14 September 1997

289. Geo Stationary Orbit

Geo artinya bumi, stationary artinya diam dalam pengertian tidak bergerak, bukan diam dalam arti tidak bicara dan orbit berarti lintasan. Stationary artinya diam, sedangkan lintasan berhubungan dengan gerak! Bagaimana mungkin?

Satelit-satelit komunikasi di atas Khattul Istiwa menempati masing-masing kapling (dari kavelen artinya menyekat). Itulah dia yang disebut dengan (G)eo (S)tationary (O)rbit, disingkat GSO. Satelit-satelit itu seakan-akan tergantung di angkasa, tidak bergerak-gerak menempati kaplingnya masing-masing. Dengan demikian GSO berurusan dengan kesepakatan internasional. Misalnya satelit Palapa mempunyai hak menempati sekat di atas angkasa Indonesia, sesuai dengan kesepakatan internasional tersebut. Satelit Palapa dan satelit-satelit lainnya yang tergantung di angkasa dalam GSO-nya masing-masing mengusik rasa ingin tahu beberapa orang dalam Majelis Ta'lim yang melontarkan pertanyaan kepada saya:

"Ustadz, apakah di atas sana satelit-satelit komunikasi itu punya baling-baling seperti helikopter?"

"Tidak punya, dan tidak ada gunanya punya baling-baling, karena di GSO di atas itu tidak ada udara. Dipilih diketinggian yang tidak ada udara untuk menghindarkan kerusakan satelit oleh pergesekan dengan udara," demikian saya jawab. Namun saya dikejar lagi pertanyaan yang bersifat bantahan serta menyangkut aqidah, seperti pertanyaan susulan berikut:

"Ustadz, kalau helikopter tergantung ataupun melayang di udara itu karena mempunyai baling-baling yang mengipas-kipas, seperti halnya dengan kupu-kupu yang mengepak-kepakkan sayapnya selama menyedot cairan manis bunga-bungaan. Gerak baling-baling dan kepak sayap itu menahan tarikan gravitasi. Tetapi yang tak habis pikir bagaimana mungkin satelit Palapa dan satelit-satelit lainnya di GSO-nya masing-masing tanpa mekanisme baling-baling dapat bertahan terhadap tarikan gravitasi ke bawah. Apa yang menahannya? Ataukah apa di atas sana itu bebas gravitasi? Bukankah ketinggian satelit-satelit itu di atas permukaan bumi masih sangat dekat? Bgaimana dengan Firman Allah: QL HW ALLH AhAD S. ALIKHLASH, 1)?, dibaca: qul huwaLla-hu ahad (s. al ikhla-sh), artinya: Katakan Allah ahad (112:1). Ahad, Esa dalam zat, sifat dan af'al (perbuatan)-Nya. Perbuatan Allah itu Maha Esa, jadi kalau dekat permukaan bumi harus ada mekanisme untuk melawan gravitasi seperti pada helikopter atau kupu-kupu, maka di GSO yang belum jauh di atas itu harus ada pula mekanisme pada satelit-satelit untuk dapat bertahan pada kaplingnya masing-masing."

Rentetan pertanyaan yang bertubi-tubi itulah yang menyebabkan ditulisnya Seri 289 ini. Sebenarnya pertanyaa yang sejenis namun tidak serupa telah pernah pula dilontaskan peda saya, yaitu mengapa astronot dalam kapsul ataupun pesawat ulang alik melayang-layang, mengapa terhadap mereka itu tidak bekerja gravitasi padahal belum cukup jauh dari bumi! Hal tersebut telah saya bahas dalam dua seri berturut-turut: Seri 080 dengan judul: "Keadaan Tanpa Bobot dalam Pesawat Ulang-alik yang Sedang Mengorbit Bumi, Hubungannya dengan Ilmu Tawhid, tanggal 23 Mei 1993 dan Seri 81 dengan judul: "Keadaan Tanpa Bobot dalam Pesawat Ulang-alik yang Sedang Mengorbit Bumi, Penjelasan Secara Ilmiyah Populer, tanggal 30 Mei 1993.

