4 November 2007

800. Menghisab dan Meru'yah Bulan ke Arah Timur

Besok pergunakanlah hak anda memilih pasangan Gub-Wagub dan tentu sangat terpuji jika tidak menjadi Golput. Golput berbeda dengan UMt WShThA (2:143), ummatan wasathan, ummat pertengahan. Dalam Seri 800 ini saya penuhi janji saya dalam seri sebelumnya untuk membahas metode memantau matahari yang terbenam ke barat bersamaan dengan meru'yah bulan purnama ke timur, sebagai jalan keluar Untuk dapat menghindarkan silau matahari. Berhubung jika meru'yah ke barat cahaya hilal belum cukup kuat/terang untuk dapat mengimbangi silaunya sinar matahari, maka hasil ru'yah dan hisab ada perbedaan pada tempat-tempat yang nyaris dipotong oleh garis batas antara Ramadhan dengan Syawwal yang memotong Indonesia tahun 1428 H ini.

Ini landasan Nash-nya menghisab dan meru'yah bulan purnama ke sebelah timur. Firman Allah SWT:
-- WALQMR QDRNH MNAZL hTY 'AAD KAL'ARJWN ALQDYM (S. YS, 36:39), diabac:
-- walqamara qddarna-hu man-azila htta- 'a-da kal'urju-nil qdi-mi, artinya:
-- dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.

Manzilah-manzilah itu dari purnama, hingga berbentuk tandan yang tua. Jadi kalau selama ini manzilah hilal yang diru'yah, maka dalam metode ini manzilah bulan purnama yang diru'yah. Pada bulan purnama posisi bulan - bumi - matahari (bumi di tengah-tengah) nyaris membentuk garis lurus. Pada waktu bulan purnama itu "kerja sama" gravitasi bulan dengan gravitasi matahari menjadi maksimum, sehingga gabungan gravitasi kedua benda langit itu menarik air laut secara maksimum, maka terjadilah pasang penuh.
-- 'An Abiy Hurayrata yaquwlu qaala nNabiyyu Sh M shuwmuw liru'yatihi wa afthuruw liru'yatihi (Rawahu Bukhariy), artinya:
-- Dari Abu Hurayrah (ia) berkata: Nabi SAW (telah) bersabda puasalah kamu apabila melihatnya dan berbukalah apabila kamu melihatnya.

Dalam Hadits di atas itu RasuluLlah SAW tidak secara spesifik menunjuk arah timur atau barat meru'yah, juga tidak secara spesifik disebutkan manzilah bulan itu. Jadi berlandaskan ayat (36:39) dan Shahih Bukhari di atas itu, kita bebas memilih arah timur dan manzilah bulan purnama.

Untuk meru'yah bulan ke arah timur, tidak usah pakai peralatan canggih. Tidak perlu dibentuk tim atau panitia pemantau yang pakai anggaran dari kas negara untuk uang saku bagi para anggota tim. Semua orang dari penduduk kampung yang bisa berjalan dapat beramai-ramai pergi memantau dua atau tiga hari sebelum pasang penuh. Mengapa ? Yang dibutuhkan hanya sebuah pemukikan di pinggir pantai dari sebuah pulau, yang di Indonesia jumlahnya banyak sekali, di mana dapat sekali-gus tampak ufuk barat untuk mengamati matahari tenggelam dan tampak ufuk timur untuk mengamati bulan purnama terbit. Pada pinggir laut dibuat kolam sangat sederhana yang dindingnya berlubang-lubang, bisa dari susunan batu karang tanpa semen supaya air laut bisa masuk dan sekaligus meredam ombak. Pada pinggir kolam dipasang pelampung yang pakai tangkai runcing sebagai penunjuk pada tonggak berlapis lilin, yang dipancangkan untuk dapat memantau tinggi air laut maksimum. Goresan tangkai runcing pada lilin menandakan tinggi air laut.

