8 Oktober 1995

197. Atlantis the Lost Continent

Pada 30 September 1995 hari Sabtu yang lalu melalui tayangan SCTV saya sempat menyaksikan menjelang bahagian akhir film yang berjudul Atlantis the Lost Continent. Yaitu adegan tenggelamnya benua itu oleh semacam senjata laser. Pada 16 Agustus 1953 sebuah berita kecil diberitakan oleh koran di Belgia: Een Duitser zou in de buurt van Helgoland op de bodem van de Noordzee het verzonken, legendarische eiland "ATLANTIS" hebben teruggevonden. (Seorang Jerman rupa-rupanya telah menemukan kembali "ATLANTIS" pulau legendaris yang tenggelam itu di sekitar Helgoland pada dasar Laut Utara -HMNA-). Dan pada permulaan tahun 1954 terbitlah sebuah buku di Jerman, karya Jurgen Spanuth yang berjudul: Das entratselte Atlantis. (Terkuaknya Teka-teki Atlantis -HMNA-).

Sebelumnya sekitar 900 buku yang telah diterbitkan mengenai Atlantis itu. Disepakati bahwa pulau itu terletak pada dasar laut Atlantik. Tak terhitung banyaknya pula cerita imajinasi tentang Atlantis, yang salah satu di antaranya ditayangkan oleh media elektronika SCTV itu. Pakar-pakar di bidang oceanograf, geologi, sejarah seperti Egyptolog Breasted, penjelajah peneliti Afrika Leo Frobenius, bahkan penulis roman Pierre Benoit menulis tentang benua legendaris ini. Barulah Jurgen Spanuth yang mencoba membuktikan teorinya dengan upaya expedisi ilimyah.

Spanuth berkesimpulan dalam teorinya pada 1948 bahwa Atlantis terletak di dasar Laut Utara berdasarkan cerita-cerita dan saga dari penduduk yang bermukim sekitar Laut Utara tentang sebuah negeri yang tenggelam disapu air laut. Untuk mendapatkan dana ekspedisi ia menulis dan berceramah di Muenchen dalam tahun 1950 dan berhasil mengumpulkan dana guna keperluan ekspedisi. Dalam bulan-bulan musim panas dua tahun berturut-turut (1952 dan 1953) ia meneliti dasar laut di sekitar Helgoland. Kegiatan dalam bulan Juli dan Agusutus 1953 inilah yang sempat diliput oleh koran Belgia dan diberitakan 16 Agusutus 1953 seperti dikemukakan di atas itu.

Tidaklah berarti bahwa upaya dan jerih payah expedisi Spanuth itu diterima pembuktiannya oleh para pakar. Seperti juga halnya dengan Thor Heyerdahl yang berteori dan berexpedisi. Heyerdahl berupaya membuktikan teorinya bahwa penduduk Polynesia berasal dari Amerika Selatan dan orang Mesir Kuno mempunyai hubungan kebudayaan (pyramida dan mummi) dengan orang Aztec, Maya dan Inca di Amerika. Dari segi pyramida dan mummi ini pulalah para pakar penteori Atlantis itu (kecuali Spanuth) mengatakan bahwa bangsa Atlantis merupakan bangsa-perantara di antara kebudayaan Mesir Kuno dengan kebudayaan Aztec, Maya dan Inca. Thor Heyerdahl berexpedisi menyeberangi Lautan Teduh dari Amerika Selatan ke Polynesia dengan rakit dari kayu balsa. Rakit itu ia beri nama Kon Tiki, nama dewa penduduk asli Amerika Selatan dan Polynesia. Juga berexpedisi menyeberangi Samudera Atlantik dengan rakit dari batang-batang papyrus. Rakit itu diberi bernama Ra, salah satu dewa dalam agama Mesir Kuno dari tiga serangkai Amun-Ra-Osiris. Ia berhasil dalam kedua expedisi itu, namun teorinya tidak diterima oleh kebanyakan pakar.

Cerita tentang benua Atlantis itu bersumber dari orang seorang yaitu Plato (428 - 347) Seb. Miladiyah. Ia menulis tentang sebuah negeri yang terletak pada sebuah pulau yang ia namakan Atlantis. Menurut Plato, Solon (638 - 559) seb. M. telah pergi ke Mesir dan mendapat informasi dari pendeta Mesir bahwa pernah suatu waktu dahulu kala pada lautan luas sebelah barat Laut Tengah terdapat sebuah pulau yang didiami oleh sebuah bangsa yang telah tinggi kebudayaannya. Ibu kotanya kaya dikelilingi benteng yang kokoh. Namun kemudian pemerintahannya mengalami dekadensi (busuk ke dalam -HMNA-), lalu mengalami kemunduran budaya dan bahkan akhirnya bangsa itu punah karena pulaunya tenggelam disapu air laut.

Dalam Seri 145 telah dikemukakan bahwa Abu alHasan 'Ali alAsy'ari (873 - 935), peletak dasar Ilmu Kalam golongan Ahlussunnah, membangun metode pendekatan beralatkan mata pisau analisis yang mengerat substansi dan fenomena ke dalam tiga klasifikasi: wajib, mungkin, mustahil. Substansi dan fenomena yang sesuai TaqdiruLlah (seperti misalnya contoh sekarang: gravitasi) masuk kategori wajib, yang tidak bertentangan dengan TaqdiruLlah (contoh sekarang: teori dawai kosmik) termasuk kategori mungkin, boleh jadi benar, barangkali salah dan yang bertentangan dengan TaqdiruLlah (contoh sekarang: melanglang-buana menembus waktu) termasuk kategori mustahil.

Pekabaran dari Plato itu masuk dalam kategori mungkin. Karena mungkin, kita dapat berasumsi, yaitu ada suatu bangsa yang telah tinggi kebudayaannya, berbenteng kokoh yaitu bangsa Atlantis. Kemudian mengalami kemunduran budaya dan akhirnya punah karena pulaunya tenggelam disapu air laut. Expedisi ilmiyah menggali tanah menyelam laut mencari reruntuhan kota bagi para Muslim yang pakar bukan hanya sekadar untuk kemajuan dan kepentingan ilmu itu semata, melainkan menarik pelajaran dari sejarah keruntuhan bangsa-bangsa terdahulu. Awalam Yasiyruw Fiy lArdhi Fayanzhuruw Kayfa Ka-na 'Aqibatu Lladziyna Ka-nuw Min Qablihim Ka-nuw Hum Asyadda Minhum Quwwatan Wa Atsa-ra Fiy lArdhi Falakhadza Humu Llahu Bidzunuwbihim (S. Al Mu'min, 21). Tidakkah mereka menjelajah di bumi, lalu mereka memperhatikan bagaimana akibat orang-orang yang ada sebelum mereka, yang kekuatannya lebih hebat dari mereka, yang mendirikan benteng-benteng di atas bumi, kemudian Allah membinasakan orang-orang itu karena dosa-dosanya (40:21). WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 8 Oktober 1995