19 Maret 1995

169. Shock Therapy Harus Disertai dengan Pembagian Kue Pembangunan yang Adil

Karena akal manusia terbatas kemampuannya memperoleh informasi dari ayat-ayat Kawniyah (alam semesta) sebagai sumber informasi, maka Allah SWT memberikan pula sumber informasi berupa wahyu yang diturunkan kepada para Rasul, yang keluar berwujud ucapan para Rasul, yang disebut ayat-ayat Qawliyah (verbal). Kemudian Ayat Qawliyah itu disebar-luaskan kepada manusia. Wahyu inilah yang memberikan informasi kepada manusia tentang apa yang manusia tidak sanggup mendapatkannya sendiri dengan kekuatan akalnya. Wahyu ini pulalah yang menuntun akal manusia untuk berdzikir dan berpikir.

Manusia adalah makhluk pribadi. Syariat Islam mengatur tatacara peribadatan yang ubudiyyah untuk manusia sebagai makhluk pribadi, yakni hubungan langsung antara manusia dengan Allah. Peribadatan yang ubudiyyah ini sangat pribadi sifatnya. Pelaksanaanya tidak boleh mewakili atau diwakilkan kepada orang lain. Peribadatan yang ubudiyyah inilah yang identik dengan pengertian religion, religie, godsdienst dalam bahasa-bahasa barat. Peribadatan yang ubudiyyah ini sangat ketat: semua tidak boleh, kecuali yang diperintahkan.

Walaupun manusia itu makhluk pribadi, namun manusia itu tidak dapat hidup nafsi-nafsi. Manusia adalah juga makhluk bermasyarakat. Syariat Islam mengatur pokok-pokok peribadatan yang mualamah untuk manusia sebagai makhluk bermasyarakat. Yang dimaksud dengan ibadah adalah segenap aktivitas kita untuk mewujudkan nilai-nilai kebenaran utama yang mutlak menurut Al Quran dalam kehidupan kita sehari-hari, berlandaskan aqidah yang benar, dikerjakan dengan ikhlas, mengharapkan ridha Allah SWT semata. Peribadatan yang muamalah ini adalah Syari'at yang tidak ketat, sifatnya terbuka: semua boleh, kecuali yang dilarang.

Selain dalam hal aqidah dan dalam hal peribadatan yang ubudiyyah serta muamalah, Syari'at memberikan pula petunjuk tentang nilai-nilai mutlak yang disebut Al Furqan.

.....Al Qura-nu Hudan li nNasi wa Bayyina-tin mina lHuday wa lFurqa-ni, ...(S.AlBaqarah,185). Al Quran petunjuk bagi manusia dan penjelasan tentang petunjuk itu dan Al Furqan (2:185).

Nilai-nilai produk budaya manusia adalah relatif sifatnya, karena budaya itu adalah hasil olahan akal-budi manusia. Karena sifatnya yang relatif itu maka nilai-nilai budaya itu bergeser dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat, artinya situasional. Itulah sebabnya Al Furqan sebagai nilai mutlak diperlukan oleh ummat manusia untuk mengontrol san membingkai nilai-nilai budaya itu.

***

Karena belum ada definisi baku tentang preman (dari free man? = outlaw?), maka tindak keptemanan kita artikan sebagai: pembunuhan, perampokan, perkosaan, pencurian termasuk perkorupsian dan pemerasan, pengedaran bahan yang merusak (narkotika), mabuk-mabukan yang bermuara pada vandalisme. Syari'at Islam yang muamalah memberikan sanksi berupa hukuman mati bagi pembunuh, pemerkosa, pengedar narkotika, hukuman potong tangan bagi pencuri, koruptor dan pemeras, hukuman cambuk bagi pemabuk. Tentu saja ada pengecualian. Membunuh karena dizalimi, biAnnahum Zhulimuw (S.AlHajj,39), bebas dari sanksi berat tersebut. Pencuri kelas teri, seperti misalnya mencuri ayam tidak mendapat sanksi hukum potong tangan. Khalifah Umar RA tidak memberikan sanksi potong tangan bagi pencuri pada waktu paceklik. Ia juga membebaskan pencuri yang mencuri dari majikannya, berhubung majikan itu tidak memberikan imbalan yang cukup. Khalifah Umar RA sebaliknya menghukum majikan itu.

