25 Desember 2011

1006 Bunyi Kaset Rusak

Komunisme sudah dua kali bikin tragedi sejarah, pemberontakan komunisme Madiun yang dikendalikan dari Moscow, Uni Svyet dan pemberontakan G30S/PKI yang dikendalikan dari Beijing (dahulu Pakhia, Peking), RRC. Maka perlu diingatkan:
 
Pertama, tentang tragedi sejarah yang dua kali itu kepada para pengasak-kusuk menegakkan benang basah membela PKI dan bahwa DN Aidit terzalimi, antara lain bunyi kaset rusak seperti ini: "Dalam sejarah trauma pasca 1965 tepatnya setelah peristiwa G30S/PKI dalam bahasa Orba. ... Tak pelak lagi sosok yang bernama Dipa Nusantara Aidit (D.N. Aidit) adalah DPO nomor wahid dalam perburuan militer saat itu." (Mengingat D.N. Aidit dan Kesaksian Lainnya oleh F. Daus AR, Rubrik Budaya, Apresiasi, Harian Fajar, edisi Minggu 27 November 2011)
 
Ungkapan "peristiwa G30S/PKI dalam bahasa Orba" itu bernuansa menegakkan benang basah membela PKI, bertendensi menyalahkan Orba yang menumpas PKI. Gajah mati meningglkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Gading adalah simbol dari perbuatan baik, sedangkan belang adalah sebaliknya, yaitu perlambang perbuatan buruk. Gading Orba yang tidak boleh dilupakan dan tidak boleh dihapuskan yaitu menumpas pemberontakan Partai Komunis Indonesia. Sedangkan belang Orba yang harus ditinggalkan yakni Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), sebagai buah dari kebijakan ekonomi di mana konseptornya adalah para ekonom dalam lembaga Center for Strategic and International Studies (CSIS).
 
Kedua, Ketetapan MPR, yang mengamanatkan kepada Pemerintah untuk melarang penyebaran ajaran komunisme, leninisme dan marxisme. UUD mengamanatkan kepada Pemerintah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, dalam hal ini terhadap racun atheisme dengan mekanisme Tap MPRS No.XXV/MPRS/1966, yang dikukuhkan oleh Tap MPR No.V/MPR/1973, yang melarang penyebaran ajaran komunisme, leninisme dan marxisme. Lagi pula UU No.27 thn 1999 menegaskan pelanggaran terhadap larangan itu adalah tindak pidana.
 
Pemberontakan PKI di Madiun
 
Walaupun teori pertentangan kelas yang berwujud pemberontakan adalah hasil generalisasi yang ceroboh dari Marx, namun kaum komunis sudah menganggapnya doktrin yang dogmatis. Pada Februari 1948 Partai Komunis Indonesia (PKI) dan unsur-unsur kiri dari Partai Sosialis Indonesia (PSI) membentuk sebuah front bersama, yaitu Front Demokratis Rakjat. Front ini tidak bertahan lama, namun unsur-unsur kiri PSI kemudian bergabung dengan PKI. Pada 11 Agustus 1948 Muso kembali ke Jakarta setelah mengembara selama 12 tahun di Uni Soviet. Politbiro PKI dibentuk dengan pemimpinnya antara lain D.N. Aidit, M.H. Lukman dan Njoto.
 
PKI memberontak dengan  memproklamasikan pembentukan "Republik Soviet Indonesia" pada 18 September 1948 di Madiun dengan Muso sebagai presidennya dan Amir Sjarifuddin sebagai perdana menterinya. Pemberontakan ini berhasil ditindas, yaitu pada 30 September 1948 Madiun berhasil dikuasai oleh Divisi Siliwangi. Muso dan Amir Sjarifuddin menemui ajalnya. D.N. Aidit, M.H. Lukman dan Njoto mengungsi ke Republik Rakyat Cina.
 
Pemberontakan G30S/PKI
 
Prolog pemberontakan ada tiga unsur kekuatan yang mendominasi politik Indonesia, yaitu:
 
1. Kekuatan Presiden RI
2. Kekuatan TNI AD
3. Kekuatan PKI
 
Unsur kekuatan Presiden RI, yakni Presiden RI sebagai Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, Perdana Menteri, Pemimpin Besar Revolusi dan Presiden seumur hidup, yakni Ir. Soekarno yang akrab dipanggil Bung Karno. Anggota Kabinet Dwikora masuk dalam unsur kekuatan ini.
 
Unsur kekuatan TNI AD ada dua kubu: Kubu Yani (Letjen TNI Ahmad Yani) dan Kubu Nasution (Letjen TNI Abdul Haris Nasution).
 
Sedangkan unsur PKI berkekuatan sekitar tiga juta anggota. Itu didukung oleh sekitar 17 juta anggota organisasi-organisasi onderbouw PKI seperti BTI, SOBSI dan Gerwani. Dengan jumlah itu PKI merupakan partai komunis terbesar ketiga di dunia setelah RRT dan Uni Soviet. Dalam Pemilu 1957 PKI menempati urutan ke-4. Dan, sebagaimana umumnya partai besar, PKI juga memiliki anggotanya di kabinet. Mereka adalah DN Aidit, Menko/Ketua MPRS, Lukman sebagai Menko Wakil Ketua DPRGR dan Nyoto Menteri Urusan Land-reform.
 
Ketika Kamaruzaman alias Sjam diadili, Sjam mengaku bahwa ketika Bung Karno jatuh sakit, ia dipanggil oleh Aidit ke rumahnya pada tanggal 12 Agustus 1965. Ia mengaku bahwa dirinya diberitahu oleh Aidit mengenai seriusnya sakit Presiden dan adanya kemungkinan Dewan Jenderal mengambil tindakan segera apabila Bung Karno meninggal. Masih menurut Sjam, Aidit memerintahkan dia untuk meninjau kekuatan PKI dan mempersiapkan suatu gerakan. Sjam adalah kepala Biro Khusus PKI sekaligus perwira intelijen AD.
 
Bung Karno pada saat itu menderita sakit parah. Dokter RRT yang didatangkan oleh pimpinan PKI D.N. Aidit yang memeriksa Bung Karno menyatakan bahwa Bung Karno sedang kritis, jika tidak meninggal dunia, Bung Karno dipastikan bakal lumpuh. PKI yang saat itu berhubungan mesra dengan Bung Karno merasa khawatir pimpinan nasional bakal beralih ke tangan AD. PKI tentu tidak menghendaki hal itu, mengingat PKI sudah bermusuhan dengan AD sejak pemberontakan PKI di Madiun, 1948. Begitu PKI mengetahui bahwa Bung Karno sakit keras, mereka menyusun kekuatan untuk merebut kekuasaan. Akhirnya meletus G30S, dan pada 1 Oktober 1965 terjadi pembantaian enam jenderal dan seorang letnan, kemudian jenazah mereka dilemparkan ke dalam sumur sempit di Lubang Buaya.
 
Firman Allah:
-- WLTNZhR NFS MA QDMT LGhD WATQWA ALLH  (S. ALHSyR, 59:18), dibaca: waltanzhur nafsum maa qaddamat lighadin, artinya: 
-- Dan mestilah orang mengkaji masa lalu untuk masa depan.
 
Gading Orba menumpas komunisme perlu dipelihara sedangkan sebaliknya belang Orba berupa KKN perlu ditingkatkan membersihkannya. WaLlahu a'lamu bisshawab.
 
*** Makassar, 25 Desember 2011