11 November 2007

801. Allahu Yarham DR S. Majidi yang Berani Beda Pendapat

Allahu Yarham DR S.Majidi adalah guru kami bertiga: Pof.H.Abd Rahman Rahim, Prof H.Halide (keduanya mantan Atase Kebudayaan di Kerajaan Saudi Arabia) dan saya sendiri. Mengapa saya katakan secara spesifik bertiga, karena kami bertiga berguru kepada Allahu yarham secara tradisional, yaitu mendatangi rumah beliau bersama-sama bertiga, bertatap muka secara langsung, layaknya seperti orang mengaji menghadap gurunya. Proses peralihan ilmu dari beliau kepada kami bertiga yaitu secara mujadalah, bertukar pikiran. Ada dua hal yang memberikan inspirasi lahirnya judul Seri 801 ini seperti di atas itu:

Pertama, sebagai penghargaan kepada Prof Ahmad Sewang yang mengantarkan sendiri Undangan untuk menghadiri sidang Promosi Doktor dalam Ilmu Agama Islam atas nama Mas Alim Katu yang brjudul: "S. Madjidi: Sejarah, Pemikiran dan Pengaruhnya di Sulawesi Selatan" di depan Sidang Senat Terbuka UIN Alauddin Makassar.

Kedua, tulisan Ismail Amin berjudul "Benarkah Nabi Muhammad Buta Huruf?" pada Rubrik Opini Harian Fajar edisi Rabu 7 November 2007.

Penyebab pertama dari inspirasi itu jelas, karena memang judul Promosi itu tentang Allahu yarham S. Madjidi. Namun penyebab yang kedua tidak jelas apa hubungannya dengan Allahu yarham. Ismail Amin sangat terpengaruh oleh karya Syekh Al-Maqdisi berjudul "Nabi Muhammad Buta Huruf Atau Genius?" Menurut Syekh Al-Maqdisi yang dianut pula oleh Ismail Amin, terjadi tafsir sejarah yang keliru terhadap kapasitas RasuluLlah khususnya dalam baca tulis. Semua itu bersumber dari kekeliruan dalam menterjemahkan kata "ummi" dalam Al-Quran dan Hadits yang oleh sebahagian besar ummat Islam diartikan "buta huruf". Kalau beliau dianggap buta huruf, maka itu adalah sebuah kesia-siaan saja bila Allah menyapa Nabi Muhammad dengan perintah untuk membaca:
-- AQRA BASM RBK ALDzY KhLQ . AQRA WRBK ALAKRM (S. AL'ALQ, 96:1,3), dibaca:
-- iqra bismi rabbikal ladzi- khalaq . iqra warabbukal akram, artinya:
-- Bacalah dengan nama Tuhanmu yang Mencipta . Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah,

Dalam tulisannya itu Ismail Amin mengemukakan pula ayat-ayat lain tentang Nabi SAW disuruh membaca oleh Allah:
-- WATL 'ALYHM (5:27), wa atlu 'alaihim,
-- bacakanlah kepada mereka
-- WQURaANA FRQNH LTQRAH 'ALY ALNAS (17:106), wa qura-nan faraqna-hu litaqraahu- 'alan na-s,
-- dan Al Quran itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu membacakannya kepada manusia.

Dalam berguru dengan bertatap muka, bertukar pikiran dengan Allahu yarham S. Madjidi, hal pengertian "ummi" ini tidak luput dari pengajian.
"Ustadz apakah memang benar 'ummi' dalam Al-Quran itu maksudnya adalah "buta huruf'?"
Beliau yang terkenal dengan "berani beda pendapat" itu, bahkan menjawab: "Ya, memang buta huruf"
"Tetapi ustadz, ayat yang mula turun, Nabi SAW diperintahkan membaca, bagaimana bisa dikatakan Nabi SAW buta huruf, tidak bisa membaca?"
Beliau menjawab seperti keluar dari topik bahasan: "Shalat tidak sah tanpa Al-Fatihah, paham?"
"Anak TK-pun tahu ttg itu ustadz!"
"Bagaimana dengan orang buta, apa bisa kenal tulisan, faham? Orang buta juga baca Al-Fatihah, faham? Orang buta membaca Al-Quran bukan dari tulisan, paham? Tidak semua orang membaca dari tulisan, faham? Orang bisa membaca dari hafalan, faham? Jadi membaca tidak mesti yang melek huruf, faham?"
Allahu yarham memang sering sekali menutup kalimatnya dengan paham. Itu tidak berarti bahwa beliau marah-marah, melainkan memang begitulah gaya beliau kalau sedang asyik menerangkan.
***

Kalau dalam hal arti kata "ummi" di atas Allahu yarham pendapatnya tidaklah kontroversial, tidaklah berani tampil beda, maka akan saya kutip dari khulasah (abstrak) Disertasi Mas Alim Katu pendapat Allahu yarham yang tampil beda:
S. Madjidi pernah berkhotbah namun tidak melaksanakan shalat Jum'at. Dan ini pernah ditiru murid beliau, Prof H.Halide. Kejadiannya saya sudah lupa tahunnya. Penyelenggara/Panitia Shalat 'Iyd di Universitas Hasanuddin kelabakan, karena khatib yang mestinya membaca Khutbah tidak hadir, karena khatib tsb sudah shalat 'Iyd sehahari sebelumnya berhubung dia itu penganut metode hisab, sedangkan Panitia di Unhas ikut pengumuman pemerintah. Pada waktu itu garis batas antara bulan Ramadhan dengan bulan Syawwal nyaris memotong Makassar, ya seperti keadaannya dalam tahun 1428 H tahun ini. Maka Prof. Halide menyelamatkan keadaan, ia membaca Khutbah 'Iyd, tanpa shalat 'Iyd karena Prof.Halide juga sudah shalat 'Iyd sehari sebelumnya. Kalau Allahu yarham S. Madjidi membaca khutbah Jumat, tanpa shalat, karena beliau waktu itu sedang dalam keadaan musafir. Menurut beliau lagi pada hari Jum'at tidak ada waktu zhuhur, sebab yang lima waktu pada hari Jum'at yaitu Shubuh, Jum'at, 'Ashar, Maghrib, 'Isya. Jadi kalau berhalangan pergi ke masjid untuk shalat Jum'at karena sakit, maka beliau tidak melaksanakan shalat zhuhur, karena menurut beliau waktu zhuhur tidak ada pada hari Jum'at. Pendapat Allahu yarham dalam hal ini tidak ada yang disetujui oleh ketiga murid beliau, sehingga hal ini tidak pernah diekspos. Beliau sendiri tidak menulis buku. Beliau hanya menyerahkan kepada para muridnya untuk menuliskan/mempublikasikan pandangannya, yang tentu saja pandangan yang disetujui oleh para muridnya saja.

Adapun yang akan dikemukakan selanjutnya dari pendapat yang kontroversial, berani tampil beda dari Allahu yarham, yang diteruskan oleh para muridnya (termasuk saya sendiri) antara lain:

Surga tempat tinggal Adam dan isterinya letaknya di bumi. Ada Hadits shahih sanadnya, shahih matannya, tetapi belum final, masih problematis. Allahu yarham melarang muridnya berorganisasi selain Muhammadiyah, tetapi beliau sendiri menjadi anggota partai politik Masyumi (Majlis Syura Muslimin Indonesia). Al-Masjid al-Aqsha dalam ayat (17:1) bukan di Palestina. Namun diminta kesabaran pembaca menunggu dibahas pada Seri 802 yang akan datang, insya-Allah. WaLlahu a'lamu bisshawab.
***

Makassar, 11 November 2007