13 Juli 1997

281. Benda-benda Langit yang Berenang dalam Dukhan

Firman Allah SWT:

Inna Rabbakumu Llahu Lladziy Khalaqa sSamawati walArdha fiy Sittati Ayya-min, Tsumma Staway 'alay l'Arsyi Yudabbiru lAmra (S. Yuwnus, 3). Sesungguhnya Maha Pemeliharamu Allah yang telah menciptakan banyak langit dan bumi dalam enam masa, kemudian ia menyengaja atas 'Arasy mengatur urusan (10:3).

Langit dalam ayat (10:3) dalam bentuk jama' asSamawatu sehingga berma'na benda-benda di atas bola langit yang juga biasa disebut dengan benda-benda langit. Salah satu urusan Allah SWT di atas 'Arasy adalah mengurus langit yang dipenuhiNya dengan dukhan.

Tsumma Staway ila- sSama-i waHiya Dukha-nun (S. Fushshilat, 11). Kemudian Ia menyengaja kepada langit dan dia (berisi) dukhan (41-11).

Dalam ayat (41:11) langit dinyatakan dalam bentuk mufrad (tunggal, singular) asSama-u, ini bermakna bukan benda-benda langit sSamawati yang jama', melainkan bermakna ruang antar bintang-bintang, yang berisi dukhan.

Dalam Seri 278, 22 Juni 1997, telah dijelaskan klasifikasi bintang-bintang menurut kriteria Al Quran: kawkab, nujum, buruj. Lalu di samping itu ada pula yang disebut dukhan yang mengisi ruang antar bintang. Kawkab adalah jenis bintang yang tidak bersinar, hanya bercahaya karena memantulkan sinar dari matahari. Termasuk dalam jenis kawkab adalah bumi kita ini beserta satelitnya (bulan) dan satelit matahari, yang dalam ilmu falak dengan memakai kriteria sifat gerak (yang sekarang sudah tidak relevan lagi) disebut planet dan komet. Nujum adalah bintang yang panas menyala, ibarat obor yang menyala (Syihabun Tsaqib). Dilihat dari kriteria panas menyala ini, maka matahari termasuk nujum. Buruj adalah gugus bintang dari jenis nujum. Dalam ilmu falak buruj ini disebut galaxy. Ruang di antara nujum tidaklah hampa melainkan berisi dukhan. Dukhan dalam ilmu falak disebut gas interstellair.

Di dalam buruj Milkyway dukhan itu beredar mengelilingi pusat Milkyway bersama-sama dengan nujum. Buruj Milkyway adalah gugus bintang yang terdiri atas jutaan nujum, salah satu anggota gugus itu ialah matahari. Gerak berkeliling itu disebut gerak bersama. Buruj Milkyway itu ibarat cakra berbentuk lensa cembung, berisikan dukhan dan jutaan nujum. Dukhan itu walaupun amat renggang dibandingkan dengan kepadatan massa nujum, akan tetapi volume dukhan itu sangat besar dibandingkan volume nujum itu. Maka jumlah massa dukhan itu secara keseluruhan sangat besar. Dengan demikian dukhan itu berpengaruh besar terhadap gerak bersama itu. Dukhan itu mengontrol secara keseluruhan gerak bersama dari isi buruj Milkyway. Gerak bersama yang dikontrol oleh dukhan itu menyebabkan buruj Milkyway dalam keadaan keseimbangan yang dinamis. Dan begitu pula keadaannnya dengan buruj yang lain, yang jumlahnya juta-jutaan pula, yang bergerak saling menjauhi.

