20 Juli 1997

282. Perbudakan

Dari tahun ke tahun ummat Islam senantiasa memperingati Mawlid ataupun Mawlud Nabi Muhammad RasuluLlah SAW. Salah satu thema sentral yang disampaikan dalam pesan-pesan Mawlud adalah: WaMa- Arsalnaka Illa- Rahmatan lil'Alamiyna (S. Al Anbiya-i, 107). Dan tidaklah Kami mengutus engkau (hai Muhammad) melainkan rahmat untuk banyak alam (21:107).

Diterjemahkan kata al'Alamiyn (alam dalam bentuk jama') dengan banyak alam. Dalam bahasa yang lain-lain, bahasa Inggeris misalnya kata nature tidak ada bentuk plural. Alam dalam bentuk jama' dalam ayat (21:107) dapat berarti alam non-hayati seperti batu-batuan, mineral, bumi dengan atmosfernya dll, dan alam hayati seperti: alam nabati, alam hewani, alam manusia. Dapat pula berupa kombinasi yang dikenal dengan alam sekitar sebagai sumber informasi untuk kajian ilmu, sumberdaya alam sebagai barang keperluan masyarakat, lingkungan hidup yang menderita oleh pencemaran ulah tangan-tangan manusia. Alam manusia terdiri pula atas alam masyarakat, alam bangsa-bangsa, dan alam sejarah yang di dalamnya tergolong pula alam perbudakan yang menjadi topik kolom ini. Yaitu dalam rangka menyambut Mawlud Nabi Muhammad RasuluLlah SAW, sebagai Rahmatan lil'Alamiyn dalam konteks menghilangkan alam perbudakan.

Perbudakan sudah sangat tua. Pada dasarnya dahulu kala sistem perbudakan tidaklah berbeda antara orang Romawi dengan orang Mesir, Parsi, India, Arab dll. Pemilik budak mempunyai hak penuh atas budaknya, hak membunuh, hak mendera, hak menyiksa, hak menjual dan hak untuk mengekspoitasi tenaga budak tanpa ampun dan tanpa bayaran. Walaupun sistem tidak berbeda namun secara gradual dalam arti intensitas kekejaman terhadap budak, orang Romawilah yang berada di atas puncak. Jang menjadikan orang Romawi menjadi juara dalam hal kekejaman terhadap budak, yaitu orang Romawi membiadabkan (bukan membudayakan) pertunjukan duel gladiator (budak aduan) hingga tewas untuk mereka nikamti. Kebiadaban adu gladiator ini tidak pernah terjadi pada bangsa-bangsa lain.

Demikianlah suasana kehidupan bangsa-bangsa, termasuk bangsa Arab, yang memiliki sistem perbudakan yang berurat berakar dalam masyarakat, tatkala Nabi Muhammad SAW datang membawa Risalah. Laqad Ja-akum Rasuwlun min Anfusikum 'Aziyzun 'Alayhi Ma- 'Anittum (S. Al Tawbah, 128). Telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu, yang amat berat baginya akan penderitaanmu (9:128).

Spartacus (109 - 71) SM seorang gladiator pada 73 SM dengan sejumlah 70 orang gladiator lainnya berhasil melarikan diri ke gunung Vesuvius (dekat yang sekarang dikenal dengan Naples). Karena tidak mempunyai keterampilan lain, maka kelompok gladiator ini hanya bisa merampok dan menjarah (plundering and pillaging).

Abraham Lincoln (1809 - 1865) Presiden ke-16 berhasil secara formal menghapuskan perbudakan di Amerika Serikat melalui Civil War (1861 - 1863). Namun ia tidak sempat mempersiapkan mental masyarakat untuk menerima kenyataan suasana kemerdekaan budak-budak. Mantan budak-budak membentuk kelompok-kelompok balas dendam atas mantan tuan-tuannya, sedangkan pada pihak yang lain terbentuk pula organisasi rasial kulit putih Khu Klux Klan. Maka situasi menjadi runyam bahkan Abraham Lincoln sendiri tertembak (14 April 1865) dan meninggal keesokan harinya.

Seperti halnya dengan menghentikan kebiasaan minum miras dengan cara bertahap (*) (sudah dibahas dalam Seri 248, 3 November 1996), maka Risalah yang dibawakan Nabi Muhammad SAW menghapuskan perbudakan secara bertahap pula. Langkah pertama yang ditempuh RasuluLlah SAW sebagai Uswatun Hasanah, contoh pemimpin yang baik, adalah persiapan mental bagi kedua belah pihak. Yaitu menghilangkan sikap mental superioritas, ataupun keangkuhan dari pihak pemilik budak atas budaknya, dan pada pihak yang lain memupus dendam dan kebencian dari pihak budak terhadap tuannya. RasuluLlah bersabda: "Budak kalian adalah saudaramu. Kalian yang mempunyai tanggungan saudara hendaklah memberi makan kepadanya apa yang kalian makan, memberi pakaian kepadanya seperti yang kalian pakai. Janganlah membebaninya pekerjaan di atas kemampuannya. Apabila kalian memberikan kepadanya pekerjaan sekira di atas kemampuannya, bantulah ia." Sikap mental tidak membebani budaknya dengan pekerjaan berat memungkinkan budak-budak itu memperoleh penghasilan dengan jalan menjual jasa kepada
orang lain.