Seperti dalam hal hilal-baru ke hilal-baru ada kalanya 29 hari, ada kalanya 30 hari, maka dari hilal-baru ke bulan purnama ada kalanya malam ke-14, ada kalanya malam ke-15:

  • Apabila pada waktu malam terpantau pasang penuh, sedangkan tadinya bulan terbit sebelum matahari seluruhnya terbenam di ufuk barat maka pada malam itu adalah bulan purnama, malam ke-15. Dalam hal ini maka bulan (syahr) bersangkutan jumlah harinya 30 hari.
  • Apabila bulan terbit sesudah matahari seluruhnya terbenam di ufuk barat maka pada malam itu adalah bulan purnama, malam ke-14. Dalam hal ini maka syahr bersangkutan jumlah harinya 29 hari.
  • Kalau bulan terbit serempak atau nyaris serempak dengan matahari terbenam, maka masuk kategori "mutasyabihat", sehingga pada syahr bersangkutkan dicukupkan harinya 30 hari.
***

Di Makassar
Waktu pasang penuh, bulan purnama Sya'baan: 28 Agustus 2007
Matahari terbenam : 18:03:56
Bulan purnama terbit : 17:59:38
Pada waktu pasang penuh bulan purnama tadinya terbit lebih dahulu 17:59:38, kemudian matahari terbenam 18:03:56, maka itu bulan purnama Sya'baan 15 malam (Nisf Sya'baan), bulan Sya'baan harinya 30 hari.

Waktu pasang penuh, bulan purnama Ramadhan 26 Sept 2007
Matahari terbenam : 17:57:57
Bulan purnama terbit: 17:29:50
Pada waktu pasang penuh bulan purnama tadinya terbit lebih dahulu 17:29:50 kemudian matahari terbenam 17:57:57, maka itu bulan purnama 15 malam, bulan Ramadhan harinya 30 hari.
***

Perbandingan denga ru'yah dan hisab dengan memantau ke sebelah barat. Juga di Makassar.
Ijtima' : Kamis 11 Oct 2007, 13:01:50
Titik pusat matahari (TPM) menyentuh ufuk: pukul 17:56:12
Titik pusat bulan (TPB) menyentuh ufuk : pukul 17:56:54
Pada waktu matahari seluruhnya terbenam
TPB : -0.098 atau -0° 05' 24"
TPM : -0.248 atau -0° 14' 54"

Kriteria wujud al-hilal:
1. Telah terjadi ijtima' sebelum matahari terbenam seluruhnya
2. Pada saat matahari terbenam seluruhnya, bulan di atas ufuk, bulan belum terbenam

Pada waktu matahari seluruhnya terbenam, TPB sudah di bawah ufuk -0.098derajat, sudah lebih separuh bulan terbenam, jadi di Makassar pada Kamis malam, atau malam Jum'at kriteria wujud al-hilal no.2 tidak sempurna dipenuhi, jadi dalam keadaan mutasyabihat, sehingga bulan Ramadhan dicukupkan harinya 30 hari.
Kuraib diutus oleh Ummu Fadhal di Madinah kepada Mu'awiyah di Syam untuk suatu keperluan. Setelah kembali, dia bertemu dengan Ibnu Abbas dan cerita-cerita hingga menyebutkan tentang hilal. Kuraib bertanya, "Tidakkah suduh cukup dengan rukyah hilalnya Mu'awiyah (yakni di Syam)?" Ibnu Abbas menjawab, "Tidak, demikianlah kami diperintahkan oleh Rasulullah SAW."

Padahal Madinah masuk dalam wilayah al-hukmi Khilafah Islamiyah yang berpusat di Syam. Kalau Ibn Abbas hanya menjawab "tidak" maka itu cuma atsar. Tetapi karena ditutup dengan kalimat "demikianlah kami diperintahkan oleh Rasulullah SAW", maka itu adalah Hadits. Hadits ini menolak globalisasi ru'yah dan wilayah al-hukmi.

WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 4 November 2007