Dalam seri 204 yang ditulis untuk mengenang Allahu Yarham H.M.Syuhudi Ismail saya membandingkan pola pikir almarhum dengan Allahu Yarham S.Majidi. Bahwa Allahu Yarham S.Majidi masih menyeleksi Hadits Shahih, dengan memperhadapkan Hadits itu pada Al Quran. Sedangkan Allahu Yarham M.Syuhudi Ismail seperti umumnya ulama lain menerima Hadits Shahih tanpa reserve. Terhadap Hadits Shahih itu almarhum membahasnya dengan memakai pendekatan tekstual dan kontekstual. Dalam kolom tersebut saya memberikan sebuah contoh Hadits Shahih menurut pemahaman Allahu Yarham H.M.Syuhudi Ismail secara kontekstual.
Maka sehubungan itu saya menerima pertanyaan baik melalui surat maupun dengan perantaraan telepon mengapa saya hanya mengemukakan sebuah contoh pemahaman Hadits secara kontekstual dan mengapa saya tidak mengemukakan sebuah contoh Hadits Shahih yang diseleksi dengan memperhadapkannya pada Al Quran. Sebenarnya saya memang sengaja hanya memberikan contoh pemahaman Hadits secara kontekstual, oleh karena kolom seri 204 itu khusus ditulis untuk mengenang Allahu Yarham H.M.Syhudi Ismail dengan antara lain memperkenalkan pola pikir almarhum sebagai pakar Ilmu Hadits.
Maka untuk memenuhi pertanyaan yang berkirim surat dan yang bertelepon itu, saya berikanlah dalam kolom ini sebuah contoh Hadts Shahih yang diseleksi oleh Allahu Yarham S.Majidi. Saya pikir pertanyaan itu perlu dilayani, oleh karena mungkin tentu terdapat pula sejumlah pembaca yang bertanyakan perihal tersebut. Adapun contoh yang dimaksud adalah seperti Hadits Shahih yang artinya seperti dalam judul di atas itu. Matan Hadits itu seperti berikut:
Wa Antum A'lamu biAmri Dunya-kum.
Hadits tersebut dibahas almarhum pada kesempatan bertatap muka. Menurut almarhum Hadits itu dijadikan dalil oleh orang-orang yang pemahamnya memisahkan antara urusan dunia (baca kehidupan berpolitik, bermasyarakat dan bernegara) dengan urusan akhirat (baca kehidupan beragama). Pemisahan itu menurut istilah kontemporernya adalah dikhotomi ataupun sekularisasi (secula = dunia). Istilah sekularisasi ini diperkenalkan oleh Nurcholis Majid yang senada dengan semboyannya yang populer: Islam yes, partai Islam no.
Dalam kesempatan bertatap muka itu saya menyela: Jadi orang Islam itu mesti berpolitik? Maka dengan sinar mata yang tajam almarhum berkata: Bukan begitu maksud saya, tidaklah semua orang Islam mesti berpolitik, paham? Almarhum kemudian melanjutkan dengan mengemukakan S.AnNisa,4:
AlYawma Akmaltulakum Diynakum, hari ini telah kusempurnakan bagi kamu din kamu (4:4).
Akmaltulakum Diynakum, paham? Islam itu din yang sempurna, tercakup di dalamnya semua aspek kehidupan di dunia untuk kebahagiaan di akhirat, paham? Aspek-aspek itu antara lain kehidupan berpolitik, bermasyarakat dan bernegara, paham? Apakah cocok Antum A'lamu biAmri Dunya-kum dengan Akmaltulakum Diynakum?
Allahu Yarham H.M.Syuhudi Ismail memberikan pemahaman biAmri Dunya-kum, urusan duniamu, secara kontekstual. Yang dimaksud dengan urusan dunia dalam Hadits tersebut khusus untuk urusan disiplin ilmu tertentu, seperti ilmu pertanian. Karena lahirnya sabda RasuluLlah itu sehubungan dengan seluk-beluk bertani kurma, dalam hal mengawinkan kurma.
Adapun latar belakang lahirnya sabda RasuluLlah itu tidak luput dari seleksi Allahu Yarham S.Majidi dengan memperhadapkannya pada Al Quran. RasuluLlah mendapati penduduk Madinah sedang mengawinkan kurma, lalu RasuluLlah memberikan tanggapan mengapa mesti kurma itu dikawinkan segala, mengapa tidak dibiarkan begitu saja. Penduduk Madinah yang petani kurma itu berhenti mengawinkan kurmanya. Kemudian ternyata produksi kurma menurun karenanya. Para petani kurma melaporkan panen kurma yang menurun itu kepada RasuluLlah. Maka keluarlah sabda RasuluLlah: Wa Antum A'lamu biAmri Dunya-kum, kamu sekalian lebih mengetahui urusan duniamu.
Latar belakang sabda RasuluLlah tersebut diperhadapkan Allahu Yarham S.Majidi terhadap S.Yasin,36: Subhana Lladziy Khalaqa lAzwa-ja Kullaha- Mimma- Tunbitu lArdhu, Maha Suci Yang menciptakan tiap-tiap sesuatu berjodohan yaitu dari apa yang ditumbuhkan di bumi (36:36).
Mimma- Tunbitu lArdhu, paham? AlAzwa-ja, paham? Tumbuh-tumbuhan itu berjodoh-jodohan, ada jantan ada betina, paham? S. Yasin itu Makkiyah, paham? S. Yasin diterima Nabi di Makkah, peristiwa mengawinkan kurma di Madinah, jadi Nabi melarang mengawinkan kurma setelah Nabi mendapatkan Ilmu dari Allah, tumbuh-tumbuhan itu ada jantan ada betina. Ini tidak masuk akal, paham? Nabi mustahil melupakan ayat, paham? Karena Nabi mustahil melupakan ayat, tidak mungkin Nabi melarang mengawinkan kurma. Kalaupun memang panen kurma pernah berkurang, itu tidak ada hubungannya dengan Nabi. Lalu bagaimana mungkin lahir pernyataan Nabi: Wa Antum A'lamu biAmri Dunya-kum, paham?
Itulah bagaimana Allahu Yarham S.Majidi yang terkenal tinggi manthiqnya menyeleksi Hadits Shahih dengan memperhadapkannya pada Al Quran. Bukan hanya menyeleksi isi Hadits, melainkan latar belakang lahirnya Hadits pun diperhadapkannya pada Al Quran. Almarhum sering sekali menutup kalimatnya dengan paham. Itu tidak berarti bahwa almarhum marah-marah, melainkan memang begitulah gayanya kalau sedang asyik menerangkan. WaLlahu A'lamu bi shShawab. *)
*** Makassar, 17 Desember 1995