Tahap selanjutnya himbauan untuk memerdekakan budak dengan mengemukakan kenyataan bahwa secara psikologis melepas budak adalah pekerjaan seperti mendaki pendakian terjal.

WaMa- Adra-ka Ma l'Aqabatu. Fakku Raqabatin. (S. Al Balad, 12-13). Tahukah engkau apa jalan mendaki itu? Memerdekakan budak. (90:12-13).

Tidaklah semua orang mampu untuk melalui jalan mendaki itu. Maka ada pula sebuah metode yang efektif dalam pembebasan budak, yaitu dengan syari'at memberikan sanksi atas orang yang berbuat dosa. Seperti misalnya menggauli isteri dalam bulan Ramadhan pada siang hari diberikan sanksi membebaskan budak. Demikian pula membunuh orang tidak dengan sengaja sanksinya ialah membebaskan budak. Wa Man Ka-na Qatala Mu'minan Khathaan Fatahriyru Raqabatin Mu'minatin (S. An Nisa-i, 92), barang siapa membunuh seorang mu'min tidak dengan sengaja, haruslah memerdekaan seorang hamba yang mu'min (4:92).

Dalam tahap permulaan sejumlah sahabat telah memenuhi himbauan untuk membebaskan budaknya secara sukarela. Bahkan Abu Bakar RA membeli sejumlah budak kemudian membebaskannya. Salah seorang diantara budak yang dibeli kemudian dibebaskan olehnya ialah Bilal. Walaupun pada tahap permulaan belum banyak yang bersedia secara sukarela membebaskan budaknya, namun sejarah mencatat kemudian setelah kualitas keimanan ummat Islam merata secara luas, sejumlah besar budak dibebaskan secara suka rela. Ada pula cara menghentikan perbudakan dengan jalan memotong garis keturunan, yaitu menikahi budak-budak perempuannya. Keturunan dari hasil perkawinan itu bukanlah budak lagi. Hal ini telah dikemukakan dalam Seri 279, 29 Juni 1997 waktu membahas polygami.

Yang paling efektif ialah melalui kelembagaan Baytulmal dan Mukatabah (asal katanya KaTaBa artinya menulis). Zakat harta dan dagang yang disimpan dalam Baytulmal sebagian porsinya dipergunakan pemerintah untuk membebaskan budak. Mukatabah adalah perjanjian tertulis secara perdata antara budak dengan tuannya untuk menebus dirinya dengan sejumlah uang yang disepakati bersama dan dapat dibayar secara menyicil. Hal ini dimungkinkan sebab seperti disebutkan di atas budak-budak itu diizinkan oleh tuannya untuk pergi menjual jasa. Budak-budak yang membebaskan diri melalui kelembagaan Mukatabah ini sudah siap mandiri secara sosial ekonomis. Pembebasan secara kelembagaan Mukatabah ini baru diterapkan di Eropah dalam abad ke-14 M. tujuh abad kemudian.WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 20 Juli 1997
--------------------------
(*)
Demikian pula misalnya pendekatan dalam menghentikan peminum miras menurut Al Quran tidaklah secara drastis, yaitu secara berangsur.
Tahap pertama, larangan yang tidak sepenuhnya, sebagai sasaran antara, seperti firmanNya:
-- Ya-ayyuha Lladziyna A-manuw Laa Taqrabu shShala-ta wa Antum Sukaara- (S. AnNisa-u, 43).
-- Hai orang-orang beriman janganlah kamu dekati shalat tatkala kamu mabuk (4:43).
Tahapan ini, yang berupa sasaran antara ini, adalah larangan tidak boleh mabuk, artinya boleh minum asal jangan sampai mabuk, hanya dilarang minum miras sampai mabuk kalau mau shalat.
Tahapan selanjutnya adalah larangan tegas, bahwa miras, judi dan lain-lain yang sebangsanya adalah dari perbuatan setan, haruslah dijauhi.
--Ya-ayyuha Lladziyna Amanuw Innama lKhamru walMaysiru walAnshaabu walAzlaamu Rijsun min 'Amali sySyaythaani faJtanibuwhu La'allahum Tuflihuwna (S. Al Ma-idah, 90).
-- Hai orang-orang beriman, sesungguhnya miras, judi, berhala dan bertenung itu kotor, itu dari pekerjaan setan, jauhkanlah, supaya kamu mendapat kemenangan (5:90).
Ayat (5:90) menghapuskan (nasikh) dan ayat (4:43) yang dihapus (mansukh).