4 April 1993

074. Lembaga Da'wah, Bazis, IMIM, Dalam Hal Pesan-Pesan dan Zakat

Kita berurusan dengan ilmu-ilmu subyektif, yaitu ilmu-ilmu yang menyangkut dengan manusia dan sekali gus ilmu-ilmu obyektif, yaitu ilmu-ilmu tentang kesejahteraan masyarakat, tentang sumberdaya alam, tentang lingkungan hidup, tentang teknologi, pokoknya tentang ilmu apa saja yang menyangkut dengan kesejahteraan manusia. Dalam hal ini manusia itu menjadi obyek, karena ia termasuk bagian dari sumberdaya alam, dan bagaian dari lingkungan hidup. Maka demikianlah manusia itu adalah subyek pembangunan dan sekali gus pula obyek pembangunan. Manusia membangun dan manusia dibangun.

Lalu di manakah peranan Lembaga Da'wah dalam kancah pembangunan itu? Kita bicarakan dahulu yang pertama. Yaitu yang relevan dengan manusia sebagai subyek pembangunan. Ini telah ada pedomannya dalam Syariat Islam. Yaitu pedoman yang berwujud metode penyampaian pesan-pesan nilai. Siapa yang akan menyampaikan pesan-pesan? Sesungguhnya setiap Muslim berkewajiban menyampaikan pesan, seperti sabda Rasulullah SAW: Ballighu 'annie walau ayah, sampaikanlah (pesan-pesan) dariku walaupun seayat. Namun agar efektif para penyampai pesan itu sebaiknya bergabung dalam sebuah Lembaga Da'wah. Pesan-pesan apa yang akan disampaikan? Yaitu pesan-pesan yang menuntun manusia ke Jalan Lurus, jalan yang diridhai Yang Maha Pengatur, yaitu pesan-pesan yang mengandung nilai-nilai universal, nilai-nilai yang tidak bergeser, tidak lekang karena panas tidak lapuk karena hujan, yang dalam bahasa Al Quran disebut Al Furqan. Kepada siapa pesan-pesan itu akan disampaikan? Kepada setiap hati nurani dan akal sehat ummat manusia. Kemudian bagaimana teknik penyampaian pesan-pesan itu? Pertama-tama dengan cara bijaksana, bi lhikmah, utamanya keteladanan, yaitu dengan perbuatan. Kemudian selanjutnya informasi yang sehat, al maw'idzatu lhasanah, kemudian selanjutnya berdialog secara terbuka dan sebaik-baiknya, bukan debat kusir untuk cari menang, wa jadilhum bi llatie hiya ahsan. Inilah teknik penyampaian pesan-pesan menurut Al Quran. Maka demikianlah, dalam bidang ini lembaga Da'wah mempunyai kesempatan yang sangat luas dan baik sekali, karena kegiatan Da'wah itu tujuannya (objective) untuk memantapkan aqiedah dan membina akhlaqulkarimah.

***

Dalam ruang lingkup ilmu-ilmu obyektif, yang diatur oleh Syari'at Islam yang Muamalah, yang menyangkut dengan kesejahteraan masyarakat, Lembaga Da'wah berurusan utamanya ialah bagaimana mengelola zakat, yaitu zakat fithri, zakat mal (harta benda) dan zakat tijarah (dagang/industri). Akan halnya dengan zakat fithri pengelolaannya sudah lancar. Pengelolaannya mudah karena zakat fithri ini khusus untuk dikonsumsi, tidak boleh dipakai untuk pembangunan, bahkan tidak boleh untuk membangun masjid sekalipun! Pengumpulannya dan penyalurannya sudah terpola dengan baik dan mantap mudah menghitungnya dan ada batas waktunya (dead line).

Namun dalam hal pengelolaan zakat mal dan zakat tijarah, Lembaga Da'wah masih menghadapi tantangan medan yang berat, baik dalam pengorganisasian pemungutaannya, maupun dalam hal pemanfaatannya dengan baik dan terarah pada sasaran yang produktif. Zakat mal dan zakat tijarah ini tidak boleh untuk yang konsumtif. Bazis, Badan Amil Zakat Infaq dan Sadaqah sudah waktunya membentuk Pilot Proyek yang bertujuan untuk mengarahkan penggunaan dana itu ke arah yang produktif. Proyek itu dikelola oleh Badan Amil yang khusus terdiri atas sumberdaya manusia yang pakar yang diambil dari ICMI. Pilot Proyek itu berupa pabrik atau bengkel. Calon-calon karyawan dibina akhlaqnya oleh Lembaga Da'wah dan mereka merupakan ibnu ssabiel yang mendapat beasiswa dari Bazis. Setelah tammat mereka dipekerjakan pada pabrik atau bengkel tersebut. Dapat pula Pilot Proyek itu Badan Amilnya berupa Badan Konsultan yang memberikan nasihat, bimbingan bahkan kursus pendek (short course) keterampilan bagi pengusaha kecil kaki lima yang dimodali oleh Baziz, yang tanpa bunga. Pengusaha kaki lima yang akan dimodali oleh Baziz diambil dari para remaja yang putus sekolah. Mereka itu dibina akhlaqnya oleh suatu Lembaga Da'wah, sehingga modal yang dipinjamnya itu bukan hanya sekadar dipertanggung jawabkan kepada Baziz, melainkan juga harus mempunyai kesadaran untuk mempertanggung jawabkannya kepada Allah SWT. Pembinaan akhlaq oleh Lembaga Da'wah dan pembinaan keterampilan serta bimbingan oleh Badan Amil bagi para calon pengusaha kecil kaki lima hendaknya mengambil lokasi pada sebuah masjid, sehingga masjid itu dapatlah pula difungsikan sebagai pusat kegiatan dan kebudayaan ummat Islam. Dalam hal ini IMMIM dapat pula dimintakan partisipasinya.

Demikianlah konsep pemikiran ini yang dalam realisasinya masih merupakan tantangan yang berat. Namun sekali terwujud di samping hasil yang diharapkan, maka sekali gus pula proyek ini menjadi wadah komunikasi bagi organisasi-organisasi Lembaga Da'wah, Bazis, ICMI dan IMMIM, insya Allah. Yang dibicarakan di atas itu semua dalam konteks Syari'at Islam yang belum diberlakukan bagi pemeluk-pemeluknya oleh negara, sesuai dengan Piagam Jakarta yang menjiwai UUD-1945, menurut Dekrit 5 Juli 1959. Kalau Syari'at Islam telah diberlakukan sesuai dengan Dekrit 5 Juli 1959 itu, maka seluruh substansi ilmu-ilmu obyektif, yaitu substansi tentang kesejahteraan masyarakat, tentang sumberdaya alam, tentang lingkungan hidup, tentang teknologi, pokoknya tentang substansi apa saja yang menyangkut dengan kesejahteraan manusia dilakukan dengan law enforcement melalui hukum-hukum positif berupa peraturan perundang-undangan yang ditimba dari Syari'at Islam, insya Allah.
WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 4 April 1993