31 Januari 1993

066. Etologi

Adapun etologist yang mula-mula adalah Nabi Sulaiman AS. Dalam Al Quran Nabi Sulaiman AS disebut ahli tentang manthiqu ththayr, logika burung, katakanlah tabiat burung, etologi tentang burung. Jadi mendahului The Bird Man of Al Catraz. Istilah etologi ini jangan dikacaukan dengan ekologi. Etologi diturunkan dari bahasa Inggris ethology, yaitu suatu ilmu yang berhubungan dengan tabiat binatang. Contoh misalnya kawanan babun, sejenis kera. Bagaimana kelompok babun itu yang didorong oleh naluri mempertahankan hidup, yang dalam hal ini mempertahankan kelompoknya dikaji dalam etologi, yang tentu saja hasil dari observasi mengenai kehidupan babun itu. Adapun babun itu oleh Allah SWT diberi naluri menyusun hirarki kepemimpinan. Apabila akan mendekati daerah yang ada makanan maka seluruh pemimpin dalam formasi hirarki akan mundur ke belakang. Pemimpin yang paling top menempati posisi paling belakang. Sebaliknya jika kelompok babun itu mencium adanya bahaya di depan, maka pemimpin kelompok dalam formasi hirarki pimpinan semuanya maju ke depan untuk melindungi anak buahnya dari bahaya. Pemimpin babun yang paling top akan menempati posisi paling depan. Pemimpin-pemimpin babon mengurusi kelompok-kelompok seperti pada militer, sejenis regu, sejenis kompi, sejenis batalyon. Pemimpin top ibarat komandan divisi. Kalau ada kepala regu berselisih dengan kepala kompi, maka kepala batalyon segera mengetuk kepala dari kepala kompi, membela yang lemah. Apabila seekor kepala regu menganiaya seekor babon dalam regunya, kepala kompi segera mengetuk kepala dari kepala regu.

Kita sebagai manusia patut merasa malu, jika menghadapi "rezeki" para pemimpin yang maju kedepan, anak buah di belakang. Kita sebagai manusia patut merasa malu, jika menghadapi bahaya anak buah disuruh maju, pemimpin tinggal di bunker, atau anak buah dikirim ke negeri orang disuruh berlaga, sementara sang pemimpin tetap menikmati fasilitas dalam istananya. Tidak banyak pemimpin yang maju ke medan laga yang menghadapkan dadanya di ujung senjata musuh.

Dalam perang Hunain, sebuah qabilah yang mahir memanah hampir saja mengocar-kacirkan pasukan Islam, jika pada saat genting itu Rasulullah SAW tidak dengan segera memacu kudanya ke depan di tengah-tengah hujan panah, mengerahkan pasukan Islam untuk menyerbu ke depan.

Beberapa hari yang lalu setelah shalat subuh saya menyaksikan dua ekor kucing jantan berlaga. Dimulai dengan saling menggertak. Yang seekor suara gertakannya nyaring dan intensif, sedangkan sang lawan bunyi gertakannya rendah-rendah saja. Setelah prolog saling menggertak, keduanya lalu berlaga. Ternyata yang tinggi dan nyaring serta intensif bunyinya itu sebentar saja bercakar sudah kalah. Ia memberikan lehernya di depan lawannya, sebagai pernyataan kalah, atau sekurang-kurangnya sebagai isyarat gencetan senjata sepihak. Dan anehnya kucing yang menang itu yang bunyi gertakannya rendah-rendah itu tidak menerkam leher lawannya yang sudah terpasang di depan mulutnya, melainkan sang pemenang mundur meninggalkan lawannya.

