6 Juli 1997

280. Pencemaran Global

Ada pembentukan kosa kata yang baru dalam bahasa Inggeris gara-gara pencemaran udara. Cerobong pabrik-pabrik dalam kawasan industri memuntahkan asap hasil pembakaran dalam tungku. Asap disebut smoke dalam bahasa Inggeris. Awan yang menyapu permukaan bumi disebut kabut. Awan dan kabut dapat menimbulkan suasana romantis, sehingga terkadang memberikan ilham kepada penyair, penggubah lagu (misalnya Bandar Jakarta) dan pelukis dalam karya seninya. Dalam bahasa Inggeris kabut disebut fog. Dari campuran asap yang mencemarkan kabut lahirlah kosa kata baru: SMOKE + FOG = SMOG. Kalau kabut dan awan dapat menimbulkan suasana romantis akan tetapi smog menimbulkan rasa khawatir. Ummat manusia sekarang merasa cemas akan hasil ulahnya sendiri, yaitu mencemarkan permukaan bumi di darat, laut dan udara. Firman Allah SWT:

Zhahara lFasa-du fiy lBarri walBahri biMa- Kasabat Aydi nNa-si (S. Ar Ruwm, 41), muncullah kerusakan di darat dan di laut
disebabkan tangan-tangan manusia (20:41).

Kerusakan karena pencemaran di darat akan merambat ke udara di atas darat. Demikian pula pencemaran di laut seperti gas buang kapal-kapal akan membubung ke udara di atas laut. Maka terjadilah globalisasi pencemaran permukaan bumi yang disingkat seperti judul di atas Pencemaran Global.

Kekhawatiran ummat manusia menyaksikan keadaan global yang makin memburuk karena pencemaran akibat industrialisasi, mendorong terlaksananya (K)onfrensi (T)ingkat (T)inggi Bumi di Rio de Janeiro, ibu kota Brazilia dalam tahun 1992. Asal tahu saja Janeiro tidak diucapkan Zyaneiro, melainkan Khaneiro. KTT itu menghasilkan Agenda (abad) 21 yaitu kesepakatan bersama dalam menanggulangi pencemaran global yang meningkat tajam (istilah ilmiyahnya: exponential). Dalam rentang waktu 23 sampai 27 Juni 1997 baru-baru ini berlangsung Sidang Khusus Majelis Umum PBB di New York. Sidang yang dihadiri oleh 22 kepala negara dan 20 kepala pemerintahan itu membahas peninjauan terhadap pelaksanaan Agenda 21 tersebut. Itulah sebabnya Sidang Khusus Majelis Umum PBB disebut pula KTT Bumi II dan KTT di Brazilia itu disebut KTT Bumi I. Adapun KTT Bumi II menghasilkan kesepakatan yang dituangkan dalam Programme for Further Implemantion of Agenda 21, yang menegaskan kembali perlunya ketaatan terhadap asas-asas Deklarasi Rio mengenai lingkungan, pembangunan dan asas-asas kehutanan. Peninjauan kembali atas Agenda 21 akan dilakukan lagi Insya Allah pada KTT Bumi III dalam tahun 2002.

Berikut ini akan disajikan potret yang lebih jelas harga (baca: pencemaran global) yang harus dibayar untuk mendapatkan pertumbuhan pesat oleh industrialsasi.

Pabrik-pabrik itu melepaskan cemarannya berupa cairan dan gas. Walaupun cairan tidak kurang bahayanya dari gas, akan tetapi pencemaran akibat cairan pencemar itu tidaklah melebar secara luas pada permukaan bumi. Lain halnya dengan gas pencemar yang menyapu seluruh permukaan bumi. Demikianlah maka pelaku pencemaran global itu adalah gas yang dikeluarkan oleh mesin-mesin stasioner pabrik-pabrik dan mesin-mesin propulsi otomobil dan kendaraan-kendaraan bermesin lainnya.

