11 April 1999

368. Kenangan-Kenangan Bagi Almarhum H.M. Dg Patompo'

-- ANA LLH WANA ALYH RJ'AWN (S. ALBQRT, 2:156), dibaca: inna- lilla-hi wainna- ilayhi ra-ji'u-n, sesungguhnya kita kepunyaan Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepadaNya.

Pada waktu autobiografi almarhum H.M. Dg Patompo' sementara dalam persiapannya yang diketuai oleh Drs A. Razak Mattaliu', saya diminta oleh panitia penyusun untuk menggoreskan sepatah dua patah kata sebagai salah seorang sahabat almarhum. Berikut adalah goresan yang diminta oleh panitia penyusun autobiografi tersebut.

Almarhum adalah salah seorang dari trio pendiri IMMIM dan pengambil inisiatif MTQ. Seperti diketahui tahun 1963 PKI sedang sengit-sengitnya meluaskan pengaruhnya di seluruh Indonesia dengan membonceng, memanfaatkan Presiden Soekarno yang mempunyai visi membanting stir ke kiri, yang berakhir dengan perebutan kekuasaan oleh PKI pada 30 September 1965. Tahun 1963 itu mas-media mengalami sensor, berda'awah di mana-mana selalu diikuti oleh kaki-tangan Subandrio yang telah menahan tokoh-tokoh Islam di Jakarta seperti antara lain: H.A.Malik Karim Amrullah, Muhammad Natsir, Syafruddin Prawira Negara, Yusuf Wibisono, Moh. Rum, Burhanuddin Harahap serta banyak yang lain. Suasana mencekam ini terasa di seluruh Indonesia, tidak terkecuali di Makassar. Tokoh-tokoh Islam di Makassar tidak tinggal diam untuk berupaya melawan tekanan yang kian memojokkan dari PKI itu, dengan mengambil strategi Mina lMasjid Ilay lMasjid, dari masjid ke masjid, back to masjid, berbenteng masjid.

Atas prakarsa trio H.M. Dg.Patompo', H.Fadeli Luran dan Andi Baso' Amir dalam bulan Ramdhan 1383 H. berkumpullah sekitar 50 tokoh Islam, utusan dari sejumlah masjid dan Mushalla di Makassar di rumah almarhum Andi Baso' Amir. Maksud pertemuan itu ialah merembukkan kemungkinan terwujudnya masjid sebagai benteng pertahanan ummat Islam di Makassar, sebagai upaya strategis melancarkan serangan balik (counter attact) melawan PKI. Perembukan Ramadhan itu membuahkan hasil dengan terbentuknya lembaga Perjuangan Ummat Islam di Makassar yang berbenteng masjid pada 16 Syawal 1383, 1 Januari 1964, yaitu sebuah organisasi yang beranggotakan masjid diberi bernama IKATAN MASDJID MUSHALLA INDONESIA MAKASSAR, disingkat IMMIM. Oleh karena organisasi yang beranggotakan masjid ini dalam kurun waktu selanjutnya melebarkan sayap ke luar daerah Kotapradja Makassar, yaitu ke Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Maluku dan Irian Jaya, maka dalam Musyker I yang bertempat di Markas KAMI tgl 25 s/d 29 Juli 1966 disepakati mengubah nama IMMIM menjadi IKATAN MASJID MUSHALLA INDONESIA MUTTAHIDAH. IMMIM dalam nama yang lama dan nama yang baru diketuai oleh almarhum H.Fadeli Luran selama hayat beliau.

Almarhum sebagai walikota Makassar peride I, adalah pengambil inisiatif melembagakan perlombaan membaca Kitab Suci Al Quran, yaitu lembaga Musabaqah TilawatilQuran (MTQ), yang kemudian hari lembaga MTQ ini terangkat menjadi lembaga yang bertaraf Nasional. Adapun MTQ yang pertama terhitung mulai dari MTQ yang diprakarsai oleh almarhum.

