14 Februari 1999

361. Berguru Teknologi kepada Binatang

Kita tinggalkan dahulu Timtim dan Pemilu. Pemerintah telah tegas sikapnya mengenai Timtim, dan akan akan disampaikan kepada SU MPR yad. Itu memang sudah sepatutnya, karena MPR-lah dahulu yang menerima Timtim menjadi bagian dari Indonesia. Juga jangan lupa bahwa tidaklah adil jika perhatian hanya difokuskan kepada pendapat rakyat Timtim saja. Rakyat Indonesia yang jauh lebih banyak di luar Timtim perlu pula didengar pendapatnya melalui wakil-wakilnya di MPR. Mengenai Pemilu sebagian besar sudah sepakat (kecuali segelintir yang radikal yang tidak rasional) bahwa Pemilu itulah jalan terbaik untuk mendapatkan wakil rakyat dan pemerintah yang mempunyai legitimasi baik formal maupun riel.

Judul di atas itu mengetuk kesadaran kita sebagai manusia. Bahwa manusia itu secara kenyataan telah berguru teknologi kepada binatang. Misalnya manusia berguru kepada kelelawar mengenai prinsip melacak dengan gema, yaitu (ra)dio (d)etection (a)nd (r)anging, melacak dan menjarak posisi benda dengan (gelombang) radio. Mengapa manusia berguru kepada kelelawar mengenai teknologi melacak dengan gema ini ini? Karena makhluq Allah SWT yang pertama-tama mempergunakan teknologi ini adalah kelelawar. Teknologi ini telah dimiliki oleh kelelawar sejak Allah SWT menciptakan makhluq kelelawar yang pertama. Jadi teknologi sistem radar ini diperoleh langsung oleh kelelawar dari Allah SWT melalui wahyu, yang dipateri dalam DNA kelelawar. Jangan kaget, binatangpun mendapatkan wahyu pula dari Allah SWT, seperti firmanNya:

W AWHY RBK ALY ALNHL AN ATKHDZY MN ALJBAL BYWTA W MN ALSYJR W MMA Y'ARSYWN (S. AL NHL, 16:68), dibaca: Wa awha- rabbuka ilan nahli anit takhidzi- minal jiba-li buyu-tan wa minasy syajari wa mimma- ya'risyu-na, artinya: Maha Pengaturmu mewahyukan kepada lebah: buatlah sarang di atas bukit dan di pohon kayu dan pada apa-apa yang mereka (manusia) buatkan atap (S. Lebah, 68).

Jadi menurut Al Quran pengetahuan binatang tentang teknologi diperolehnya langsung dari Allah SWT melalui wahyu. Sedangkan kepada manusia Allah SWT hanya menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rasul, dan sesudah Nabi Muhammad SAW wahyu sudah tidak lagi diturunkan kepada manusia.(*)

Ilmu yang berhubungan dengan berguru teknologi kepada binatang disebut ilmu bionika. Tahun 1793 Prof. Spallanzani (S.) dari Padua (Italia) disusul oleh Jurin (J.) seorang pakar dari Geneva (Swis) memperkenalkan teori melihat dengan bunyi. Sementara terbang kelelawar mencicit mengeluarkan bunyi. Jika bunyi itu terpantul (gema) maka tahulah binatang itu ada benda atau mangsa di depannya. Sayang sekali Cuvier (C.) dari Musee d'Histoire Natrelle di Paris (Prancis) mengaggap sangat naif teori S. dan J. tersebut. Karena wibawa ilmiyah C. yang berpengaruh kepada para pakar yang lain, maka penelitian melihat dengan bunyi ini tertunda lebih seabad lamanya. Barulah dalam tahun 1920 seorang fisiolog Inggeris bernama Hartridge memperkirakan kelelawar mengeluarkan cicit yang ultra-sonik. Secara eksperimen hal ini dapat ditunjukkan oleh zoolog Griffin dari Amerika Serikat dalam 1938.

Andaikata C. tidak membuat gara-gara dengan wibawa ilmunya, penemuan sistem radar akan didapatkan lebih awal. Kelelawar mempunyai sistem radar melacak dengan pantulan gelombang udara yang ultra-sonik. Dengan bionika manusia meniru sistem radar kelelawar dengan analogi gelombang elektro-maganet. Namun sistem radar yang ditiru manusia ini masih kalah ketimbang sistem radar kelelawar. Binatang ini dapat mendeteksi ikan di bawah muka laut dengan sistem radarnya. Sedangkan sistem radar buatan manusia sampai saat ini tidak (atau belum?) mampu berbuat demikian. Mengapa?

