28 Februari 1993

069. Nilai-nilai dari yang Individual Hingga ke Universal

Sebuah pohon yang berdiri tumbuh di tengah-tengah hutan adalah bebas nilai. Akan tetapi jika pohon itu telah bersentuhan dengan seorang individu maka melekatlah nilai padanya. Kalau individu itu menginginkan tempat berteduh, maka pohon yang tinggi, lurus, kurang cabangnya, tidak rimbun daunnya, pohon itu tidak mempunyai nilai bagi individu tersebut. Pohon itu hanya akan bernilai bagi seorang individu yang menginginkan pohon itu dijadikan tiang layar perahu. Demikian pula pohon yang banyak cabang, rimbun daunnya tidak akan bernilai jika individu itu menginginkan tiang layar, dan baru bernilai jika individu itu menginginkan tempat berteduh dari terik matahari. Jadi nilai sesuatu ditentukan oleh keinginan kita, atau dengan perumusan yang lebih singkat, nilai
itu sesuatu yang kita ingini. Apa yang dikemukakan di atas itu menyangkut nilai yang individual sifatnya, nilai individual.

Kayu gelondongan dapat kita tingkatakan nilainya, yaitu dengan mengubahnya menjadi balok dan papan. Atau dalam bahasa ekonomi benda berupa balok dan papan itu mempunyai nilai tambah. Proses yang mengubah kayu gelondongan menjadi balok dan papan yang telah mempunyai nilai tambah itu disebut teknologi. Jadi teknologi adalah suatu proses yang memberikan nilai tambah pada suatu benda. Makin canggih teknologi, makin canggih pula nilai tambah yang dihasilkannya. Dari apa yang telah dijelaskan itu, maka teknologi itu berurusan dengan bidang-bidang yang menyangkut ilmu pengetahuan dan alat-alat yang menyangkut apa yang mesti dilakukan terhadap benda, cara dan teknik memproduksi benda-benda, lingkungan secara menyeluruh tempat benda-benda itu diproduksikan, dan keinginan kelompok untuk mengkonsumsi produksi itu, yang biasa disebut pasar. Dengan demikian teknologi itu menjangkau masalah materi, masalah keinginan kelompok, nilai kelompok. Teknolgi tidaklah bebas nilai.

Nilai kelompok jika ditingkatkan akan menjadi nilai budaya. Nilai budaya sebagai suatu sistem memberikan corak dan warna bagi kebudayaan atau sivilisasi suatu bangsa. Biasanya ada pembedaan antara pengertian kebudayaan dengan sivilisasi. Pada umumnya dikatakan orang bahwa kebudayaan bersifat immaterial sedangkan sivilisasi sebaliknya. Atau dengan ungkapan lain, kebudayaan itu adalah perangkat halus (soft ware) dan sivilisasi itu perangkat kasar (hard ware). Bagi saya sendiri, kedua pengertian itu merupakan satu kesatuan, tidak dapat dibedakan. Di mana ada perangkat kasar, di situ mesti melekat perangkat halus. Barangkali jalan pikiran ini, tanpa banyak penjelasan, dapat dengan mudah diikuti. Yaitu dengan potret teknologi di atas. Dalam teknologi seperti yang telah diuraikan di atas terpadu di dalamnya perangkat halus dan perangkat kasar. Kebudayaan dan sivilisasi, kultur dan sivilisasi saling melebur diri menjadi satu sistem. Insya Allah kita akan kembali memperbincangkan kebudayaan dan sivilisasi ini dalam kesempatan yang lain.

Pada umumnya bangsa-bangsa di dunia kita sekarang ini terdiri dari masyarakat majemuk, tak terkecuali bangsa Indonesia. Setiap kelompok masyarakat yang merupakan sub-kultur dalam ruang lingkup bangsa Inonesia, disebut kebudayaan daerah. Dari sekian sistem nilai dari kebudayaan daerah itu, setelah mengalami proses kristalisasi, akan terangkat menjadi sistem nilai tingkat
nasional, dan disebutlah dengan nilai budaya bangsa Indonesia. Adapun nilai-nilai yang berkristal itu akan menjadi nilai dasar yang kita kenal dengan pandangan hidup bangsa. Bagi bangsa Indonesia sistem nilai hasil kristalisasi itu terdiri atas lima nilai dasar yang tersusun secara sistematis hirarkis, bertangga turun, berjenjang naik, seperti tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Nilai budaya tidaklah segala-galanya. Masih ada di atasnya yaitu nilai universal. Adapun nilai universal ini sumbernya tidaklah historis, tidak seperti nilai budaya yang sumbernya historis. Nilai universal ini bersumber dari Allah SWT, Maha Pencipta dan Maha Pengatur universum. Nilai univerasal ini diturunkan Allah kepada ummat manusia berupa wahyu yang diwahyukan kepada para manusia pilihan yang disebut Nabi dan Rasul. Nilai universal yang bersumber dari wahyu ini disebut Syari'at Islam, risalah yang dibawakan Nabi dan Rasul terakhir, yaitu Nabi Muhammad RasulLah SAW, yang menerima wahyu itu dalam bulan Ramadhan, sebagaimana Firman Allah dalam Al Quran, S. Al Baqarah, 285:

Syahru ramadhana-lladziena unzila fiehi-lQuran hudan li-nnasi wa bayyinatin mina-lhuda wa-lfurqan, bulan Ramadhan yaitu di dalamnya (mulai) diturunkan Al Quran, petunjuk bagi manusia, dan penjelasan mengenai petunjuk itu dan Al Furqan. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 28 Februari 1993