Almarhum sebagai walikota adalah pendiri komplex pemukiman Ujungpandang Baru (PKUB). Almarhum sebagai walikota mempunyai cara yang khas untuk mempromosikan KPUB yang dibanguni rumah-rumah permanen dan rumah tumbuh. Kalau Datoka Ripa'gentungan menyulut rokoknya pada kilat (ri kila' tabebea), memanfaatkan kesempatan yang lowong walaupun hanya sesaat, maka almarhum juga melihat dan mempergunakan lowongan sesaat untuk mempromosikan KPUB. Kesempatan sesaat itu dilihat beliau tatkala kami bertiga, Drs A.Rahman Rahim (sekarang Prof DR H.A.Rahman Rahim), Drs Husen Abas (sekarang Prof DR Husen Abas) dan saya sendiri menandatangani kontrak jual-beli secara menyicil masing-masing sebuah rumah permanen di KPUB. Almarhum sebagai walikota Makassar mengontak rektor Unhas, yang pada waktu itu Let.Kol. DR Mr Muh.Nazir Said (yang juga sudah almarhum), untuk membarter mobil ROBUR Unhas dengan sejumlah (saya sudah lupa jumlahnya yang tepat) rumah guna dihuni oleh para dosen Unhas. Dalam hubungannya dengan itu Drs A. Rahman Rahim dan saya sendiri ditunjuk oleh rektor Unhas menjadi Panitia Inti. Barter ROBUR dengan RUMAH itu menjadi pemicu bagi masyarakat selain wartawan dan dosen untuk datang bermukim di komplex yang baru itu. Sebelum para dosen bermukim di komplex tersebut, telah dihuni pula secara nyata dan teoritis oleh sejumlah kecil wartawan. Yang dimaksudkan secara nyata yaitu betul-betul pindah, seingat saya Ramiz Parenrengi (diangkat sebagai ketua suku oleh para pemukim wartawan dan dosen), A.Rahman Arge (sebagai komandan upacara dengan aba-aba yang diikuti komentar seenaknya, seperti setelah mengucapkan aba-aba (ber)siap ditambah dengan komentar suara kecil, jari angngapaminjo siap ngasemmi taua), Masyhudul Haq R.Sanggu, kepala keamanan yang cukup berani, (waktu itu KUP masih daerah pinggiran yang rawan), almarhum Arsal Al Habsyi dan almarhum Djamaluddin Latif. Yang saya maksud dengan pemukim teoritis, yaitu hanya nama saja, orangnya tidak. Saya tidak usah dan tidak perlu menyebutkan namanya. Untuk sampai ke KPUB harus melalui jalur utara, yaitu Pannampu' ke Timur menempuh jalan berlumpur. Ada satu hal yang saya lihat bagaimana H.M. Dg.Patompo' berpikiran praktis, yaitu dengan anggaran hanya untuk 50% dapat ditingkatkan hasilnya menjadi 100%. Jalan Pongtiku, jalur selatan untuk ke KPUB yang kemampuan anggrannya hanya separuh jarak, dapat mencapai jarak sepenuhnya ke KPUB dengan hanya mengaspal setengah lebar jalan. Memakai cepereq (kali-kalian) 2 = 4 x 1/2, anggaran untuk 2 km menjadi 4 km dengan setengah lebar.


Terkadang antara pemukim KPUB mengadakan kongkow dengan almarhum. Walaupun pertemuan itu bersifat tidak resmi, kalau kita menagih janji-janji beliau, mengapa air belum masuk, listrik belum ada. Lalu apa jawab almarhum? "Janji itu sudah acting, kalau menepati janji over acting, saya segan over acting". Maka meledaklah gelak ketawa yang segar. Sewaktu ada yang mengatakan (saya sudah lupa siapa penanya tsb): "Pak Patompo' itu Ali Sadikinnya Makassar", maka almarhum membantah: Oh, itu tidak betul, Ali Sadikin Patompo'nya Jakarta". Walla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 11 April 1999