ayat, dan linuriyahu min ayatina, untuk memperlihatkan sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami. Kata Subhana pada permulaan ayat menunjukkan bahwa peristiwa asra bi'abdihi bukan proses 'alamiyah yang normal, dan juga tanda-tanda kebesaran apa yang disaksikan RasuluLlah SAW kalau Isra itu hanya sekadar jarak antara Makkah dan Darusslam saja, RasuluLlah SAW tidak akan menyaksikan al ayah al Kubra, ayat yang maha besar yang disaksikan RasuluLlah dalam Mi'raj.

Di dalam matan Hadits tidak dipakai istilah Al Masjidu lAqsha untuk yang di Palestina melainkan Al Baytu lMaqdis. Jadi Rasulullah diperjalankan malam oleh Allah dari Masjidi lHaram ke Baytu lMaqdis tempat transit, di atas permukaan bumi sehingga mempergunakan "mekanisme" transportasi, yaitu buraq. Lalu dari tempat transit itu RasuluLlah menembus ke alam ghaib, Mi'raj ke tempat sujud yang terjauh, Al Masjidu lAqsha. Al Aqsha adalah ism tafdhiel, superlatif, yang terjauh.

Ghulibati rruwm. fiy adna l.ardhi (s. ArRuwm, 30: 2-3), artinya: Telah dikalahkan Rum. Di bumi yang dekat. Ayat (30: 2-3) tersebut menunjuk pada kejadian sejarah, yaitu Hiraqla (575? - 641)M., Kaisar Rum (610 - 641)M. dikalahkan pasukannya di Chalcedon oleh pasukan Khosrau Parvez, Raja Sassan (590 - 628)M. Chalcedon itu terletak di mulut Asia Kecil hanya dipisahkan oleh selat Bosporus dari ibu kota Kerajaan Rum, Konstantinopel. Jadi kalau kita ada di Makkah, maka Chalcedon lebih jauh letakknya dari Baytu lMaqdis. Mengapa bagi Chalcedon yang lebih jauh dikatakan adna, dekat sedangkan Palestina yang lebih dekat dikatakan aqsha? Itu artinya Al Masjid Al Aqsha tidak di Palestina, yang ada di Palestina adalah Al Baytu lMaqdis.

Al Baytu lMaqdis lokasinya lebih luas dari lokasi masjid yang sekarang dinamakan "Masjid al Aqsha". Sedangkan Al Masjid Al Aqsha dalam S. Banie Israiel ayat 1 adalah di ujung perjalanan Mi'raj Raulullah SAW, waktu beliau sujud dihadapan Allah SWT untuk menerima secara langsung kewajiban shalat, yang juga di situlah di Al Masjidu lAqsha berlangsung dialog antara Allah SWT dengan Rasulullah SAW yang terpateri di dalam shalat, yang kita ucapkan dalam shalat:
- Nabi: Attahiyatu liLlahi wa shshalawatu wathhayyibatu
- Allah: Assalamu 'alayka ayyuhannabiyyu wa RahmatuLlahi wa Barakatuhu
- Rasulullah: Assalamu 'alayna wa 'ala 'ibadi Llahi shshalihiyna . Asysyahadu an la ilaha illaLlah
- Allah SWT: Asysyahdu anna MuhammadarRasulullah.

Alhasil, Isra terdiri atas dua bahagian, yaitu bagian perjalanan dalam physical world dari Makkah ke Al Baytu lMaqdis, dan bagian "perjalanan" menembus alam ghaib yang disebut Mi'raj. Tanda kutip dalam tulisan "perjalanan" bermakna bahwa "perjalanan" itu tidaklah bersifat "space-time like", melainkan "perjalanan" yang bebas dari ruang dan waktu. Mi'raj adalah bagian dari Isra menempuh alam ghaib, artinya Mi'raj itu sekali-kali bukan perjalanan angkasa luar. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 24 Januari 1993