21 Februari 1993

068. Kappla' Tallum Batuwa

Judul di atas yang berarti, Kapal yang Tiga buah, tidak ada hubungannya dengan Sinrili' Kappala' Tallum Batuwa dan tokoh I La'ba' Songko' yang ditayangkan dalam TVRI Stasiun Ujung Pandang. Kapal yang pertama bernama The Bounty, sebuah kapal legendarik, dinakodai oleh Captain Bligh. Dikatakan legendarik karena terlibat dalam suatu peristiwa yang terkenal dengan The Mutiny at the Bounty, pemberontakan di kapal Bounty. Kapal Bounty mengangkut bibit bread fruit (bakara'?) dari Amerika Selatan untuk ditanam di Mikronesia, Pasifik. Dalam perebutan kekuasaan itu Captain Bligh dengan sedikit pengikutnya yang masih setia diturunkan ke sekoci di Pasifik, diusir dari kapal The Bounty. Dengan bekal yang sedikit sekoci Captain Bligh akhirnya terdampar di pulau Timor. Beberapa pulau di Mikronesia penduduknya yang sekarang ini adalah campuran darah Mikronesia dengan darah Kaukasia, turunan anak kapal pemberontak dari The Bounty.

Kapal yang kedua bernama Kappala' Tallang, adalah nama anumerta dari sebuah kapal yang telah tenggelam, dinakodai oleh I Darasi'. Kappala' Tallang ini tidak ada hubungannya dengan Pakappala' Tallang yang hingga kini masih aktif berdagang sambil menipu, atau menipu sambil berdagang di Pusat Pertokoan dan dahulu di mantan Pasal Sentral. Kapal ini adalah kapal imajinasi, sumber inspirasinya dari novel daerah berjudul I Kukang, karya Ince' Nanggong. Dalam novel itu I Manynya' bercerita kepada I Kukang perihal ia reppe' di tengah laut kira-kira sekitar tempat Tampomas terbakar. Mereka berhasil menyelamatkan diri dengan rakit yang dibuatnya dan terdampar di tanah Mandar ditampung oleh Mara'dia setempat.

Kiranya elok jika dijelaskan lebih dahulu beberapa istilah bahasa daerah Makassar. I Kukang berarti Si Yatim. Tetapi novel berjudul I Kukang ini tidak ada hubungannya dengan judul lagu daerah Makassar "I Kukang" yang sedang populer. Reppe' berarti pecah. Itu arti yang umum. Namun bagi pelaut istilah itu mempunyai arti khusus yaitu mengalami musibah perahu tenggelam di tengah laut. Ada beberapa kata dalam bahasa daerah Makassar apakah itu dialek Lakiung, Konjo atau Selayar, di samping arti umum, mempunyai pula arti khusus. Seperti misalnya kata basah. Artinya yang umum sama dengan dalam bahasa Indonesia. Artinya khususnya, darah mengalir membasahi tubuh orang yang bertikam. Darah yang mengalir membasahi tubuh ibu yang bersalin atau keguguran dan yang berasal dari luka yang bukan karena tikaman, tidak disebut basah.

Diimajinasikan kapal itu tenggelam karena seorang anak kapal mengupas kelapa dengan linggis di ruang bawah. Sebagai seorang yang profesional dalam mengupas kelapa, linggis ditancapkannya pada lunas perahu, mengikuti kebiasaannya di darat menancapkan linggis ke tanah apabila akan mengupas kelapa. Pada waktu linggis ditancapkan, perahu belum apa-apa. Tetapi setelah kelapa mulai dikupas kulitnya, lunas perahu mendapat beban gaya reaksi sehingga robek.

Adapun kapal yang ketiga bernama Safinah, yang artinya kapal. Ini kita sudah pernah bertemu dalam Seri ini sebelumnya. Sebuah perlambang dari Hadits Nabi Muhammad SAW. Bahwa kita ini hidup bermasyarakat dan bernegara ibarat hidup dalam sebuah safinah, kapal. Masing-masing anggota masyarakat dan negara menempati strata tersendiri dan tatacara yang harus ditaati bersama. Yang tinggal di ruang bawah jika ingin membersihkan ruangannya harus ke atas ke geladak mengambil air. Kalau yang bersangkutan melanggar tatacara itu, karena ingin cepat, lalu membuat terobosan melubangi dinding kapal, maka orang seputarnya harus mencegah. Dengan mencegah itu orang yang mencegah, orang yang dicegah dan seluruh penumpang dan awak kapal termasuk kapal sendiri akan terhindar dari musibah tenggelam.

Captain Bligh memakai manajemen gaya otoriter, sangat mementingkan organisasi, tidak manusiawi, mengabaikan orang. Kontrol sangat ketat, karena ia mempunyai asumsi bahwa orang itu pada dasarnya tidak dapat dipercaya dalam hal bekerja. Manusia itu, menurut persepsi Captain Bligh, senantiasa akan menghindarkan diri dari pekerjaan yang ditugaskan kepadanya, apabila orang itu mempunyai kesempatan untuk menghindar. Akibatnya anak kapal pada umumnya tidak senang dengan gaya
manajemen demikian itu. Akhirnya terjadi perebutan kekuasaan.

Nakoda I Darasi' (ayah I Kukang) memakai manajemen yang bergaya sebaliknya dari gaya Captain Bligh. Lebih mementingkan orang ketimbang organisasi. Kontrol dilaksanakan dengan sangat longgar. Karena yang penting menurut I Darasi' ialah pappijo'jo', directing istilah canggihnya. Nakoda ini berasumsi bahwa semua manusia dapat dipercaya, karena pada dasarnya orang itu suka bekerja. Ia mendidik agar anak buahnya menjadi profesional dan kreatif. Ia membuat pembagian kerja dan tiap unit bertanggung jawab atas unitnya, masing-masing bekerja sesuai dengan ketentuan tidak tumpang tindih. Namun akibat kreativitas seorang anak kapal yang menancapkan linggis pada lunas perahu yang tidak berwawasan lingkungan, mengakibatkan kapal bocor dan tenggelam.

Adapun pada kapal yang ketiga, safinah dalam Hadits Nabi itu, gaya manajemen yang diaplikasikan tidak otoriter, bukan one man show dengan kontrol yang ketat, namun bukan pula manajemen dengan kontrol yang longgar. Bukan manajemen yang bobotnya pada organisasi dengan mengabaikan martabat manusia, bukan pula manajemen yang sangat berorientasi pada kemanusiaan dengan mengabaikan kesehatan organisasi. Gaya manajemen dalam kapal yang ketiga ini tidak berorientasi secara parsial. Melainkan berorientasi secara utuh, mementingkan keselamatan wadah, keselamatan dan tujuan organisasi, serta keselamatan manusianya. Kontrol yang diterapkan adalah Built In Control System. Sistem saling kontrol di antara anggota masyarakat, amar ma'ruf nahie mungkar, menyuruh berbuat bijaksana, mencegah berbuat keliru.

Ada dua lembaga yang dapat berperan aktif dan efektif dalam hal amar ma'ruf nahie mungkar, atau kontrol sosial ini. Yaitu lembaga da'wah dan pers. Gubernur yang baru tampaknya memulai gebrakannya dengan penertiban dalam tubuh birokrat di provinsi ini. Dengan partisipasi lembaga da'wah dan pers dalam kontrol sosial dapat mempermudah Gubernur dalam gebrakannya itu. Mudah-mudahan berhasil, insyaAllah. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 21 Februari 1993