Marilah kita jawab rentetan pertanyaan bertubi-tubi yang bersifat bantahan serta menyangkut aqidah tersebut. Allah sebagai Ar Rabb, Maha Pengatur (RB AL'ALMYN, rabbul 'a-lami-n) mengatur gerak di alam ini melalui TaqdiruLlah (ketetapan tentang aturan Allah, istilah sekulernya: hukum alam) yang kita kenal sebagai medan gravitasi, medan elektro-magnet, gaya kuat (gaya nuklir) dan gaya lemah (penyebab radio-aktif suatu zat). Jenis yang pertama dominan mengendalikan benda-benda langit di makro-kosmos dan ketiga jenis yang berikutnya mengendalikan zarrah-zarrah di mikro-kosmos. Maka sebagai konsekwensi Allah Maha Esa dalam perbuatanNya, wajiblah kita imani, bahwa gravitasi bekerja pula terhadap satelit-satelit dalam GSO-nya masing-masing itu.

Bayangkanlah sebuah menara yang puncaknya tinggi sekali. Naiklah ke puncaknya dan jatuhkanlah batu. Maka batu itu dengan bebas jatuh lurus ke bawah dan tiba dekat kaki menara. Ini sudah diamati oleh nenek moyang kita, bukan hanya Galileo Galilei saja. Buktinya? Ada pepatah yang mengatakan: Buah itu jatuhnya tidak jauh dari pokok pohon. Akan berbeda jika dari ketinggian itu batu itu dilempar mendatar sejajar dengan muka bumi. Batu itu akan menempuh lintasan yang dikenal dalam ilmu mekanika dengan lintasan peluru. Makin besar kecepatan permulaan batu itu waktu dilemparkan, makin jauh pula letak jatuhnya batu itu dari kaki menara. Kalau ketinggian itu dipertinggi cukup tingginya, dan sementara itu kecepatan permulaan dari batu itu ditambah terus besarnya, akan tiba saatnya batu itu akan jatuh meliwati lengkungan bumi. Maka dalam keadaan demikian itu batu tersebut akan jatuh bebas terus-menerus, tidak ada henti-hentinya. Itulah yang disebut mengedari atau mengorbit bumi. Karena proses jatuh bebas itu disebabkan oleh gravitasi, maka jatuh bebas terus-menerus atau mengorbit itu juga karena gravitasi.

Satelit-satelit komunikasi itu dibawa ke atas oleh roket ke ketinggian yang tidak ada udara (sangat tipis sehingga diabaikan) kemudian di-"lempar"-kan sejajar dengan permukaan bumi (disebut kecepatan tangensial). Maka mengorbitlah satelit-satelit itu. Jadi satelit-satelit itu mengorbit bumi dalam GSO-nya masing-masing karena tiga hal: Pertama, satelit-satelit itu dilempar dengan kecepatan yang cukup besar dalam rah tangensial. Kedua, satelit-satelit itu tidak terlempar terus untum meninggalkan bumi karena ditarik/ditahan oleh gravitasi bumi. Ketiga, kecepatan satelit-satelit itu tidak berkurang, karena tidak lagi bergesek dengan udara. Alhasil terhadap satelit-satelit itu gravitasi tetap bekerja.

Mengapa satelit-satelit itu stasioner tetap menempati (kaplingnya masing-masing) ibarat helikopter yang melayang-layang di udara atau kupu-kupu yang diam di udara selama menyedot cairan manis bunga-bungaan ? Sesungguhnya helikopter, kupu-kupu yang berhenti di uadara itu sedang ikut mengorbit bumi. Kecepatan berputarnya (mengorbitnya) yang dalam ilmu mekanika disebut kecepatan sudut, sama besar dengan kecepatan sudut perpusingan bumi pada sumbunya. Kitapun ini yang berpijak di atas permukaan bumi sebenarnya ikut pula mengorbit, karena kita melekat pada bumi. Helikopter dan kupu-kupu yang sedang tidak bergerak di udara, permukaan bumi, serta semua yang melekat pada permukaan bumi (termasuk kita) mengorbit dengan kecepatan sudut sekitar 24 jam sekali mengorbit (sehari semalam). Satelit-satelit komunikasi itu diberi kecepatan mengorbit juga dalam 24 jam sehari semalam, sehingga satelit-satelit itu samalah keadaannya dengan helikopter dan kupu-kupu yang sedang menyedot madu bunga-bungaan, yaitu seakan-akan berhenti melayang di udara. Artinya helikopter, kupu-kupu dan satelit-satelit itu relatif tidak bergerak terhadap kita sebagai pengamat yang melekat pada permukaan bumi.

Maka pertanyaan: "Stasioner artinya diam, sedangkan lintasan berhubungan dengan gerak, itu bagaimana mungkin?", terjawablah sudah. Satelit-satelit itu mengorbit, namun stasioner relatif terhadap kita yang melekat pada permukaan bumi. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 14 September 1997