24 Maret 1996

221. Terciptanya Benda-Benda Langit dan Bumi

Adapun orang-orang yang "membaca" benda-benda langit dan bumi sebagai ayat-ayat Allah, maka para pembaca yang demikian itu diberi predikat oleh Allah SWT sebagai Ululalbab.
Inna fiy Khalqi sSamawati walArdhi waKhtila-fi Llayli wanNaha-ri laA-ya-tin liUlilalba-b (S. Ali 'Imra-n, 190. Sesungguhnya dalam penciptaan (benda-benda) langit dan bumi, dan bersilih-gantinya malam dengan siang adalah ayat-ayat bagi Ululalbab (3:190).

Marilah kita mulai dengan membaca ayat Allah pada bola langit pada waktu hujan rintik-rintik pada waktu matahari sepenggal naik di sebelah timur ataupun pada waktu sepenggal turun di sebelah barat. Apa yang tampak pada bola langit yang bertentangan dengan letak matahari adalah sesuatu yang berbentuk setengah lingkaran berwarna-warni, yang kita sebut pelangi. Di dalam laboratorium kita dapat menyaksikan pelangi dengan melihat tembus sebuah gelas prisma. Cahaya itu diuraikan oleh prisma menjadi 7 warna, sebagaimana diuraikan pula oleh titik-titik air hujan yang kita saksikan dengan melihat tembus titik-titik hujan itu dengan berlatar belakang bola langit. Pada pelangi ke-7 warna itu tersusun menjadi spektrum yang sinambung. Ilmu spektroskop adalah ilmu yang menyangkut dengan kajian spektra. Kita dapat mengetahui misalnya jenis unsur benda langit dengan mengkaji spektrum, karena kajian ini berdasarkan atas sifat asal unsur itu: spektrum suatu unsur terbentuk oleh refraksi cahaya ibarat "cap jempol" unsur itu pada spektrum. Ada sebuah unsur yang mula-mula dikenal bukan pada bumi ini melainkan pada benda langit (matahari), yaitu helium. Kata ini berasal dari bahasa Yunani helios artinya matahari. Kita dapat pula mempelajari gerak benda-benda langit apakah sedang menjauh atau mendekat dengan mengkaji pergeseran spektrum benda langit tersebut, berdasarkan atas asas Efek Doppler. Apabila spektrum benda langit yang bercahaya itu bergeser ke arah lembayung maka benda langit itu sedang bergerak menjauh dan sebaliknya jika bergeser ke arah merah, maka benda lngit itu sedang bergerak mendekat.

Dari hasil pengamatan semua gugusan bintang yang disebut galaxy, ternyata semua galaxy itu bergerak menjauh dari kita. Sebuah galaxy terdiri atas jutaan bintang yang berkualitas seperti matahari. Dari hasil kajian spektra galaxy itu menunjukkan bahwa kecepatan radial sebuah galaxy berbanding lurus dengan jarak antara kita dengan galaxy itu. Jika sebuah bola karet diberi titik-titik pada permukaannya, lalu bola itu ditiup menjadi membesar, dan jika diambil sebuah titik sebagai titik pusat sistem koordinat, maka semua titik pada permukaan bola itu kecepatan radialnya akan berbanding lurus dengan jaraknya pada titik yang dipilih sebagai pusat sistem koordinat itu. Berdasarkan atas kenyataan bahwa semua galaxy itu kecepatan radilnya berbanding lurus dengan jarak antara galaxy itu dengan kita yang ada di bumi ini sebagai pusat sistem koordinat, maka alam semesta ini sedang dalam keadaan berekspansi.

Selanjutnya marilah kita baca ayat Qawliyah, sambungan ayat yang telah dituliskan di atas itu, yang menjelaskan pengertian Ululalbab (dalam ayat tertulis Ulilalbab, karena didahului oleh li, namun kalau berdiri sendiri dibaca/ditulis Ululalbab):
Alladziyna Yadzkuruwna Llaha Qiya-man wa Qu'uwdan wa 'alay Junuwbihim wa Yatafakkatuwna fiy Khalqi sSamawati wa lArdhi Rabbana- Ma- Khalaqta Hadza- Ba-thilan Subhanaka faQina- 'Adza-ba nNa-ri (S. Ali 'Imra-n 191). (Ululalbab) yaitu yang mengingat Allah tatkala berdiri, duduk dan berbaring, dan memikirkan akan terciptanya (benda-benda) langit dan bumi (sambil berucap): Hai Maha Pemelihara kami, tidaklah Engkau menciptakan semuanya ini tanpa tujuan, Maha Suci Engkau, maka peliharakanlah kami dari siksa neraka (3:191).

Tatkala berdiri, duduk dan berbaring, kita ingat akan Allah, dalam segala sikap kita tidak terkecuali dalam mengilmu, ingat akan Allah dahulu baru memikirkan obyek ilmu. Alam semesta ini sedang berekspansi, itu artinya alam semesta ini ada permulaannya, dan pada mulanya terdiri atas satu lalu pecah dan berpisah bergerak saling menjauhi, berekspansi. Allah mulai mencipta ayat Kawniyah ini (materi, ruang dan waktu), tatkala bersabda Kun, maka dari tidak ada menjadilah ada: materi, ruang dan waktu.

Setelah membahas benda-benda langit, kita teruskan mengkaji ayat kawniyah yang lebih khusus yaitu mengkaji bumi, dan proses bersilih-gantinya malam dengan siang. Bumi adalah seperti bola yang berpusing bebas pada sumbunya dalam ruang semesta mengedari matahari yang bersinar, yang mengakibatkan terjadinya malam dan siang. Terjadinya malam dan siang tidak dapat dipisahkan dari terjadinya bumi dan matahari, tidak seperti dalam cerita Israiliyat bahwa pada hari pertama Allah menciptakan bumi, malam dan siang, sedangkan baru pada hari keempat Allah menciptakan matahari. Gerak bumi ini menghasilkan keseimbangan dinamis, yaitu posisi sumbu putarannya berayun teratur pada selubung permukaan kerucut, yang membentuk sudut 23 derajat dengan bidang ekliptika. Ini menghasilkan bervariasinya iklim yang memungkinkan bervariasinya jenis flora dan fauna.

Bumi diselimuti oleh gas yang menopang kehidupan yakni cukup renggang dan tidak beracun, dan melindungi kehidupan dari pukulan meteor, karena cukup tebal (sekitar 750 km) untuk membakar hangus sejumlah besar meteor, sehingga sangat kecil jumlahnya yang menyentuh permukaan bumi. Allah memberikan kecepatan tangensial pada bumi sedemikian rupa sehingga jarak antara bumi dengan matahari tidak terlalu jauh (semua air membeku) dan tidak terlalu dekat (semua air dalam wujud uap). Diameter bumi tidak sebesar diameter bulan, sehingga gravitasi bumi cukup kuat untuk menahan tebalnya lapisan gas, demikian pula diameter itu tidak terlalu besar, sebab kalau demikian maka gravitasi bumi menjadi terlalu besar yang mengakibatkan lapisan gas menjadi lebih mampat, sehingga orang tidak dapat bernafas, dan selubung gas menjadi lebih tipis, sehingga meteor akan leluasa menghunjam permukaan bumi. Demikianlah Allah sebagai Al Rabb, Maha Pengatur dan Maha Pemelihara, menciptakan bumi dengan sifat dan keadaannya yang seperti diuraikan itu. WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 24 Maret 1996