Inilah perincian gas-gas pencemar itu. Gas buang yang keluar dari cerobong pabrik dan knalpot mesin-mesin propulsi berupa: CO, CO2 dan SO2. Pabrik-pabrik kimia yang memproduksi zat asam arang memuntahkan: SO2 dan uap nitrat; yang memproduksi amoniak memuntahkan: H2S; yang memproduksi sulfat memuntahkan: HF. Pabrik semen memuntahkan: SO2. Industri fotografi memuntahkan: CS2. Industri petrokimia memuntahkan: berjenis-jenis ikatan belerang dan ikatan hidrokarbon. Ada pula gas yang sengaja dibuat yaitu CFC untuk refrigrant mesin-mesin pendingin dan gas penekan dalam alat semprot pengharum ruangan, rambut, penghilang bau tengik (deodoran) dll bagi juta-jutaan orang. Pada mulanya CFC ini tidak dianggap sebagai zat pencemar, oleh karena tidak beracun, tidak berbau, tidak berwarna, molekulnya stabil dll.

Gas-gas yang tersebut di atas itu beracun, kecuali CO2 dan CFC. Namun baik tidak beracun maupun yang beracun semua gas tersebut menyebabkan efek rumah kaca sehingga disebut gas-gas rumah kaca. Rumah kaca dalam hal ini tidak ada sama sekali hubungannya dengan rumah-rumah dan gedung-gedung yang berdinding kaca.

Di tempat yang beriklim dingin buah-buahan dan sayur-sayuran ditanam di dalam rumah kaca (green house), oleh karena buah-buahan dan sayur-sayuran itu membutuhkan suhu yang lebih tinggi dari suhu udara luar. Gelas atau kaca adalah zat bening, radiasi matahari gampang menerobos masuk. Radiasi matahari yang berupa sinar gamma itu memukul molekul-molekul udara dalam rumah kaca sehingga suhunya naik, udara bertambah panas. Kaca adalah penghantar panas yang jelek. Maka terperangkaplah panas itu dalam rumah kaca. Sinar gamma mudah menerobos masuk, namun setelah tenaga radiasi itu sudah ditransfer menjadi tenaga panas dalam rumah kaca, gelombang panas sukar menerobos keluar. Inilah efek rumah kaca.

Gas pencemar yang diperinci di atas itu membentuk lapisan tebal yang menutup permukaan bumi. Ruang antara pemukaan bumi dengan lapisan gas itu tak ubahnya seperti ruang dalam rumah kaca. Gas sama sifatnya dengan kaca dalam hal mudah ditembus
sinar matahari tetapi sukar ditembus panas. Maka terbentuklah rumah kaca yang besar. Inilah efek rumah kaca pada ruang antara lapisan gas pencemar dengan pemukaan bumi. Maka terjadilah pemanasan global, seluruh bumi jadi panas, es di kutub utara dan selatan mencair. Kenaikan suhu global yang menaikkan air laut inilah yang amat dikhawatirkan itu. Akan terjadi banjir yang akan lebih hebat dari banjir di zaman Nabi Nuh AS.

Disamping kenaikan suhu global, ada pula yang sangat mengkhawatirkan orang yang sadar lingkungan. CFC, singkatan dari Chlor-Flour-Carbon, nama dagangnya Freon, tidak lama berpartisipasi sebagai gas rumah kaca. Ia kemudian membubung tinggi di angkasa mengatasi awan mengancam lapisan ozon yang melindungi makhluk bumi dari sinar ultra lembayung matahari, penyebab kanker kulit. Di atas sana sekarang ini ozon sementara digerogoti CFC, sehingga di sana sini lapisan ozon menjadi tipis, bahkan ada yang sudah bolong-bolong. Salah satu keputusan dalam Agenda 21 disepakati untuk menghentikan memproduksi CFC ini. Insya Allah di Indonesia dalam waktu yang dekat Freon tidak akan dipakai lagi sebagai refrigrant mesin-mesin pendingin. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 6 Juli 1997