2 Mei 1999

371. Mobil yang Bebas Pencemaran, Cara Pandang Parsial

Syahdan, kolom Wahyu dan Akal - Iman dan Ilmu ini berpaling dahulu dari percaturan politik di tanah air. Kolom ini bertempat pada halaman Iptek dan Kesehatan, oleh sebab itu kolom ini tidak boleh sunyi dari substansi tersebut yang aktual.

Pemerintah California bersama-sama dua buah perusahaan otomotif Daimler Chrysler AG dan Ford Motor CO memaklumkan pemakain fuel-cell untuk alat propulsi kendaraan beroda empat. Fuel-cell menghasilkan energi listrik arus searah dengan cara hidrogen (H) yang dialirkan ke anoda dan oksigen (O) yang dilairkan ke katoda. Kedua unsur tersebut diperoleh dengan cara pemisahan H dengan O dari H2O (air), sedangkan air mudah didapat.

Masalahnya, memisahkan unsur H dengan O dari air bukan pekerjaan yang mudah dalam kontex biaya. Sebagai perbandingan, biaya produksi massal sistem fuel-cell sekitar $30.000, sedangkan untuk bahan bakar minyak hanya $3000, jadi lipat 10 kali. Namun Michael Brown yang chief executive officer dari perusahaan minyak Atlantic Richfield Co optimis dengan mengatakan bahwa ia tidak bicara soal revolusi melainkan evolusi. Suatu saat katanya di masa depan fuel-cell juga akan didukung oleh perusahaan-perusahaan minyak, oleh karena unsur H dapat berasal dari berbagai sumber, termasuk minyak. John White dari Sierra Club meramalkan, fuel-cell akan menggantikan minyak, karena teknologi ini memungkinkan kita merespons pemanasan global.

Benarkah sistem fuel-cell ini tidak akan turut berperan khusnya dalam pemanasan global (baca: pencemaran termal, thermal pollution) ataupun pencemaran pada umumnya? Al Quran mengajarkan kepada kita untuk berkecimpung secara kaffah, secara totalitas, secara sistem, artinya kita jangan hanya melihat, memandang, berkecimpung secara parsial, secara berkotak-kotak. YAYHA ALDZYN AMANWA ADKHLWA FY ALSLM KAFT (S. ALBQRT, 2:208), dibaca: Ya-ayyhal ladzi-na a-manud khulu- fis silmi ka-ffah (S. Albaqarah), artinya: Hai orang-orang beriman masuklah ke dalam Islam secara totalitas (2:208).

Kalau kita melihat hanya secara parsial, maka kendaraan dengan sistem fuel-cell yang mempergunakan unsur H dan O tersebut hanya akan memberikan emisi uap air ke lingkungan sekitarnya, sehingga fuel-cell bebas pencemaran. Sekali lagi kalau hanya melihat secara parsial, fuel-cell tidak akan terlibat dalam pemanasan global, karena tidak mengemisi gas penyebab efek rumah kaca, disingkat dengan gas rumah kaca.

Seperti telah berulang kali dibahas dalam kolom ini gas rumah kaca yang paling (tidak) bertanggung-jawab atas pemanasan global adalah emisi gas karbon-dioksida, hasil pembakaran bahan bakar fosil (kayu, batu-bara, minyak bumi dan gas alam) dengan oksigen. Karbon-dioksida ini mengurung permukaan bumi membentuk ruang ibarat rumah kaca yang besar. Sinar matahari menembus lapisan karbon-dioksida, analog dengan atap dan dinding gelas dari rumah kaca. Setelah masuk ke dalam ruang tersebut energi radiasi matahari itu beralih menjadi energi panas. Gas dan gelas adalah penghantar panas yang jelek, sehingga ruang rumah kaca itu berfungsi menjadi perangkap panas. Rumah kaca yang dibuat oleh manusia memang tujuannya untuk menangkap panas bagi pohon buah-buahan dan sayur-sayuran ditanam di daerah dingin. Namun perangkap panas yang terbentuk oleh lapisan karbon-dioksida itu menyebabkan terjadinya panas global, yang menaikkan permukaan laut, akibat mencairnya es di kedua kutub, yang juga menjadi penyebab ganasnya el Nino dan la Nina.

Untuk memisahkan unsur H dengan O dari air dibutuhkan energi. Dari mana energi itu didapatkan? Energi untuk pengolahan itu tidak jatuh dari langit, melainkan diperoleh dari industri daya (power industry). Apa yang menjalankan industri daya itu? Itu dapat diambil dari sumber-sumber tenaga alam: Pertama, sinar matahari dengan anak-anaknya, yaitu tenaga angin, tenaga potensial air (batu-bara putih), dan tenaga potensial kimiawi hasil kerja zat hijau pohon (bahan bakar fosil); kemudian cucu sinar matahari yaitu tenaga arus laut dan ombak (anak tenaga angin), tenaga biogas (anak tenaga potensial kimiawi). Kedua, tenaga panas dari dalam bumi (ini bersaudara dengan panas letupan gunung berapi). Ketiga, energi dari gravitasi bulan yang menyebabkan terjadinya aliran laut pasang surut. Keempat, energi dari dalam inti (nuklir) atom melalui pemecahan inti, biasa dijuluki bahan bakar inti. (Energi inti melalui proses penyusunan inti atom, yaitu reaksi thermo-nuklir, sampai sekarang belum dapat dikontrol, jadi hanya dipakai sebagai bom saja).

Dari semua sumber tenaga yang diperinci di atas itu hanya bahan bakar fosil dan bahan bakar nuklir yang dapat memenuhi kebutuhan energi peradaban ummat manusia. Dalam industri daya tenaga yang tersimpan dalam bahan bakar dimunculkan menjadi tenaga panas dalam dapur (untuk bahan bakar fosil) atau dalam reaktor (bagi bahan bakar nuklir). Kemudian tenaga panas itu dialihkan menjadi tenaga mekanis dalam wujud putaran poros oleh alat penggerak mula orde pertama yang umumnya turbin uap. Tenaga mekanis berupa putaran poros itu tidak dapat dikirim jauh-jauh, karena putaran poros itu hanya dapat dipindahkan melalui roda-gigi, rantai dan sabuk. Untuk itu tenaga mekanis itu dialihkan pula menjadi tenaga listrik oleh alat penggerak mula orde kedua, yaitu generator listrik. Kombinasi alat penggerak mula orde pertama dengan orde kedua berwujud turbo-generator. Energi listrik dapat dengan mudah dikirim jauh-jauh dengan rentangan kabel. Energi listrik adalah komoditas yang dapat diperjual-belikan.

Bahan bakar fosil memuntahkan karbon-dioksida penyebab pemanasan global, sedangkan bahan bakar inti memuntahkan sampah nuklir yang tidak kurang bahanya pula. Di samping itu industri daya yang memakai bahan bakar nuklir membutuhkan air pendingin yang banyak, sehingga mengakibatkan pula terjadinya pencemaran termal yang menaikkan suhu air sungai dan pesisir laut. Ini menyebabkan ikan-ikan mati lemas, karena pertambahan suhu air sungai atau pesisir laut dapat mengurangi larutan oksigen di dalamnya, sehingga ikan-ikan sesak nafas.

Alhasil, mobil dengan fuel-cell yang dipromosikan bebas pencemaran seperti juga trem lisrik (dahulu ada di Jakarta dan Surabaya) secara tidak langsung berperan pula dalam pemanasan global. Walla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 2 Mei 1999