30 Agustus 1998

337. Terpeleset dan Plesetan

Plesetan berasal dari kata pelesetan yang terpelesetkan. Terpeleset dapat terjadi pada benda begerak ataupun dalam lapangan bahasa. Contoh dalam lapangan bahasa seperti misalnya kikkeren (bahasa Belanda) yang artinya berlaku seperti kikker (kodok) yaitu lompat katak. Penggunaan kata kikkeren ini hanya khusus dalam dunia ontgroening (perpeloncoan) sebagai sanksi atas groentje (pelonco). Setelah mendapat bumbu vitamin G kikkeren terpeleset menjadi ke(ng)kreng dalam bahasa Indonesia Makassar. Apakah tradisi ontgroening yang dipungut dari Belanda (yang sudah lama berhenti di negeri asal itu) yang tidak sesuai dengan reformasi ini masih akan seperti roda-jalan (flywheel) yang berputar terus terlepas dari sistem reformasi, kita akan lihat nanti.

Plesetan terdiri atas dua jenis, yaitu jenis ringan untuk melucu dan jenis berat untuk mengejek atas dasar tidak senang, dislike, sentimen. Almarhum Soediono yang semasa hidupnya Letkol (purn), adalah seorang humoris. Ia memberikan gelar top dan anggota pasukan elit atas dirinya. Kemudian ia jelaskan top bukan artinya posisi puncak, melainkan kependekan dari tua, ompong, pikun dan anggota pasukan elit bukan RPKAD (Resimen Para Angkatan Darat), melainkan kependekan dari ekonomi sulit. Dalam dunia teknologi kita kenal pula plesetan dari jenis lelucon ini. Produk seluler telepon genggam terkait dengan ungkapan (g)lobal (s)ystem (m)obile disingkat GSM. Ini dipelesetkan menjadi (g)eser (s)edikit (m)ati. Apabila kita bergerak dalam keadaan laju (speed) yang tinggi, lalu kita masuk ke dalam terowongan atau melintas batas antara daerah RBS (Radio Base Station) yang satu dengan daerah RBS yang lain maka pembicaraan akan terputus, alat komunikasi itu tidak berfungsi.

Ada pula plesetan yang terletak antara jenis ringan dengan jenis berat. Pelesetan jenis antara ini biasanya terdapat pada poster-poster dalam unjuk rasa. Sebagai contoh BPPN dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional dipelesetkan menjadi Badan Pembuat Pengangguran Nasional.

Dalam Al Quran kita dapat baca jenis oposisi atas dasar dislike, dalam gaya Iblis dan gaya Yahudi. Gaya Iblis berupa lontaran yang bersikap arogan dan gaya Yahudi berupa plesetan kata. Adam adalah guru para malaikat yang mengajar mereka akan identitas benda-benda di atas bumi, maka Allah memerintahkan para malaikat termasuk Iblis untuk sujud menghormat kepada Adam.

-- Wa Idzqulaa lilMala-ikati Sjuduw liA-dama faSajaduw illa- Ibliysa Aba- waStakbara waKaana mina lKa-firiyn (S. alBaqarah, 34), ingatlah tatkala Kami bersabda kepada para malaikat sujud (menghormat)lah kepada Adam, maka mereka sujud kecuali Iblis, ia enggan dan arogan, dan termasuklah ia golongan kafir (2:34). Apa alasan Iblis beroposisi itu? Qaala A.asjudu liMan Khalaqta Thiynan (S. Baniy Isra-iyl, 61), (17:61). Berkata (Iblis), adakah aku akan sujud kepada yang Engkau jadikan dari tanah? (17:61). Qaala ANaa KHayrun minhu KHalaqTtniy min Naarin wa KHalaqtahu- min THiyn (S. SHad, 76), berkata (Iblis), aku lebih baik darinya (Adam), Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan Engkau ciptakan dia dari tanah (38:76).

Itulah sikap Iblis beroposisi kepada Allah SWT tidak mau menghormat kepada Adam, ia arogan menganggap dirinya lebih unggul berhubung ia diciptakan dari api sedangkan Adam dari tanah. Rupanya Iblis adalah peletak pertama filsafat teleologis (bukan theologis!) yang salah kiprah, yaitu memandang sesuatu berasaskan tempat asalnya. Api asalnya dari atas sehingga selalu mau ke atas ke tempat yang tinggi, sedangkan tanah tempatnya ada di bawah. Itulah filsafat Iblis yang memandang dirinya lebih unggul karena berasal dari lapisan atas, memandang hina kepada Adam karena berasal dari lapisan bawah. Filsafat teleologis Iblis ini tidak benar, sebab menurut ilmu fisika api adalah gas yang berpijar, gas lebih ringan dari tanah, sehingga api membubung ke atas, tanah jatuh ke bawah, bukan karena asalnya di atas atau di bawah.

Orang-orang Yahudi di Madinah marah kepada Allah. Mereka beroposisi kepada Allah mengapa Allah mengutus Nabi bukan dalam kalangan Bani Israil. Jadi sesungguhnya orang Yahudi di Madinah mengakui keNabian RasuluLlah SAW tetapi tidak mau menerima keNabian itu, karena sikap arogan menganggap bangsa Israil lebih unggul dari bangsa Arab, jadi orang Yahudi memakai pula filsafat telologisnya Iblis yang salah kiprah. Dalam beroposisi ini orang Yahudi di Madinah antara lain membuat pelesatan kata di samping berkhianat terhadap penduduk Madinah dalam perang Khandaq.

Apabila ada seorang sahabat yang belum dapat menangkap apa yang sementara diterangkan Nabi Muhammad SAW, maka menurut sopan santun berbahasa, ia akan meminta penjelasan ulang dengan kata sela (interupsi) ra-'ina-, bunyi Ra dan Na mendapat tekanan dipanjangkan yang secara harfiyah (letterlijk) berarti jagalah kami. Dalam bahasa Makassar untuk menyela dipakai kata sela tabe' Kipammopporammama', dalam bahasa Inggeris I beg your pardon. Orang Yahudi menyela Nabi Muhammad SAW dengan mempelesetkan kata ra-'ina- menjadi ra'ina dengan memendekkan Ra dan Na, maka berubahlah artinya menjadi bebal. Sehingga turunlah ayat: Ya-ayyuha Lladziyna A-manuw laa taquwluw raa'inaa waquwluw Nzhurnaa wasma'uw wali lKa-firiyna 'Adzaabun aliym (S. alBaqarah, 104), hai orang-orang beriman, janganlah kamu katakan ra-'ina- (jagalah kami), melainkan katakan (kepada Muhammad) "lihatlah kami" dan dengarlah (kepada Muhammad), untuk orang-orang kafir itu azab yang pedih (2:104). WaLlahu a'lamu bishshawab.

*** Makassar, 30 Agustus 1998