12 April 1998

317. Kuman Semu di Seberang Lautan Dipusingi Gajah Nyata di Pelupuk Mata Dikurbankan

Pada bulan Desember 1997 seorang keluarga minta nasihat saya, karena ia ingin masuk anggota Pentagono (Pg). Wah, globalisasi dari Italia, mafioso, cosa-nostra, judi, penipuan, inilah kesan pertama secara impulsif yang timbul dalam benak saya, tatkala ia menyodorkan brosur mengenai Pg. Ia minta dengan sangat agar saya mengkaji Pg, berhubung ia calon penganggur, perusahaan tempatnya bekerja terancam gulung tikar.

Terlebih dahulu perlu dilihat potret substansi ini.

Perusahaan FS di Italia menjual jasa ke berbagai negara. FS mengorganisasikan pengaktifan dan melayani anggota Pg. Semua anggota Pg dalam jaringan itu dapat dilihat melalui internet.

Untuk dapat menjadi anggota Pg, calon anggota Pg membeli semacam formulir pendaftaran dalam bentuk sertifikat, mengirim uang melalui bank kepada anggota Pg yang telah menduduki posisi puncak dalam sertifikat, dan mengirim uang jasa ke FS. Kalau ini sudah terpenuhi maka calon anggota Pg tersebut diaktifkan oleh FS menjadi anggota Pg dan ia menerima 3 sertifikat. Ia lalu mendapatkan PIN dan password untuk melihat data di internet dan menduduki level 7. Sedang anggota Pg pada level 7 tempat ia membeli sertifikat tadi itu bergeser ke level 6. Anggota baru ini kemudian mencari 3 orang calon anggota dengan menjual ke-3 sertifikat tersebut. Demikianlah Pg menyebar secara berantai dengan segitiga Pascal 3n, setiap babak n = 7.

Anggota Pg yang telah menempati posisi puncak dalam sertifikat yang dikeluarkan oleh FS, akan menerima imbalan dari anggota Pg jaringan di bawahnya sampai level n = 7, yaitu 37 = 2187 orang. Nilai nominal dan prosedur secara teknis Pg dapat dibaca dalam brosur yang sudah banyak beredar.

FS hanya menerima harga jasa pengaktifan dan pengelolaan dari para anggota Pg, sedangkan transaksi melalui bank antar anggota Pg dalam jaringan tidak melalui FS. . Untuk mengantisipasi jenuhnya pasar di suatu tempat, kepada peserta terakhir diberikan jalan keluar dengan sistem patah tumbuh hilang berganti secara otomatis (automatic regeneration system). Ujung jaringan yang mati akan disambung secara otomatis ke rantai jaringan pada daerah lain yang masih aktif.

Globalisasi termasuk kategori mu'amalah (non-ritual) sehingga berlaku qaidah: semua boleh kecuali yang dilarang oleh Nash. Akan dikaji apakah larangan dalam Nash di bawah ini mengena pada Pg atau tidak.

YaAayyuhaA (A)Lladziyna Amanuw(A) InnamaA (A)lKhamru Wa (A)lMaysiru Wa (A)lAnsha-bu Wa (A)lAzlaAmu Rijsun min 'Amali (A)lSyaythani Fa(A)jtanibuwhu La'allakum Tuflihuwna (S. Al MaAidah, 5:90). Hai orang-orang beriman, sesungguhnya miras, judi, berhala dan bertenung itu kotor, itu dari pekerjaan setan, jauhkanlah, supaya kamu mendapat kemenangan.

Inna (A)llaha Wa Rasuwlahu Harrama Bay'a (A)lKhamri Wa (A)lMaytati Wa (A)lKhinziyri Wa (A)lAShnaAmi. Sesungguhnya Allah dan RasulNya mengharamkan berdagang miras, bangkai, babi dan patung berhala (diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir).

Judi itu suatu sistem yang tergantung pada permainan spekulasi tebak-tebakan dan untung-untungan. Ada permainan judi yang bersifat spekulasi tebak-tebakan dari jenis pemain yang berhadap-hadapan, seperti main campalle (melempar mata uang), main dadu (dan sebangsanya seperti rulet), sabung ayam dll. Ada judi yang bersifat spekulasi untung-untungan dari jenis pemainnya tidak berhadap-hadapan, sehingga memerlukan bandar untuk memungut uang taruhan, seperti lotrei, lotto, porkas, SDSB. Ada judi yang tidak pakai bandar, tidak berhadap-hadapan, yaitu bermain Valas yang berspekulasi dalam turun naiknya kurs mata-uang dan bermain spekulasi berutang jangka pendek ke luar negeri untuk proyek jangka panjang.

Dalam Pg tidak ada yang seperti di atas itu. Yang ada dalam Pg adalah risiko tidak berhasil mencari calon anggota, seperti pedagang menanggung risiko barang dagangannya tidak laku, pelaut menanggung risiko tenggelam. Namun kesemuanya itu adalah risiko yang telah diperhitungkan (calculated risk). Alhasil, Pg bukan judi, melainkan membeli jasa dari FS. Sedangkan membeli jasa tidak dilarang oleh Syari'at, oleh karena jasa bukanlah miras, bangkai, babi dan patung berhala. Jadi menjadi anggota Pg boleh saja sesuai dengan qaidah: Semua boleh kecuali yang dilarang oleh Nash.

Masih ada yang mengganjal, pertama manipulasi, dan kedua, penipuan yang intrinsik dalam sistem, yaitu penipuan atas perserta terkahir, yang akan merugi oleh karena tidak ada lagi yang akan mengiriminya uang.

FS tidak dapat memanipulasi uang karena transaksi antar anggota Pg tidak melalui FS. Kerugian atas perserta terkahir dapat dihindarkan dengan cara automatic regeneration system seperti yang digambarkan dalam potret di atas itu, sehingga insya Allah tidak akan ada mushibah derita massal. Dengan demikian Pg dapat pula lolos dari rambu-rambu: Yasaluwnaka 'Ani (A)lKhamri Wa (A)lMaysiri Qul FiyHimaA Itsmun Khabiyrun Wa ManaAfi'u li(l)nNaAsi Wa ItsmuHumaA Akbaru Min Naf'ihimaA (S. Al Baqarah, 2:219). Mereka bertanya kepadamu mengenai miras dan judi, katakan, di dalam keduanya itu dosa besar dan ada beberapa manfaat, namun dosa keduanya lebih besar dari manfaat keduanya.

Hasil analisis saya ini dikuatkan dengan adanya Pg di Arab Saudi. Apabila Pg itu melanggar Syari'at, maka pemerintah Arab Saudi yang undang-undangnya berdasarkan Syari'at, niscaya melarang Pg. Sehingga tidaklah mungkin ada anggota Pg di Arab Saudi baik itu warga negara maupun pendatang.

Kesimpulannya, seruan menghentikan Pg sekarang ini, karena Pg dikiranya judi dan mengkhawatirkan terjadinya derita massal atas peserta terakhir (baca: kuman semu), berarti menimpakan derita itu sekarang atas para karyawan yang di-PHK-kan yang harus menghidupi keluarganya, atas pengusaha yang berusaha mengumpul modal dan mempertahankan karyawannya, atas mahasiswa yang patungan untuk menanggulangi defisitnya dengan menjadi anggota Pg (baca: gajah nyata). Mereka inilah yang menderita sekarang karena tersendat untuk menjual sertifikatnya. Janganlah terjadi seperti pepatah : Kuman semu di seberang lautan dipusingi, gajah nyata di pelupuk mata dikurbankan.
Wallahu A'lamu bisShawab.

*** Makassar, 12 April 1998