14 Juni 1998

326. Perahu Bocor

Firman Allah SWT:

-- WATQWA FTNT LA TSHYBN ALDZYN ZHLMWA MNKM KHASHt (S. AL ANFAL 8:25), dibaca: wattaqu- fitnatal la- tushiybannal ladzi-na mingkum khaashshah, artinya: Peliharalah dirimu dari bencana yang ditimpakan tidak hanya khusus atas yang berlaku aniaya di antara kamu (saja).

Ayat di atas itu sepertinya sulit dipahami, oleh karena seyogianya yang berlaku aniaya saja yang akan ditimpa bencana. Kalau ada ayat yang terasa sukar dicerna secara langsung, maka kita harus melihat dahulu pada Hadits RasuluLlah SAW.

Nabi Muhammad RasuluLlah SAW mengibaratkan kita ini menumpang sebuah perahu. Apabila kita ingin mendapatkan air haruslah menempuh tata-cara, yaitu pergi ke geladak, mengambil timba, kemudian menimba air. Tata-cara tersebut untuk mendapatkan air lambat prosesnya. Ada tata-cara yang membuahkan proses yang cepat untuk mendapatkan air, yaitu dengan melubangi dinding perahu, ia serta merta akan mendapatkan air, tanpa susah-susah mengikuti posedur yang dilazimkan. Apabila ada seorang penumpang lain memegang tangan orang itu sebelum sempat membuat lubang, maka demikian sabda Nabi Muhammad RasuluLlah SAW, si pencegah ini telah bertindak menyelamatkan dirinya, menyelamatkan si pembuat terobosan, bahkan telah menyelamatkan seluruh penumpang dan isi perahu dari bencana terkubur di dalam laut. Jadi yang akan mendapat celaka bukan hanya yang berbuat aniaya melobangi perahu, melainkan yang ditimpa bencana adalah juga mereka yang tidak berbuat aniaya. Inilah maksud ayat (8:25) yang dikutip di atas itu.

Negara Republik Indonesia dengan seluruh penduduknya adalah perahu yang memuat penumpang. Sayangnya perahu kita ini telah bocor, oleh karena tidak ada yang mencegah tatkala perahu kita ini digerek oleh mata gurdi (boor) yang berwujud akselerasi modernisasi, untuk mendapatkan air dengan cepat. Konseptor strategi pembangunan akselerasi modernisasi ini adalah CSIS, para
pakar dari Berkely. Strategi akselerasi modernisasi ini ialah mempercepat (acceleration) petumbuhan ekonomi yang diukur dalam gross national product (GNP). Perbesar kuenya dahulu baru dibagi-bagi. Maka muncullah para taipan, konglomerat yang dekat istana (baca: nepotisme), yang disusul oleh anak cucu Presiden Suharto. Para taipan yang konglomerat ini bersama-sama dengan anak cucu Presiden Suharto memberikan imbas pada birokrat yang menumbuh-suburkan kolusi dan korupsi.

Demikianlah strategi akselerasi modernisasi ini membuahkan kepincangan pelaku ekonomi yang berat ke atas, keropos kebawah. Ambruknya para pelaku ekonomi tingkat atas ini menyebabkan ambruknya pula pereokonomian kita karena tidak ditopang oleh kekuatan pelaku eknomi tingkat bawah dan menengah. Inilah lubang yang digerek oleh mata gurdi akselerasi modernisasi. Di samping lubang utama kebocoran perahu ini, menyebar pula lubang-lubang yang digerek oleh oknum-oknum birokrat yang melakukan praktek KKN. Dampak langsung yang lubang-lubang kebocoran ini adalah derita penumpang di ruang bawah karena naiknya harga sembako.

Perahu yang perlahan-lahan akan tenggelam ini karena air masuk melalaui kebocoran-kebocoran pada dinding perahu, menumbuhkan keberanian sebagian penumpang perahu yang muda-muda. Itulah gerakan moral mahasiswa yang mencanangkan reformasi pada segala bidang. Gerakan reformasi ini berhasil menurunkan nakoda perahu yang menurut tata-cara dalam kepemimpinan melayarkan perahu, jika nakoda berhenti, maka juru-mudi yang menggantikan nakoda.

Maka terjadilah pergolakan politik di geladak perahu. Yang dipermasalahkan adalah sah atau tidaknya proses peralihan juru-mudi menjadi nakoda perahu. Retorika politik menjadi hangat, sehingga perhatian bocornya perahu terlupakan. Retorika politik itu bahkan ada yang turun nilainya menjadi banyolan politik, seperti apa yang ditayangkan oleh Indosiar, yaitu banyolan Selo Soemarjan, Rizal Ramli(?) dll. Tanda tanya itu saya bubuhkan karena namanya yang akurat saya lupa, karena tidak saya catat namanya sewaktu ia membanyol. Sepertinya banyolan itu akhir-akhir ini sudah berhenti, barangkali karena pengaruh pertandingan sepak bola di Perancis.

Yang penting sekarang bagaimana kita membantu pemerintah yang telah memperlihatkan prestasinya dalam hal reformasi. Langkah-langkah strategis sudah dikemukakan untuk melayarkan perahu, yaitu mereformasi undang-undang: Pemilu, komposisi MPR, DPR dan kepartaian. Disusul dengan SI untuk mengubah beberapa Tap MPR yang berhubungan dengan Pemilu, melaksanakan Pemilu, langkah terakhir SU MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden, dan pemerintahan baru pada permulaan tahun 2000.

Alhasil retorika politik, apa pula banyolan politik hendaknya dihentikan karena dapat menjurus pada hambatan reformasi. Sasaran utama sekarang ialah bagaimana dengan cepat dapat menutup lubang-lubang pada dinding perahu yang bocor, jangan sampai sebelum berlayar, perahu terlanjur tenggelam. Bagimana caranya menutup lubang? Pertama, membantu pemerintah dalam hal penyaluran sembako, sehingga terjadi distribusi yang merata, sehingga harga menjadi stabil dalam bingkai daya beli rakyat. Kedua, membersihkan birokrasi dari KKN sampai ke daerah-daerah. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 14 Juni 1998