Gema gelombang udara ataupun gema gelombang elektro-magnet sebagian besar dikembalikan oleh permukaan air, hanya sekitar seperseribu yang terus menembus lapisan air dan dari fraksi itu hanya seperseribu yang dipantulkan oleh benda sasaran ke atas permukaan air. Artinya kelelawar mampu menerima gema yang sepersejuta itu oleh sistem radarnya, sedangkan sistem radar buatan manusia tidak mampu mendeteksi pantulan gelombang elektro-magnet sepersejuta tersebut.

Al Quran memberikan isyarat untuk mengkaji gerak binatang. Secara eksplisit teknik terbang dari burung. Firman Allah:

AW LM YRWA ILY ALTHYR FWQHM SHFT W YQBDHN, (S. Al Mlk, 67:19), dibaca: Awa lam yaraw ilath thayri fawqahum sha-ffa-tin wa yaqbidhna, artinya: Tidakkah mereka melihat kepada burung di atas mereka berbaris-baris dan menguncupkan kedua (sayapnya) (S. Kerajaan, 19). Ayat ini menyuruh kita memperhatikan burung yang bersaf-saf, artinya sedang terbang melaju, yang menguncupkan sayapnya. Adapun burung yang sedang bertengger yang menguncupkan sayapnya tidak dapat bersaf-saf.

Hingga kini pesawat terbang masih kalah ketimbang burung yang sedang terbang. Dilihat dari segi aerodinamika kemenangan burung terletak dalam hal efisiensi terbang. Burung dapat mengubah posisi sayapnya sementara terbang, membuka jika memerlukan daya angkat dan daya dorong, menguncup jika sedang terbang melaju dan menukik. Demikian pula pesawat terbang memerlukan sayap untuk daya angkat supaya dapat take off, namun sayap yang lebar hilang peranannya bahkan menyusahkan jika sedang terbang di atas laju suara. Pesawat terbang yang ideal yaitu yang dapat terbang seperti burung, yaitu sayapnya dilipat ke dalam sementara terbang melaju.(*)

Isyarat Al Quran tersebut dapat pula dikembangkan pada teknik berenang dan menyelam melaju pada ikan lumba-lumba. Sebuah kapal yang bergerak melaju menimbulkan pusaran-pusaran air yang menghalangi gerak laju kapal. Pusaran-pusaran air menurunkan efisiensi pergerakan kapal. Ikan lumba-lumba sangat efisien dalam hal berenang dan menyelam melaju, karena Allah SWT mendisain bentuk ikan lumba-lumba yang stream-line, sehingga tidak menimbulkan pusaran air. Lagi pula kulit lumba-lumba terdiri atas dua lapis. Yang sebelah luar tipis dan elastis, yang sebelah dalam tebal terdiri atas pipa-pipa halus yang berisi substansi seperti karet busa. Kombinasi kedua lapisan kulit ini berfungsi sebagai shock-breaker sehingga gerakannya yang melaju menjadi mulus dalam air yang bergelora. Bionika yang mempelajari kulit lumba-lumba ini menghasilkan teknologi kulit buatan untuk membungkus torpedo bawah air. Walla-hu a'lamu bishshawa-b.
-------------------------------
(*)
Qadianisme, agama Ahmadiyah Qadiyan yang masih mengaku Islam (sic), padahal punya nabi lagi yaitu MGH setelah Nabi Muhammad SAW, menganggap wahyu masih diturunkan Allah kepada manusia. Alasan mereka yaitu Allah bersifat Maha Berkata-kata (Mutakallim), jadi masih terus menurunkan wahyu / berkata-kata kepada manusia. Qadianisme sangat naif dengan pendapatnya itu, karena Allah walaupun tidak lagi menurunkan wahyu / berkata-kata kepada manusia setelah Nabi Muhammad SAW, masih banyak makhluk Allah yang lain seperti malaikat. Jadi Allah tidaklah berhenti berkata-kata, walaupun sudah berhenti berkata-kata kepada manusia setelah Nabi Muhammad SAW.

(**)
Sudah dibicarakan teperinci dalam Seri 156

*** Makassar, 14 Februari 1999