22 Januari 1995

162. Gerilyawan Chechnya dengan Ikat Kepala Hijau dari Gunung Kaukasia

Apabila sebuah negeri memerintah sebuah negeri yang letaknya jauh, disebut menjajah. Tetapi apabila letak negeri yang memerintah dengan negeri yang diperintah letaknya berbatasan disebut mencaplok. Jadi secara verbal pencaplokan adalah penjajahan jarak dekat, secara substansial penjajahan tidak ada bedanya dengan pencaplokan. Kazakstan, Kirgistan dan Tajikistan termasuk negeri-negeri Islam yang dicaplok menjadi negara bagian oleh Uni Sovyet yang komunis. Chechnya adalah sebuah negeri Islam yang dicaplok menjadi provinsi dalam federasi Rusia sejak zaman Tsar yang feodalistik, kemudian di zaman Rusia yang komunis hingga zaman Rusia yang demokratis(?).

Karena pencaplokan itu berwujud provinsi dalam federasi, maka setiap gerakan dan perang kemerdekaan Chechnya dianggap masalah dalam negeri Rusia, sehingga perang kemerdekaan Chechnya di mata Moskow adalah pemberontakan yang bersifat separatis. Seperti misalnya perang kemerdekaan yang dipimpin oleh seorang syaikh dari tariqat anNaqsyabandiyah, yaitu pahlawan legendaris Chechnya Syaikh Syamil yang mengangkat senjata selama 34 tahun (1825 - 1859). Kemudian perlawanan mujahidin Chechnya yang disemangati oleh tariqat tersebut diteruskan oleh Imam Mansur, seorang syaikh dari Bukhara. Perlawanan bersenjata yang disemangati tariqat itu terhadap Rusia tak pernah padam sampai terjadinya revolusi Bolshevik (1917), bahkan pengaruh tariqat ini masih terlihat dalam perlawanan bersenjata dari gerakan Basmachi di zaman Uni Sovyet (1920).

Dalam proses pengambilan kekuasaan dari tangan Mikhail Gorbachev, Yeltsin menyerukan agar negara-negara bagian yang tergabung dalam Uni Sovyet melepaskan diri. Kampanye itu berhasil. Ukraina, Kazakstan, Kirgistan, Tajikistan dll melepaskan diri dari Uni Sovyet. Yeltsin termakan ucapannya sendiri, dan menjadi bumerang bagi federasi Rusia. Sebab mantan Marsekal Angkatan Udara Rusia Jenderal Muslim Dzokhar Dudayev memproklamasikan kemerdekaan Chechnya pada 27 Oktober 1991 dan Dudayev sendiri diangkat menjadi presiden yang pertama. Yeltsin ibarat menemukan buah simalakama, dimakan mati ayah, tidak dimakan mati ibu. Apabila Yeltsin menindak Dudayev, berarti ia makan buah simalakama artinya Yeltsin memakan ucapannya sendiri, karena ia berkampanye menyuruh orang melepaskan diri. Apabila Yeltsin membiarkan Dudayev, yaitu tidak makan buah simalakama, berbahaya bagi integritas federasi Rusia, jangan-jangan diikuti pula negeri-negeri berdekatan seperti Ossetia Utara, Ingushetia, Dagestan dll. Yeltsin memilih mati ayah, makan buah simalakama. Yeltsin bekerja sama dengan lawan politiknya yaitu Ruslan Khasbulatov orang Chechnya, ketua Parlemen Rusia, pemimpin garis keras komunis. Dipersiapkanlah kekuatan militer untuk menyerang Chechnya. Parlemen Rusia yang mengutuk invasi militer gaya Uni Sovyet di Afghanistan menggagalkan upaya Yeltsin dan Khasbulatov itu.

Yeltsin lalu menindak Dudayev melalui jalur politik dan ekonomi. Avturkhanov, kaki tangan Yeltsin di Grozny, beroposisi dengan alasan Dudayev menghancurkan perekonomian Chechnya. Memang perekonomian Chechnya lumpuh, tetapi bukan karena Dudayev melainkan hasil ulah Yeltsin melancarkan embargo udara atas Grozny. Kemudian gerakan oposisi Avturkhanov dibantu pula oleh Khasbulatov yang pulang ke Grozny setelah keluar dari penjara Kremlin. Melihat keadaan perekonomian Chechnya yang sudah lumpuh, ronrongan oposisi makin sengit, Yeltsin memperkirakan pemerintahan Dudayev sudah tidak lagi populer di mata rakyat Chechnya, sehingga situasi sudah matang untuk menindak Dudayev dengan kekuatan senjata. Maka tanpa minta izin Parlemen, pada 11 Desember 1994 Yeltsin mengerahkan 40.000 tentara angkatan darat Rusia menyerang Grozny, kemudian menyusul pemboman oleh pesawat-pesawat tempur angkatan udara.

Yeltsin meleset perkiraannya. Ternyata Dudayev tidak hilang pamornya di mata rakyatnya. Ultimatum Yeltsin dicuekkan, gempuran tentera Rusia disambut dengan semangat jihad oleh rakyat Chechnya yang sipil maupun militer. Mayat-mayat tentera Rusia bergelimpangan, tank-tank dihancurkan. Pertempuran berlangsung sengit setapak demi setapak dari gedung ke gedung. Buah simalakama yang dimakan Yeltsin dibayar dengan harga yang mahal. Walaupun nanti kota Grozny seluruhnya jatuh, belumlah berarti pertempuran di Chechnya akan berakhir. Sebelum istana Kepresidenan di Grozny jatuh ke tangan Rusia, Mingguan Jerman Die Welt am Sonntag memberitakan Dudayev berbicara dari dalam istana Kepresidenan dengan latar belakang dentuman tembakan artileri.

Dalam wawancara 15 menit melalui telepon satelit dengan Mingguan tersebut Dudayev mengatakan bahwa perang di Chechnya dapat berlangsung lebih lama dari invasi Uni Sovyet ke Afghanistan yang 10 tahun itu. Ini isyarat Dudayev untuk melakukan perang gerilya, seperti gerilyawan mujahidin Afghanistan, kota-kota boleh diduduki Rusia tetapi di luar kota menjadi neraka bagi pasukan Rusia. Ucapan Dudayev tentu bukanlah gertak sambal. Ribuan tentara Rusia dan ratusan tank tidak akan mampu melindungi saluran minyak yang menghubungkan kilang minyak Rusia di pinggir Laut Kaspia dengan Georgia, sebab cabang segi tiga saluran pipa minyak ada di Chechnya. Bila pipa ini dihancurkan atau dibocorkan mujahidin Chechnya, perekonomian Rusia akan lumpuh.

Bagi Rusia menurut keterangan wakil pemerintah Rusia yang dikirim ke Jakarta, perang di Grozny bukanlah perang agama, akan tetapi bagi ummat Islam Chechnya itu adalah perang ghazivat, perang agama:
Udzina liLladziyna Yuqa-taluwna biAnnahum Zhulimuw, telah diizinkan berperang bagi mereka yang dizalimi (S.AlHajj,39).

Nanti kelak jika kota-kota di Chechnya jatuh, pertempuran di Chechnya mungkin tidak lagi diberitakan media cetak dan elektronika. Diberitakan atau tidak, Chechnya akan menjadi Afghanistan kedua. Dari Gunung Kaukasia dengan ikat kepala hijau, warna simbol Islam, gerilyawan mujahidin Chechnya melancarkan perang sabil, alJiha-du fiy Sabiyli Llahi. WaLlahu a'lamu bishshawab

*** Makassar, 29 Januari 1995