18 Juli 1993

087. Belajarlah dari Sejarah

Dahulukala pada waktu manusia masih primitif, kebutuhan hidupnya dari berburu, teknologinya masih sangat bersahaja, sehingga membutuhkan ketabahan dalam hal berburu. Haruslah dengan sabar dan tekun menunggu binatang buruannya melintas di depannya. Allah memberikan akal kepada manusia sejalan dengan naluri untuk meningkatkan mutu kehidupan. Maka bertumbuhlah kebudayaan, teknologipun secara berangsur mutunya meningkat. Dari pada menunggu binatang buruan berjam-jam, lahirlah teknologi perangkap. Seperti misalnya menggali lubang yang di atasnya diberi samaran tanah maupun dedaunan. Atau memamfaatkan kelenturan ranting kayu yang dibungkukkan. Demikianlah teknologi perangkap itu lahir untuk mengambil alih pekerjaan menunggu.

Akal dengan dorongan naluri meningkatkan kehidupan mendorong terus pertumbuhan kebudayaan, tercakup di dalamnya peningkatan mutu teknologi. Mulailah memanfaatkan sumberdaya alam untuk menanggulangi pekerjaan berat-berat. Otot manusia disubstitusi dengan penggunaan otot binatang. Muatan menjadi ringan dan jarak menjadi dekat dengan teknologi binatang beban, seperti kuda beban dan unta beban.

Kebudayaan berkembang terus, teknologi meningkat terus. Otot binatang dirasa belum cukup untuk menanggulangi aktivitas manusia yang kian meningkat kebutuhaannya akibat bertumbuhnya kebudayaan. Maka manusia kian meningkatkan teknologinya dengan membuat mesin-mesin yang disebut dengan mesin konversi tenaga. Allah menyediakan tenaga-tenaga yang terkandung dalam sumber daya alam. Mesin konversi tenaga itu menyerap tenaga yang terkandung dalam sumberdaya alam yang disediakan Allah bagi kita di muka bumi ini.

Penggunaan mesin konversi tenaga yang mengambil alih pekerjaan otot ini tidak semulus dengan penggunaan teknologi sebelumnya. Pabrik-pabrik menumpuk dekat sumberdaya alam yang dari jenis batubara. Ini menimbulkan masalah sosial, termasuk buruh anak-anak di tambang-tambang batu bara di Inggeris. Saya masih teringat sebuah gambar dalam sebuah kitab sejarah Wereld Geschiedenis, seorang buruh anak kecil duduk di samping lori dalam sebuah lorong bawah tanah sebuah tambang batubara.

Oleh dorongan naluri untuk meningkatkan kwalitas kehidupan dan dengan akal yang diberikan Allah kepada manusia, maka kebudayaan berhasil menelurkan teknologi konversi tenaga orde dua, yaitu tenaga mekanik dikonversikan menjadi tenaga listrik. Maka dalam wujud tenaga listrik dapatlah tenaga itu dikirim dan didistribusikan ke tempat-tempat lain yang cukup jauh hanya dengan bentangan kawat saja. Lokasi pabrik-pabrik tidaklah perlu lagi menumpuk di sekitar daerah batubara. Tumbuhlah industri daya yang sumberdayanya tidak hanya dari batubara saja melainkan sudah merambat ke sumberdaya alam yang lain seperti minyak, angin, batubara putih alias tenaga air terjun, geothermal alias panas bumi dan belakangan dari tenaga radiasi surya dan tenaga nuklir.

Lalu timbullah masalah baru yang belum terpecahkan, yaitu pencemaran limbah industri daya dan industri proses utamanya industri kimia. Di atmosfer merajalelalah CO2, yang dimuntahkan oleh industri daya dan mesin-mesin propulsi, sebagai perangkap panas yang disebut efek rumah kaca, yang menaikkan suhu global. Di stratosfer merajalelalah CFC mengikis lapisan ozon yang Allah tempatkan di atas sana untuk melindungi kita dari bahaya sinar ultra lembayung matahari. Lalu berikutnya cairan racun yang meracuni sungai, laut, bahkan air bawah tanah. Itulah pelajaran sejarah yang difokuskan pada mesin-mesin konversi tenaga yang mengambil alih pekerjaan otot. Yang menumbuhkan industri daya lalu merambat pada industri proses, utamanya industri kimia.

Otak yang dalam tengkorak adalah mekansime akal manusia untuk berpikir yang paling berharga yang dianugerahkan Allah yang Maha Pengasih. Teknologi maju terus sejalan dengan kebutuhan kebudayaan didorong oleh naluri yang ingin meningkat terus. Maka kebudayaanpun melahirkan teknologi komputer digital untuk mengambil alih pekerjaan mekanisme otak.

Seperti halnya dengan teknologi konversi tenaga yang bermuatan kriteria yang saling bentrok, maka demikian pulalah halnya dengan teknologi komputer ini. Ada dua kelompok kriteria yang saling bentrok, yaitu kelompok yang bersifat mekanistik administratif pada pihak yang satu berhadapan dengan kelompok yang bersifat humanisik pada pihak yang lain. Adapun kelompok kriteria yang bersifat mekanistik adminisratif itu misalnya seperti ketepatan dalam operasi matematika, ketelitian dalam mengolah data, kecepatan dalam memproses, keapikan dalam sistem administrasi, sedangkan kriteria yang bersifat humanistik seperti misalnya akal sehat dalam pengambilan keputusan, kelenturan yang rasional dalam penilaian, efisiensi psikologik dalam kepuasan batin, sikap percaya otak sendiri yang tidak mengandalkan kalkulator untuk hitung hafal yang sangat sederhana, membeli barang seharga Rp3500 diberi wang Rp5000 tidak perlu kalkulator, menghindarkan pengangguran terselubung dalam lapangan kerja jasa otak yang antara lain pekerjaan para guru dan dosen dalam memeriksa ujian akhir dan UMPTN yang tidak perlu diambil alih oleh komputer.

Maka dalam menghadapi masa depan kebudayaan ummat manusia perlu betul upaya-upaya yang optimum agar jangan sampai terjadi konflik secara tajam di antara kedua kelompok kriteria yang saling bentrok itu, bercermin dari sejarah pengambil alihan tenaga pekerjaan tenaga otot manusia oleh mesin-mesin konversi tenaga yang menimbulkan permasalahan yang sangat sukar dipecahkan, kalau tidak boleh dikatakan tidak mungkin dapat dipecahkan.

Dan akhirnya baiklah kita bersama-sama membaca Firman Allah dalam S. Al Hasyr, 18: Ya ayyuhalladziena amanuw ittaqulLaha waltanzhur nafsun ma qaddamat lighadin wattaquLlaha innaLlaha khabierun bima ta'maluwn. Hai orang-orang beriman taqwalah kepada Allah dan mestilah setiap orang mengkaji masa lalu untuk orientasi masa depan dan taqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah meliput apa-apa yang kamu lakukan. WaLlahu a'lamu bishshwab.

*** Makassar, 18 Juli 1993