12 Februari 1995

164. Puasa dan Super-Ego

Adapun naluri kebinatangan dalam diri manusia dideteksi oleh para malaikat, sehingga para malaikat itu menyampaikan pernyataan dengan nada kurang setuju terhadap Allah SWT yang akan menciptakan Kahlifah dari jenis manusia di atas bumi ini.

Wa idz Qa-la Rabbuka li lMala-ikati inniy Ja-'ilan fiy lArdhi Khalifatan Qa-luw Ataj'alu fiyha Man Yufsidu fiyha wa Yasfiku dDima-a, .... Ingatlah ketika Maha Pengaturmu berkata kepada para Malaikat: sesungguhNya Aku hendak menjadikan khalifah di bumi, berkatalah (para Malaikat): Mengapa Engkau akan menjadikan (Khalifah dari jenis manusia) di bumi, yang akan merusak di atasnya, akan menumpahkan darah di atasnya, ....

Maka dalam bulan Ramadhan ini Allah memerintahkan kita ummat Islam untuk berpuasa, sebagai latihan bagi Tenaga Ruhaniyah kita untuk melawan Nafsun Ammarah dalam diri kita. Tenaga Ruhaniyah yang melawan kemudian mengendalikan Nafsun Ammarah dalam diri kita, itulah yang dimaksud dengan Jiha-du lAkbar. Nafsun Ammarah itu adalah naluri mempertahankan diri dan meningkatkan kehidupan material dalam diri manusia. Makan kalau lapar, minum kalau haus, melawan atau mengambil langkah seribu kalau diserang, itu karena naluri mempertahankan hidup, melakukan hubungan sex karena naluri mempertahankan keturunan. Jadi sesungguhnya Nafsun Ammarah itu diperlukan oleh manusia, akan tetapi harus terkendali oleh Tenaga Ruhaniyah. Jika naluri itu lepas kendali oleh Tenaga Ruhaniyah, maka manusia itu tidak beda dengan binatang, karena kepada binatangpun Allah memberikan naluri yang sama seperti diberikanNya kepada manusia.

Berfirman Allah SWT dalam S.AlBaqarah,183:

Ya-ayyuha- Lladziyna A-manuw Kutiba 'alayKumu shShiyamu kama- Kutiba 'alay Lladziyna min Qablikum La'allakum Tattaquwna. Hai orang-orang beriman telah diwajibkan atasmu berpuasa seperti telah diwajibkan pula atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.

Jadi menurut ayat di atas itu tujuan berpuasa adalah untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dari beriman menjadi bertaqwa. Berpuasa sifatnya tertutup, yang mengetahuinya hanyalah Allah SWT dan orang bersangkutan, oleh sebab itu harus beriman. Kalau tidak beriman, dapat saja masuk ke dalam kamar, menutupnya rapat-rapat, lalu makan dan minum atau mengadakan hubungan suami isteri. Demikianlah berpuasa itu adalah suatu metode yang efektif dalam melatih Tenaga Ruhaniyah untuk mengendalikan Nasfun Ammarah itu. Kalau Nafsun Ammarah sudah terkendali oleh Tenaga Ruhaniyah, maka akan terpeliharalah kita dari segala malapetaka, sehingga meningkatlah kualitas Sumber Daya Manusia dari beriman menjadi bertaqwa. Taqwa akar katanya dibentuk oleh tiga huruf: waw, qaf, ya, waqiya atau waqay, artinya terpelihara.

***

Freud mengklasifikasikan aktivitas mental manusia dalam tiga level: Id, Ego dan Super-Ego. Id dan Super-Ego terletak dalam alam bawah sadar.

Id, adalah bagian yang gelap dari personalitas. Id adalah pusat dari naluri dan iradah yang bersifat primitif dan kebinatangan. Id itu buta dan serampangan, hanya menginginkan kesenangan asyik ma'syuk. Id tidak mengenal nilai, tidak mengenal baik dan buruk, tidak mengenal moralitas. Semua iradah dari Id menurut doktrin Freud diisi oleh tenaga psikis yang disebutnya libido, berkarakteristik seksual.

Berlainan dengan Id yang didominasi oleh libido itu, Ego menyadari alam sekelilingnya. Freud menempatkan Ego itu pada posisi subordinat, katakanlah kesadaran itu adalah budak dari alam bawah sadar.

Adapun level yang ketiga yaitu Super-Ego berada dalam alam bawah sadar seperti Id. Senantiasa terjadi konflik antara Super-
Ego dengan Id dalam alam bawah sadar itu.

***

Janganlah kita cepat-cepat mengambil kesimpulan dengan mencocok-cocokkan bahwa Id dalam doktrin Freud tidak lain dari Nafsun Ammarah dalam ajaran Islam, Super-Ego dalam doktrin Freud adalah Tenaga Ruhaniyah dalam ajaran Islam dan konflik antara Super-Ego dengan Id tidak lain dari Jiha-du lAkbar menurut RasuluLlah SAW. Sekali-kali tidaklah demikian. Kalau konflik Super-Ego melawan Id terjadi dalam alam bawah sadar, artinya kita tidak sadari, berarti manusia tidaklah dituntut untuk bertanggung jawab kepada Allah SWT. Manusia tidaklah diminta tanggung jawab dalam hal yang tidak ia sadari. Doktrin Freud memang tidaklah mengambil pusing akan tanggung jawab manusia kepada Allah SWT, oleh karena doktrin Freud termasuk dalam ilmu-ilmu sekuler yang berdiri di atas landasan filsafat positivisme, sebagai anak cucu dari modernisme. Doktrin Freud hanya memandang pada tanggung jawab manusia pada masyarakatnya, yaitu Ego yang menjadi subordinat alam bawah sadar.

Walhasil secara teknis Freud berjasa dalam memperinci Nafsun Ammarah: buta dan serampangan, hanya menginginkan kesenangan asyik ma'syuk, tidak mengenal nilai, tidak mengenal baik dan buruk, tidak mengenal moralitas. Namun secara prinsip Tenaga Ruhaniyah bukanlah Super-Ego dan Nafsun Ammarah bukanlah Id, oleh karena Tenaga Ruhaniyah dan Nafsun Ammarah kita sadari, itulah sebabnya manusia harus bertanggung jawab kepada Allah SWT dan kepada masyarakat. WaLlahu a'lamu bisshawab

*** Makassar, 12 Februari 1995