23 Oktober 1994

150. Ujicoba yang Mubadzdzir

Tersebutlah seorang teknisi yang membuat ujicoba yang mubadzdzir. Ia melihat gampangnya saja. Ia merasa sudah cukup dengan melihat data input tekanan fluida kerja dan data daya output yang dikonversikan oleh sebuah turbin air. Ia kemudian membuat turbin uap dengan data input dan output yang sama dengan data input dan output pada turbin air itu. Ia mempergunakan material turbin uap yang sama dengan material turbin air itu, sebab ia pikir data input dan outputnya sudah sama.

Apa yang terjadi, setiap selesai membuat turbin uap kemudian mengadakan ujicoba, hasilnya selalu gagal, sudu-sudunya patah menyusul porosnyapun patah. Apabila konstruksi turbin uap yang demikian itu disodorkan kepada seorang yang mengerti, yaitu sarjana teknik mesin, ia tidak akan mau mengadakan ujicoba. Kalau sarjana teknik mesin itu tahu sedikit tentang sastera, ia akan mengatakan:

Arang habis, besi binasa. Tukang bekerja, penat saja.

Atau dengan bahasa Al Quran: Mubadzdzir. Ini dilarang Allah:
.....wa la- Tubadzdzir Tabdziyran, ..... dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (tenaga, pikiran dan dana) secara boros (S.Isra-,26).

Mengapa ujicoba itu selalu gagal? Ada dua kondisi yang luput dari pemikiran sang teknisi. Pertama, turbin uap itu akan mengalami tegangan termal (thermal stress), sedangkan pada turbin air tidak, oleh karena keduanya beroperasi dalam kondisi suhu yang berbeda. Yang kedua, putaran poros turbin air rendah, pada turbin uap tinggi, sehingga kondisi berputar poros turbin air
tidak dalam daerah putaran kritis, jadi tidak akan patah. Sedangkan perputaran poros turbin uap berada dalam daerah putaran kritis, maka patahlah poros itu.

***

Nilai mutlak bersumber dari Yang Maha Mutlak. Nilai relatif bersumber dari akal budi manusia yang disebut nilai budaya. Setiap bangsa mempunyai nilai budaya sendiri. Dalam rentang waktu yang lama nilai budaya itu itu berproses berkristal menjadi nilai utama. Nilai utama itu diperkaya dengan nilai-nilai instrumental dan nilai-nilai operasional.

Nilai-nilai instrumental lebih diarahkan ke dalam, yaitu diambil dari nilai-nilai budaya daerah. Seumpama nilai siri' sangat berguna dijadikan sebagai nilai instrumental dari kemanusiaan dan nilai pacce menjadi nilai instrumental untuk persatuan bangsa.

Nilai-nilai operasional lebih diarahkan keluar, diambil dari negara-negara maju, seumpama nilai operasional kinerja (performance) dalam organisasi dan teknologi. Salah satu jenis nilai kinerja dalam organisasi ialah lima hari kerja. Oleh karena nilai kinerja itu diambil dari luar, maka belumlah tentu sesuai benar dengan kondisi kita. Maka haruslah diujicoba dahulu.

Namun dalam hal ujicoba lima hari kerja di bidang pendidikan tidak ubahnya dengan perumpamaan di atas: turbin air dan turbin uap. Ujicoba lima hari kerja di bidang pendidikan yang dijalankan sekarang, ternyata tanpa perhitungan cermat lebih dahulu, ibarat ujicoba yang dikerjakan oleh sang teknisi di atas tadi. Anak-anak didik itu tak ubahnya sebagai material pada turbin itu. Yaitu anak-anak didik pada negara maju ibarat material pada turbin air. Anak-anak didik kita ibarat material pada turbin uap. Anak-anak didik kita mengalami thermal stress, karena ruang belajarnya tidak ber-AC. Anak-anak didik kita ibarat poros turbin uap yang putarannya tinggi, intensitas belajarnya menjadi 8 + 2 jam sehari, jadi memikul beban yang lebih berat ketimbang rekan-rekannya di negara maju. Mengapa? Sehabis sekolah mereka masuk Madrasah Diniyah, atau sekurang-kurangnya belajar mengaji Al Quran, ataupun membantu orang tuanya mencari nafkah. Ibarat turbin uap yang patah porosnya, anak-anak kita akan berhenti masuk Madrasah Diniyah, atau berhenti mengaji, atau berhenti membantu orang tuanya mencari nafkah. Tanpa ujicoba kita sudah
dapat memperhitungkan, turbin uap itu akan patah porosnya!

Maka sesungguhnya tidaklah perlu mengadakan ujicoba, seperti sikap sarjana teknik mesin yang disodorkan padanya turbin uap dengan material yang sama dengan turbin air. Sebab insya Allah akan gagal, seperti gagalnya ujicoba yang dikerjakan oleh teknisi di atas itu. Ujicoba baru ada artinya apabila diadakan pengkondisian lebih dahulu: Ruangan belajar yang sejuk dan kurikulum sekolah negeri yang dapat menampung apa yang telah diberikan oleh Madrasah Diniyah, atau oleh guru-guru mengaji.

Mampukah kita menjadikan semua ruang belajar anak-anak kita ber-AC? Mampukah kita menampung di dalam kurikulum sekolah negeri apa yang dapat diberikan oleh Madrasah Diniyah dan guru-guru mengaji itu dalam rentang waktu lima hari kerja, untuk dapat menempa anak-anak didik kita menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas seperti yang dikehendaki oleh tujuan pendidikan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, yaitu manusia yang bertaqwa?

Kita bergembira membaca di koran (Fajar, 19 Oktober 1994, halaman 5) dengan judul berita: Ujicoba Lima Hari Sekolah Dihentikan. Kakandep Dikbud Terima Telepon Kakanwil dan Laporan dari Sekolah. AlhamduliLlah, ujicoba yang menguras tenaga, pikiran dan dana ekstra dari orang tua murid untuk ongkos makan siang telah dihentikan. Sebab menguras tenaga, pikiran dan dana untuk hal yang sebenarnya tidak perlu, termasuk Tubadzdzir Tabdziyran.

*** Makassar, 23 Oktober 1994