22 Januari 1995

161. Tujuan Mengkaji Ayat-Ayat Allah

Ada tiga jenis ayat Allah: ayat alKubra-, ayat Qawliyah dan ayat Kawniyah. Ayat al Kubra- tidak dapat kita kaji, oleh karena tidak dapat ditangkap pancaindera. Ayat al Kubra- hanya disaksikan oleh seorang manusia yang berpangkat Nabi dan Rasul, yaitu Nabi Muhammad RasuluLlah SAW, pada waktu Mi'raj (S.AnNajm,18). Ayat Qawliyah, adalah ayat verbal, diucapkan oleh Nabi Muhammad SAW bersumberkan wahyu, yang berwujud ayat-ayat Al Quran. Ayat Qawliyah atau verbal ini dapat dikaji, oleh karena dapat ditangkap oleh mata dalam wujudnya yang tertulis (Al Kitab) dan dapat ditangkap oleh telinga dalam wujud bacaan (Al Quran). Ayat Kawniyah adalah semua makhluk ciptaan Allah SWT yang dapat ditangkap oleh pancaindera baik secara langsung maupun dengan melalui instrumen. Yaitu yang dalam pengertian sehari-hari dikenal dengan alam syahadah (physical world) dan kebudayaan masyarakat manusia.

Tujuan(*) mengkaji ayat Qawliyah dan Kawniyah pertama-tama adalah untuk mendapatkan Rusyd, yaitu liYuthmainna Qalb, untuk keteguhan iman masuk dan bersemayam di dalam qalbu melalui jalur intelek, membuka qalbu terhadap hidayat dari Allah SWT. Inilah makna dari berdzikir dan berpikir. Orang yang mendapatkan Rusyd inilah yang disebut Ulu lAlba-b.

Tujuan yang kedua adalah untuk saling silang menjelaskan makna kedua jenis ayat itu. Artinya dengan mengkaji itu ayat Qawliyah dapat lebih memperjelas makna ayat Kawniyah demikian pula sebaliknya ayat Kawniyah dapat lebih memperjelas ayat Qawliyah.

Tujuan yang ketiga adalah berhubungan dengan tugas manusia sebagai Khalifah Allah di muka bumi. Yaitu untuk memelihara ayat Kawniyah: kesejahteraan ummat manusia, memelihara binatang, tumbuh-tumbuhan dan lingkungan hidup. Wa ma- Arsalna-ka illa- Rahmatan lil'A-lamiyna, dan tidaklah Kami utus engkau (hai Muhammad) melainkan untuk rahmat bagi alam (S.AlAnbiya-,107).

Sebagai contoh untuk tujuan yang pertama, belum lama ini telah pernah dikemukakan dalam Seri 155, tentang aplikasi Hukum Thermodinamika Kedua dalam cakrawala yang lebih luas dari Iptek.

Adapun dalam Seri 161 ini akan dikemukakan sebuah ayat Qawliyah sebagai contoh untuk tujuan yang kedua dan ketiga.

Wa Arsalna- rRiya-ha Lawa-qiha faAnzalna- mina sSama-i Ma-an faAsqayna-kumuwhu waMa- Antum laHu- biKha-ziniyn, dan Kami kirimkan angin untuk menabur benih, dan/lalu Kami turunkan hujan dari langit, dan/lalu Kami beri minum kamu dengannya, dan sekali-kali bukanlah kamu bendaharanya (S. Al Hijr, 22).

Dalam tafsir-tafsir umumnya Lawaqiha ditujukan pada tumbuh-tumbuhan. Artinya angin itu dikirimkan Allah untuk menabur benih tumbuh-tumbuhan, apakah berupa tepung sari yang akan membuahi putik, ataupun berupa spora, maupun berupa biji-biji yang bersayap yang mudah diterbangkan angin. Namun apabila disimak, kalimah Lawa-qiha, (menabur benih), diikuti oleh fa yang berarti maka/lalu, sehingga itu berarti bahwa Anzalna- mina sSama-i Ma-an, (Kami turunkan hujan dari langit), adalah kelanjutan dari menabur benih. Artinya ayat itu bermakna pula: lalu Kami tiupkan angin untuk menabur benih pada awan, lalu dengan itu Kami turunkan hujan dari langit.

Untuk dapat memahami menabur benih pada awan, yaitu benih apa yang ditabur, dari mana asalnya benih yang ditabur itu, maka perlu penjelasan dari ayat Kawniyah tentang terjadinya hujan. Hal ini telah dijelaskan panjang lebar dalam Seri 038, perihal menabur awan terjemahan dari seeding the clouds (Inggeris) ataupun het enten van wolken (Belanda). Secara singkat akan diulangi.

Bagaimana proses terbentuknya hujan dari awan merupakan masalah yang musykil, memusingkan para pakar. Pasalnya ialah walaupun suhu awan sudah jauh di bawah titik beku, air masih berbentuk uap. Seharusnya dalam suhu yang rendah itu sudah terbentuk butir-butir kristal es dari awan itu.

Seorang pakar bernama John Aitken berteori bahwa kristal es baru dapat terbentuk apabila ada zat yang halus sekali apakah debu atau materi lain, yang menjadi inti butir-butir kristal itu. Tanpa zat halus itu tak mungkin terbentuk butir-butir kristal itu. Vonnegut berupaya untuk membuktikan teori Aitken itu secara experimental. Ia juga mendalami teori kristal es bersisi enam
dari seorang pakar bernama Findeisen. Vonnegut berkesimpulan bahwa inti itu di samping halus harus memenuhi bentuk sisi enam. Akhirnya ia mendapatkan zat kimia yang memenuhi persyaratan itu:iodida perak. Zat ini dicoba Vonnegut untuk menabur awan, dan hujan turun.

Allah mengirim angin untuk menabur benih pada awan. Benih yang ditabur itu adalah zat-zat halus yang menjadi inti untuk pembentukan butir-butir kristal es. Dari mana asalnya zat-zat halus yang ditiup angin itu? Itu berasal dari debu-debu meteor yang dibakar habis oleh atmosfer bumi, akibat gesekan yang sengit.

Untuk tujuan yang ketiga ialah air itu adalah milik Allah, wama- Antum lahu biKha-ziniyna, sekali-kali bukanlah kamu bendaharanya. Air itu adalah untuk kepentingan orang banyak. Li nNa-si Syuraka-u fiy Tsala-tsin: al Ma-u, wa lKalau, wa nNaru (Rawa-hu Ahmad wa Abuw Da-wud), hajat hidup orang banyak ada tiga: Air, padang rumput dan api. Padang rumput secara kontekstual dapat dikiaskan pada kekayaan alam yang dikandung oleh bumi, baik di atasnya seperti udara segar, tenaga angin, maupun pada permukaannya yaitu padang rumput dan hutan, ataupun yang ada di dalamnya, yaitu mineral. AlhamduliLlah bangsa Indonesia menyadari akan hal itu: "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat." (UUD 1945, psl.33:3). Sedangkan kata api dalam Hadits tersebut mengisyaratkan bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu-bara) dan bahan bakar nuklir. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 22 Januari 1995
-------------------------------
Falsafah ilmu sedikitnya mempertanyakan tiga hal: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Yang pertama, ontologi, berkenaan dengan objek pengetahuan. Yang kedua, epistemologi, berkaitan dengan prinsip-prinsip dan cara memperoleh pengetahuanh. Sedangkan yang ketiga, aksiologi, berhubungan dengan tujuan mempelajari ilmu.