9 Oktober 1994

148. Pasca-ICPD, What Next?

International Confrence on Population and Development (ICPD), Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan, pada 5 - 13 September 1994 di gedung Cairo International Conventio Center sangat kontroversial, membangkitkan protes beberapa negara seperti Arab Saudi, Sudan, Libanon, Irak, Nauru, Lichtenstein dan Maroko, karena mengandung materi jahiliyah modern, yaitu: legalisasi abortus, legalisasi perkawinan sejenis (homo-lesbian), legalisasi hubungan sex pranikah dan pemasyarakatan kondom. Abortus, perkawinan sejenis, hubungan sex pranikah dan pemasyarakatan kondom dianggap sebagai mekanisme pengendalian kelahiran (birth control). Walaupun upaya penggunaan mekanisme pengendalian kelahiran yang diperinci di atas itu dapat digagalkan dalam arti tidak mesti dilaksanakan oleh negara-negara anggota peserta konfrensi tersebut, namun telah membuka mata kita, bagaimana derasnya arus nilai jahiliyah modern dalam badan dunia PBB tersebut. Upaya pemanfaatan badan dunia PBB oleh para penganut jahiliyah modern tersebut dalam menyebarkan virus jahiliyah modern itu, niscaya tidaklah berhenti setelah ICPD di Kairo itu, dan ini perlu diwaspadai, karena virus tersebut lebih dahsyat daya rusaknya ketimbang virus penyebab penyakit AIDS.

Tak jemu-jemunya kita kemukakan peringatan Allah dengan FirmanNya dalam S.Al Anfa-l 25:
Wattaquw Fitnatan la- Tushiybanna Lladziyna Zhalamuw Minkum Kha-shshatan ...., hindarkanlah bencana dahsyat (parahara) yang tidak hanya secara khusus menimpa orang-orang zalim saja di antara kamu. Sudah saya jelaskan dalam Seri 137 mengapa ittaquw tidak saya terjemahkan dengan takutlah, dan mengapa fitnah tidak saya terjemahkan dengan cobaan, oleh karena tiga pertimbangan. Pertama, Ittaquw berasal dari akar kata yang dibentuk oleh ketiga huruf: waw, qaf, ya yang artinya menjaga diri sehingga terhindar, terpelihara. Yang kedua, terhadap orang zalim tidak ada cobaan. Yang ketiga, kata fitnah dalam bahasa Indonesia tidak sama pengertiannya dengan fitnah dalam bahasa Al Quran. Fitnah dalam bahasa Indonesia bermakna menyebarkan isu tentang ucapan ataupun perbuatan orang yang sesungguhnya tidak diucapkan dan tidak dilakukan oleh orang itu.
Upaya yang dilancarkan oleh para penganut jahiliyah modern dalam badan dunia PBB di Kairo, itulah antara lain contoh yang dimaksud dengan bahasa Al Quran: fitnah.

What next? Pertanyaan dalam judul di atas itu kita tujukan kepada negeri-negeri belahan bumi bagian selatan, yang biasa disebut dengan Dunia Ketiga (the 3rd World). Mengapa? Karena negeri-negeri Selatan sangat patut menuntut keadilan kepada negeri-negeri Utara. Dalam ICPD di Kairo itu, huruf P itu ditujukan kepada negeri-negeri Selatan. Tidakkah terpikir oleh negeri-negeri Selatan untuk juga melancarkan kampanye dalam badan dunia PBB itu tentang hal pengendalian "penduduk" budak-budak tenaga (energy slaves population) dalam kalangan negeri-negeri Utara?

Birth control on energy slaves ini di negeri-negeri Utara tidak kurang, bahkan lebih penting dari pengendalian penduduk di negeri-negeri Selatan. Pertumbuhan "penduduk" budak-budak tenaga yang berupa mesin-mesin konversi tenaga di negeri-negeri Utara sudah dalam taraf kritis, bahkan lebih kritis dari pertambahan penduduk di negeri-negeri Selatan.

Pencemaran udara dalam wujud pencemaran thermal (panas) oleh CO2, yang menaikkan suhu global, berasal dari kotoran budak-budak tenaga itu. Bahan makanan yaitu bahan bakar konvensional yang berupa bahan bakar fosil (minyak bumi) yang dimakan oleh budak-budak tenaga itu menjadi penyebab ketegangan dunia, bahkan meledak menjadi peperangan, seperti perang teluk yang dahsyat beberapa tahun yang lalu.

What next? Setelah IPCD di Kairo itu, maka perlu pula tindak lanjut berupa International Confrence on Energy Slaves Explotion Control. Barangkali Indonesia dapat aktif memprakarsai terwujudnya ICESEC itu. Ada dua hal pertimbangan mengapa Indonesia elok rasanya aktif menjadi pemrakarsa: Pertama, Indonesia mengaplikasikan strategi teknologi tepat guna dalam pembangunan seperti tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. Dengan teknologi tepat guna dapat dicapai titik optimum dari dua kriteria yang bertentangan, yaitu kebutuhan mesin-mesin konversi tenaga untuk pertumbuhan ekonomi pada pihak yang satu, yang bertolak belakang dengan pencemaran CO2 yang ditimbulkan oleh mesin-mesin konversi tenaga itu pada pihak yang lain. Yang kedua, Indonesia adalah ketua Negara-negara Non-Blok. Maka, BismiLlah!, wajarlah apabila Indonesia menjadi pemrakarsa ICESEC. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 9 Oktober 1994