19 Juni 1994

132. Political Will dan Hajat Hidup Orang Banyak

Menurut sumber yang layak dipercaya, Menteri Penerangan Harmoko yang menjadi Amiru lHajj pada waktu masih di Tanah Suci konsep PP No.20/1994 diparaf oleh para menteri yang terkait, kecuali Menteri Penerangan. Ia digantikan oleh Dirjennya memparaf konsep PP No.20/1994 tersebut. Tatkala Menteri Harmoko tiba di tanah air kembali dari menunaikan ibadah haji, konsep itu telah berwujud PP No.20/1994. Kita salut pada Menteri Harmoko yang secara terbuka menyatakan ketidak-setujuannya terhadap bagian PP No.20/1994 itu yang menyangkut tanggung-jawabnya: media masa, karena memang itu tidak senada dengan UU Pokok Pers No.11 tahun 1966: pemilik modal suatu penerbitan pers harus warga negara Indonesia. Sebagai seorang menteri ia adalah seorang pembantu Presiden yang baik, yang tidak menerima begitu saja tanpa reserve.

Seyogianya bagian dari PP No.20/1994 yang bertentangan dengan Undang-Undang, yang dalam hal ini UU Pokok Pers No.11 tahun 1966, dikeluarkan saja dari tubuh PP No.20/1994 itu. Kita katakan seyogianya, bukan semestinya, oleh karena dalam keadaan tertentu political will itu lebih kuat dari peraturan perundang-undangan. Lihat saja contohnya seamsal nama Makassar dengan Ujung Pandang. Seyogianya Makassar yang dipakai, bukan Ujung Pandang, oleh karena sumber hukum penamaan Makassar (Undang-Undang) lebih tinggi dari sumber hukum penamaan Ujung Pandang (Peraturan Pemerintah). Namun hal itu tidak terjadi oleh karena political will lebih kuat dari ketentuan peraturan perundang-undangan, karena situasi menghendaki demikian, yaitu Gowa, Maros dan Pangkep tidak bersedia memberikan bagian kecil dari daerah mereka untuk perluasan Kota Madya ini, jika tetap disebut dengan Kota Madya Makassar. Menurut kenyataannya suatu proses yang berlangsung karena political will rupanya mengikuti hukum mekanika, yaitu Hukum Newton kedua, sebuah benda yang bergerak karena digerakkan oleh gaya akan terus bergerak hingga ada gaya yang menghentikannya. Demikian pula halnya dengan penamaan Ujung Pandang yang mencuat karena political will akan terus mencuat hingga ada political will pula yang menghentikan pencuatannya.

Kembali pada PP No.20/1994 yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada investor asing untuk menguasai saham patungan/menanamkan modal dalam beberapa bidang vital: pelabuhan, penerbangan, listrik untuk umum, kereta api, miyak, air minum, dan media massa bukan hanya sekadar menyentuh satu tingkat sumber hukum yang di atasnya (Undang-Undang), melainkan menyentuh pula sumber hukum yang tiga tingkat di atasnya (Undang-Undang Dasar 1945).

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33, ayat 2 dan 3 dapat kita baca: Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat. Hajat hidup orang banyak dalam pasal 33 ayat 2 dijelaskan oleh ayat 3 dengan kalimat bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, yang secara mudah dapat dibaca dalam PP No.20/1994: listrik untuk umum, kereta api, miyak, air minum, dan media massa. Itu semuanya harus dikuasai oleh negara. Bahwa tanda tangan Presiden pada setiap penanaman modal asing yang menyangkut hajat hidup orang banyak itu dapatlah diartikan sebagai jaminan bahwa itu tetap dikuasai oleh negara. Political will mengenai diundangnya perusahaan asing menanamkan modalnya melalui seleksi ketat oleh tanda tangan Presiden dapat kita fahami oleh karena PJP II membutuhkan dana yang tidak kecil. Situasi menghadapi PJP II ini tidaklah seenak seperti pada waktu lalu ketika kita sangat beruntung, yaitu tatkala kita mulai memasuki PJP I harga minyak bumi melesat melambung tinggi secara tajam dari $6 per barrel menjadi $20 per barrel.

Arkian, bagaimana pula menurut Syari'at Islam tentang hajat hidup orang banyak ini? Bacalah Hadits RasuluLlah yang berikut ini:
Li nNa-si Syuraka-u fiy Tsala-tsin: al Ma-i, wa lKalai, wa NNa-ri (Rawa-hu Ahmad wa Abuw Da-wud), artinya: Hajat hidup orang banyak ada tiga: Air, padang rumput dan api.

Secara kontekstual air dapat bermakna air minum, air untuk irigasi, air untuk pembangkit tenaga listrik, terusan air untuk lalu-lintas air, padang rumput di tempat yang tidak ada padang rumput dapat bermakna apa saja yang erat hubungannya dengan sumberdaya alam bagi ternak, sedangkan api dapat bermakna bahan bakar konvensional (bahan bakar fosil: minyak bumi dan batu bara) maupun bahan bakar non-konvensional (bahan bakar nuklir). WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 19 Juni 1994