Sanksi berat yang disebutkan di atas itu merupakan shock therapy bagi anggota masyarakat yang mempunyai keinginan ataupun kecenderungan melakukan perbuatan kepremanan.

Walaupun sanksi tersebut adalah ketentuan menurut Syari'at Islam, namun tidaklah berarti bahwa negeri yang bukan negara Islam tidak boleh melaksanakan sanksi itu. Seperti Singapura misalnya yang bukan negara Islam, di sana pembunuh dan pengedar narkotika dihukum gantung, vandalisme dihukum cambuk. Pemerintah Singapura sangat tegar dalam pelaksanaan sanksi itu. Kemarin dulu di penjara Changi Singapura, Contemplacion tewas di tiang gantungan. Permintaan Presideen Pilipina agar eksekusi ditangguhkan, tidak dihiraukan. Juga tidak bergeming terhadap permintaan Pemerintah Inggris: seorang remaja warga negara Inggris tetap dihukum cambuk karena vandalisme.

Di Indonesia sendiri hukuman mati bagi pembunuh menjadi hukum positif, namun sayangnya baru merupakan hukuman maksimal, sehingga sanksi hukuman mati bagi pembunuh terpulang kepada hakim yang memutuskan perkara. Hendaknya Lembaga Tinggi Negara: Legislatif bersama dengan Eksekutif yang berwenang membuat undang-undang menurut UUD-1945, mengubah ketentuan hukuman mati bukan hanya sekadar sebagai hukuman maksimal, melainkan bagi pembunuh, pengedar narkotika dan pemerkosa sanksinya sepenuhnya hukuman mati. Demikian pula hukuman potong tangan bagi pencuri, koruptor dan pemeras kelas kakap, hukuman cambuk bagi pemabuk yang meresahkan masyarakat, oleh kedua Lembaga Tinggi Negara itu dijadikan hukum positif dalam Negara Republik Indonesia ini.

Hukuman berat dalam undang-undang belumlah efektif betul sebagai shock therapy. Agar efektif betul maka harus diikuti dengan peraturan pelaksanaan berupa eksekusi secara terbuka. Di Tanah Suci Makkah pelaksanaan eksekusi hukuman mati dan potong tangan diselenggarakan secara terbuka, sehabis shalat Jum'at. Tidak ada terpidana dari penduduk setempat, semua terpidana itu pendatang dari negeri lain. Jadi betul-betul shock therapy berupa hukuman keras secara terbuka sangat efektif.

Shock therapy ini harus diimbangi dengan upaya mengentaskan kemiskinan dengan menciptakan lapangan kerja. Kue pembangunan dibagi secara adil. Syari't Islam mempunyai konsep tentang pembagian kue yang adil itu, yang pendanaannya diambil dari sumber yang non-bank, yaitu zakat harta (pertanian, perdagangan, industri), yang penggunaannya harus diarahkan pada yang produktif. InsyaAllah akan kita bahas dalam kesempatan lain.

***

Hukuman keras secara terbuka apakah itu manusiawi? Manusiawi menurut siapa? Manusiawi menurut akal manusia? Ini sudah menyangkut nilai. Sudah dijelaskan di atas bahwa nilai sebagai produk akal manusia sifatnya relatif. Itulah sebabnya Al Furqan sebagai nilai mutlak diperlukan oleh ummat manusia. Menerima Al Furqan sebagai nilai mutlak ditentukan oleh kualitas iman.

Wa l'Ashri. Inna lInsana lafiy Khusrin, illa Lladziyna A-manuw wa 'Amilu shShalihati wa Tawa-shaw bi lHaqqi wa Tawa-shaw bi shShabri (S.Al'Ashr,1-3). Perhatikanlah masa! Sesungguhnya manusia itu dalam keadaan merugi, kecuali yang beriman dan beramal shalih dan menyampaikan informasi yang benar, dan menyampaikan informasi dengan sabar (103:1-3). WaLlahu a'lamu bisshawab

*** Makassar, 19 Maret 1995