Ada yang menarik dalam peristiwa kucing berlaga itu, untuk dijadikan contoh. Karena Allah menyuruh kita untuk belajar dari contoh-contoh kehidupan dari binatang sekalipun, seperti FirmanNya dalam Al Quran S. Al Baqarah, 26. InnaLlaha la yastahyie an yadhriba matsalan ma ba'uwdhatan fa ma fauqaha, Sesungguhnya Allah tidak segan untuk menyodorkan contoh seamsal nyamuk, bahkan yang lebih rendah sekalipun. Kucing yang tinggi dan intensif bunyi gertakannya itu mengingatkan saya pada sebuah Kelong Mangkasara' dalam lagu Ma' Rencong-Rencong, demikian bunyinya:

Gunturuqnaji malompo
Kilaqna maqlaqbang lino
Bosi sarrona
Tamalliang tompoq bangkeng


Hanya gunturnya menggelegar
Kilatnya yang mengglobal
Hujannya yang lebat
Punggung kakipun tak terliwat

Saddam Husain mengumumkan gencetan senjata secara sepihak, ibarat kucing yang kalah tadi. Tetapi Bush (dan juga Clinton?) bukan kucing. Sodoran leher malahan disambut dengan mulut senjata. Move politik Saddam Husain ini bagi Amerika tidak ada pengaruhnya. Mengapa? Gencetan senjata secara sepihak baru efektif apabila dalam keadaan posisi yang menang. Ibarat Sayidina 'Ali melepaskan musuhnya ketika ia menang dalam pergumulan, itu baru punya arti.

Namun tentu saja secara emosional move politik Saddam ini menarik simpati khalayak dunia. Simpati kepada siapa? Kepada rakyat Iraq tentunya yang sudah sangat menderita akibat perang. Namun rakyat Iraq tidaklah identik dengan Saddam Husain. Raja Husain dari Jordania, yang dalam Perang Teluk berdiri di pihak Saddam, dalam pidato pada hari ulang tahun penobatannya baru-baru ini malahan secara tidak langsung mengisyaratkan agar Saddam Husain dienyahkan dari kekuasaannya. Demikian pula Housni Mubarak, Presiden Mesir. Keduanya atas dasar simpati kepada rakyat Iraq yang sudah sangat menderita. Les Aspin Menteri Pertahanan Amerika juga menyuruh mundur Sadam Husain, namun alasannya tentu lain. Ia tidak dapat mengatur kemauan Saddam menurut keinginan Amerika. Lalu apakah Sadam akan bersedia mundur? Dan kalau mundur apakah penderitaan rakyat Iraq akan berakhir?

Menurut pakar sejarah dan sosiologi Ibnu Khaldun penguasa yang mendapatkan kekuasannya dengan jalan kekerasan, pertumpahan darah, maka penguasa yang demikian itu tidak akan mau mundur. Pada 17 Juli 1968 Saddam Husain bersama Ahmad Hasan Bakir berhasil menyingkirkan Abd. Rahman Arif dengan kudeta berdarah. Setelah Bakir meninggal karena serangan jantung tahun 1976, Saddam Husain menjadi penguasa tunggal Iraq, sampai sekarang. Dan walaupun Saddam dapat digulingkan secara paksa, maka belum tentu dapat memecahkan persoalan. Hanya ada manfaatnya jika kelompok yang menggulingkan itu menyelenggarakan pemilihan umum untuk membentuk pemerintahan baru. Lalu Partai Ba'ath dibubarkan, karena ideologi partai ini dengan kepemimpinan otoriter merupakan satu sistem.

Semua pintu yang dapat memungkinkan Amerika masuk ke Asia Barat ditutup. (Saya tidak pakai ungkapan Timur Tengah, karena kaki dan kepala saya ada di Indonesia, di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung dalam arti tekstual). Yaitu dengan politik dalam dan luar negeri yang segar dan terbuka. Kebijakan dalam negeri memberi otonomi kepada kelompok Syi'ah di selatan dan Kurdi di utara akan menutup pintu bagi Amerika untuk masuk campur tangan dengan kemasan melindungi rakyat Iraq seperti misalnya non fly zone. Politik luar negeri harus berdasar atas hidup bertetangga secara damai, yang berarti ambisi ekspansi wilayah dengan mengklaim Kuwait atas dasar hak sejarah dihentikan. Maka tertutup pulalah pintu bagi Amerika untuk masuk dengan kemasan melindungi negara-negara tetangga Iraq dari ambisi ekspansi Iraq. Maka demikianlah adanya, Insya Allah. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 31 Januari 1993