Pada 1 Desember 1995 di Masjid Syura dan boleh jadi di masjid-masjid yang lain demikian pula, penyakit Aids merupakan materi utama Khutbah Jumat. Artinya masjid difungsikan sebagai pusat kegiatan ummat. Seperti diketahui masjid adalah pusat kegiatan baik yang bersifat mental spiritual, maupun yang bersifat ilmiyah, ataupun yang bersifat ketangkasan dan keterampilan jasmaniyah dan kegiatan kemasyarakatan lainnya, tegasnya pusat kegiatan ubudiyah dan muamalah.
Allah berfirman dalam Al Quran: Waltakun Minkum Ummatun Yad'uwna Ilay lKhayri waYa'muruwna bilMa'ruwfi waYanhawna 'Ani lMunkari wa Ulaika Humulmuflihuwna (S.Ali 'Imra-n, 104). Dan mestilah ada di antara kamu ummat yang berda'wah (menghimbau) kepada kebaikan dan memerintahkan atas ma'ruf dan mencegah akan kemungkaran dan mereka itulah orang-orang yang menang (3:104).
Ada tiga kata yang kita garis bawahi dari ayat di atas itu, yakni: menghimbau di satu pihak, memerintah dan mencegah pada pihak yang lain. Penghimbau tidak mempunyai otoritas pada yang dihimbau, sedangkan yang memerintah dan yang mencegah harus mempunyai otoritas atas yang diperintah dan yang dicegah dalam daerah otoritasnya. Di kantor si A dapat memerintah si B untuk tugas-tugas kedinasan sesuai dengan otoritas si A yang telah ditentukan dalam sistem birokrasi, jika si B adalah bawahan langsung si A. Akan tetapi dalam hal aktivitas di luar dinas, pergi memancing misalnya, si A hanyalah dapat menghimbau si B, karena si A sama sekali tidak mempunyai otoritas atas si B, berhubung si B bukanlah bawahan si A di luar dinas.
Oleh karena dalam hal menghimbau kepada kebaikan si penghimbau tidak mempunyai otoritas, maka Al Quran memberikan metode dalam menghimbau itu. Firman Allah: Ud'u Ilay Sabiyli Rabbika bilHikamti, walMaw'izhati lHasanati waJa-diluhum biLlatiy Hiya Ahsan (S. AnNahl, 125). Himbaulah kepada jalan Maha Pengaturmu dengan hikmah dan informasi yang komunikatif dan berdiskusilah dengan mereka secara sebaik-baiknya (16:125).
Dalam S.Ali 'Imra-n, 104 yang dikutip di atas itu dibuka dengan Waltakun, kata yang mengandung Lamu lAmr, huruf lam al.amr, lam yang menyatakan perintah, imperatif. Allah memerintahkan supaya ada yang mengelompokkan diri dalam kelompok menghimbau dan kelompok memerintah-mencegah.
Kelompok menghimbau harus mempergunakan metode seperti yang disebutkan dalam S. AnNahl, 125 yang juga telah dikutip tadi. Metode ini kurang lebih telah diaplikasikan oleh organisasi kemasyarakatan yang mengkhususkan diri dalam kegiatan da'wah, baik secara tatap-muka langsung dalam Khutbah, tabligh, ceramah dan diskusi dalam majelis ta'lim, maupun secara tidak langsung melalui media cetak dan elektronika.
Adapun untuk kelompok memerintah-mencegah seperti telah dikemukakan tadi harus mempunyai otoritas, mempunyai kekuasaan. Untuk mendapatkan kekuasaan baik kekuasaan eksekutif maupun legislatif harus berjuang di bidang politik. Dikatakan kekuasaan eksekutif maupun legislatif, oleh karena menurut UUD-1945 kedua kekuasaan itu bersama-sama membuat undang-undang.
***
Strategi pemberantasan Aids terletak dalam dua hal.
Pertama, pelarangan perzinaan harus ditegaskan dalam undang-undang. Sekarang ini yang dilarang dalam KUHP (psl.284) bukanlah perzinaan, melainkan hanya sebagian dari perzinaan, yaitu bermukah (overspel = keliwat main). Itupun hanya delik aduan. Artinya kalau suami dari isteri yang bermukah, atau isteri dari suami yang bermukah tidak keberatan, maka permukahan itu tidak dapat sampai ke pengadilan, berhubung polisi hanya dapat menangkap serta jaksa hanya dapat menuntut berdasarkan pasal-pasal dalam undang-undang.
Upaya maksimal yang dapat ditempuh oleh pejabat dan alat negara adalah memanggil atau merazia pelacur dan muncikari, termasuk pemilik kelub malam yang berkecimpung dalam bisnis "jasa" sex. Sesudah mereka diarahkan, muncikari diberi peringatan, kemudian dilepas kembali, bisnis "jasa" sex berlancar seperti semula. Apabila larangan perzinaan telah ditegaskan dalam undang-undang, maka yang melacur, yang dilacuri dan yang memberi kesempatan, yaitu muncikari, termasuk pemilik kelub malam yang berkecimpung dalam bisnis "jasa" sex, artinya semua yang terlibat dalam menularkan HIV, merupakan tindak pidana yang semuanya dapat diseret kemuka pengadilan untuk diberi sanksi berdasarkan undang-undang.
Kedua, diundangkan pula prinsip atau qaidah: menolak mudharat lebih diprioritaskan dari menarik manfaat. Maka berdasarkan prinsip itu dibuatlah peraturan pelaksanaan dalam menyaring secara ketat wisatawan. Wisatawan yang berasal dari negeri yang sudah "tertib" administrasinya cukup diseleksi dengan cara melengkapi dokumen mereka dengan surat kesehatan bebas Aids. Yang dimaksud dengan "tertib" ialah di negeri asal mereka surat kesehatan itu betul-betul surat kesehatan, bukannya diperoleh dengan jalan dibeli. Lain halnya dengan wisatawan yang berasal dari negeri yang diragukan "tertib" administrasinya. Mereka harus di sini diperiksa darahnya, dan ini akan membutuhkan biaya untuk fasilitas pemeriksaan darah, serta akan memperlambat proses wisatawan yang akan masuk. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya wisatawan yang berminat datang karena prosedur melalui semacam karantina itu tentu saja tidak enak rasanya, sehingga devisa yang akan diperoleh negara dari para wisatawan akan menurun. Akan tetapi berdasarkan prinsip menolak mudharat lebih diprioritaskan dari menarik manfaat, maka menolak bahaya Aids lebih diprioritaskan dari devisa yang akan diterima dari kocek mereka.
Walhasil itulah dua butir upaya strategis yang harus ditempuh dalam upaya menangkal penyebaran penyakit aids. WaLlahu A'lamu bi shShawab.
*** Makassar, 10 Desember 1995