12 Februari 2012

1012 Praduga Bersalah dan Tafakkur dalam Konteks Maulid

Angelina Sondakh sudah dijadikan tersangka. Beberapa kalangan memberikan komentar bahwa prinsip praduga tak bersalah hendaknya tetap menjadi pegangan. Dalam hal prinsip tsb. kita merasa perlu berkomentar. Prinsip itu hanya terkait dalam sidang pengadilan. Di luar itu tidaklah demikian. Penyidik terhadap tersangka bukankah itu sesungguhnya atas dasar praduga bersalah ? Jika telah diundangkan pembuktian terbalik yang insya-Allah niscaya efektif dan efisien dalam menaklukkan koruptor, juga berdasar atas praduga bersalah! Sedangkan dalam kalangan opini tau jaiya, rakyat jelata, mereka tidak begitu perduli dengan legalistik formal.
 
Yang lebih penting dalam hal Angie sudah dijadikan tersangka, maka terbukalah pintu masuk untuk dapat melakukan penyelidikan yang lebih intensif, kemuadian meningkat pada penyidikan untuk menjadikan tersangka kedua nama-sandi bos besar dan ketua besar, yang sebenarnya sudah dapat diraba oleh khalayak yang tidak berpikir legalistik formal.
 
***
 
Patut kita tafakkur (tepekur) dalam konteks Maulid dalam situasi hidup hedonistis yang larut dalam sikap rakus pesona dunia dalam kalangan para petinggi dalam lembaga legislatif, eksekutuf dan yudikatif. Maka kita perlu ingatkan untuk merujuk kepada Nabi saw sebagai uswatun hasanah (teladan yang baik) utamanya dalam hal kepemimpinan.
 
Dikatakan dalam lembaga legislatif, yaitu hiruk-pikuk Badan Anggaran (Banggar) DPR sudah lebih dari cukup menggambarkan sikap rakus itu. Lihat saja catatan Sekretariat DPR tahun 2012: langganan jasa internet (Rp 3,47 miliar), pemeliharaan dan biaya makan rusa (Rp 598,3 miliar), pengharum ruangan (Rp 16 miliar), renovasi ruang kerja Banggar (Rp 20,3 miliar), kalender (Rp 1,3 miliar), pekerjaan servis kompleks DPR Kalibata (Rp 36,3 miliar).
 
Dikatakan dalam lembaga eksekutif, sudah ada 76 kepala daerah yang telah menjadi tersangka, lagi dan lagi penyalahgunaan kekuasaan yang berpangkal pada praktik korupsi. Otonomi yang seharusnya memberikan barakah bagi seluruh rakyat Indonesia, dengan tujuan kesejahteraan terdistribusi merata ke sejumlah daerah ternyata berwujud menjadi kekerasan struktural yang berakar dari pemberian surat izin investor menjadi penyebab timbulnya "kekerasan fisik", yaitu penduduk yang "dirampas" lahannya secara formal legalistik bentrok berhadapan pengawal investor.
 
Dikatakan dalam lembaga yudikatif, yaitu hukum hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas, dan berjubelnya mafia peradilan. Tajam kepada yang dianggap pencuri sandal, pencuri buah yang harga segobang, tetapi tumpul ke atas para petinggi Parpol yang memegang tampuk kekuasaan. Dengan "naik pangkatnya" Angelina Sondakh menjadi tersangka dan insya-Allah akan menyusul pula para petinggi Parpol yang lain baik yang duduk di lembaga eksekutif maupun tidak, maka oleh KPK hukum sudah mulai tajam ke atas.
 
Sekali lagi kita ingatkan dalam konteks Maulid, yaitu keteladanan pada sikap Rasulullah saw terhadap rakyat lapisan bawah. Firman Allah:
-- LQD JAaKM RSWL MN ANFSKM 'AZYZ 'ALYHI MA 'ANTM HRYSh 'ALYKM BALMWaMNYN RaWF RhYM (S. ALTWBT, 9:128), dibaca: laqad jaa-akum rasuulum min anfusikum 'aziizun alayhi maa 'anittum hariishun 'alaykum bilmu'miniina rauufur rahiim (s. attawbah), artinya:
-- Sungguh-sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari golongan kamu sendiri, yang menjadi sangat berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (kebaikan) bagi kamu, (dan) menumpahkan perasaan belas serta kasih sayangnya kepada para mukminin (S. Al-Tawbah, 9:128).
 
Jiwa ayat di atas itu ialah rakyat hanya akan mendengarkan seruan pimpinannya, hanya jika pimpinannya itu dari kalangan mereka yang tidak mati-rasa, yang ikut merasakan penderitaan rakyatnya.
 
Alhasil hendaknya kita tepekur bahwa kesemrautan semua itu terjadi, pertama dari sikap hedonistik pada kebanyakan (tidak semuanya) petinggi dalam lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif, dan kedua, dan ini lebih menyebabkan kesemrautan yaitu politik yang tidak memihak kepada rakyat karena sistem neo-liberal yang dianut oleh pucuk pimpinan penguasa Republik ini.
.
Wallahu a'lamu bi al-shawab.
 
*** Makassar, 12 Februari 2012