Di samping gerak bersama itu di dalam buruj Milkyway matahari bergerak relatif terhadap dukhan. Kecepatan tangensial matahari dalam gerak bersama itu sekitar 450 km per detik mengelilingi pusat Bimasakti. Dengan demikian matahari memerlukan waktu 224 juta tahun untuk satu kali mengedari pusat buruj Milkyway. Kecepatan relatif matahari terhadap dukhan sekitar 45 km per detik. Jadi sesungguhnya setiap kawkab dan nujum bahkan buruj juga berenang dalam dukhan. Oleh sebab itu kata yasbahuwna haruslah diterjemahkan dengan berenang dalam ayat Kullun fiy falakin yasbahuwna (S.Al Anbiyaa 33 dan S.Yasin 40), semuanya berenang dalam jalurnya. Apabila ayat dalam kedua surah itu diterjemahkan dengan: semua bergerak atau beredar dalam lintasannya akan mengurangi makna yang asli dari ayat tersebut. Yasbahuwna ditasrifkan dari akar kata yang dibentuk oleh Sin, Ha, Ba, Sahaba artinya berenang.

Seperti disebutkan di atas, Allah SWT mengatur urusan dari atas 'Arasy, termasuk mengurus dukhan. Yaitu setiap saat terjadi proses dukhan menambah volume nujum. Sambil berenang nujum itu membawa serta dukhan yang dilaluinya. Makin lambat gerakan berenang itu makin banyak dukhan yang disedotnya. Apabila kecepatan berenang nujum itu hanya sekitar 2 sampai 3 km per detik, maka nujum itu akan menjadi nujum raksasa, seperti misalnya nujum raksasa Betelgeuse, Razalgethi dan Epsilon Aurigae. Nujum raksasa Betelgeuse diameternya sekitar 2 kali lingkaran yang dibentuk oleh lintasan bumi. Nujum raksasa Razalgethi diameternya kurang lebih besarnya seperti garis lengkung yang dibentuk oleh lintasan Saturnus. Sedangkan diameter nujum raksasa Epsilon Aurigae sekitar 0.6 kali garis lengkung yang dibentuk lintasan Pluto.

Untuk kecepatan berenang 12 sampai 15 km per detik, walaupun nujum itu menyedot dukhan tidaklah sampai mengalami pertambahan volume berarti, sehingga tidak sempat menjadi raksasa. Demikian pula matahari yang menjadi pusat tatasurya kita tidak akan dapat menjadi raksasa, karena kecepatan berenangnya 45 km per detik, jauh di atas 15 km per detik.

Allah mentaqdirkan kecepatan tangensial bulan dan bumi sedemikian rupa sehingga jarak antara bulan dengan bumi serta jarak antara bumi dengan matahari sudah tertentu pula. Dalam jarak tertentu itu apabila terjadi gerhana matahari penuh, bulan tepat-tepat menutup matahari dilihat dari bumi. Demikianlah pada waktu gerhana matahari penuh dapatlah disaksikan, bahkan telah difoto bahwa matahari dibungkus oleh lapisan yang disebut corona. Dalam foto itu dapat disaksikan bahwa pada lapisan terluar dari corona itu terdiri atas dukhan yang disedot oleh matahari.

Andaikan Allah SWT mentaqdirkan kecepatan berenang matahari hanya 2 sampai 3 km per detik, matahari akan menjadi raksasa. Dalam proses menjadi raksasa itu akhirnya matahari akan melahap satelit-satelitnya yang tidak sempat membeku, karena sebelum membeku telah terlebih dahulu dilahap matahari. Namun Allah tidaklah mentaqdirkan matahari dengan kecepatan serendah itu. Allah mentaqdirkan kecepatan berenang matahari 45 km per detik sehingga matahari tidak menjadi raksasa, bumi tidak dilahap matahari, karena Allah berkehendak menciptakan manusia di atas bumi. Bumi ibarat lahan ataupun pabrik bagi manusia untuk menanam ataupun memproduksi produk yang berkualitas yaitu amal-amal kebajikan. Allah memberikan otoritas kepada manusia untuk memilih memproduksi amal-amal kebajikan atau amal-amal kejahatan yang akan dipertanggung-jawabkannya kepada Allah SWT kelak dalam Hari Pengadilan. WaLlahu A'lamu bi shShawab.

*** Makassar, 13 Juli 1997