27 Juni 1999

378. Risalah Sebagai Rahmat Bagi Alam

Kemarin adalah mawlud atau mawlid Nabi Muhammad SAW, yang setiap tahun diperingati oleh ummat Islam. Tidak ada dalam Syari’at )ang menyuruh kita memperingati mawlud beliau. Akan tetapi sebaliknya tidak ada pula larangan untuk itu. Oleh karena tidak ada larangan itu ummat Islam setiap tahun memperingatinya atas dasar kecintaan kepada beliau. Cinta kepada Allah dan RasulNya ada didalam Syari’at. Jadi secara tidak langsung memperingati mawlid beliau ada dalam Syariat, asal saja niatnya atas dasar cinta kepada beliau. Menurut Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Nabi Muhammad SAW bersabda:
-- Innama lA'maalu bi nNiyaatu, sesungguhnya amal itu dengan niat.

Salah satu wujud kecintaan kita ialah menerima sepenuh hati hahwa Risalah yang dibawa beliau adalah untuk rahmat bagi alam manusia, alam binatang, alam tumbuh-tumbuhan, alam mineral, alam lingkungan:
-- WMA ARSLNK ALA RHMt LL’ALMYN (S. ALANBYAa, 107) dibaca: wama- arsalna-ka illa- rahmatal lil 'a-lami-n (s. alanbiya-i), artmnya: Tidaklah Kami mengutusmu (hai Muhammad) melainkan untuk rahmat semesta alam. Ayat ini merupakan salah satu thema dalam setiap upacara peringatan mawlud Nabi Muhammad SAW.

Risalah yang dibawakan Nabi Muhammad SAW adalah Kebenaran yang Mutlak karena bersumber dari Allab SWT, Sumber Informasi Yang Maha Mutlak. Kebenaran itu ada dua macam, yaitu kebenaran mutlak dan kebenaran relatif. Adapun kebenaran relatif ini bersumber dari otak manusia. Salah satu kebenaran relatif adalah kebenaran kelompok, yaitu kebenaran atas dasar kesepakatan bersama seperti misalnya UUD-1945. Maka amatlah menggelikan jika ada seorang yang beragama Islam mencoha mencuekkan kebenaran mutlak dengan mengatakan bahwa yang menolak presiden perempuan adalah inkonstitusional, karena dalam UUD tidak disebutkan adanya larangan presiden perempuan. Komentar ini pernah saya baca sepintas dalam FAJAR. (Karena membaca sepintas itu saya tidak memperhatikan betul namanya, namun yang masih terpateri dalam ingatan saya dia itu menyandang nama Is dan sarjana hukum). Dengan metode substitusi akan nampak bagaimana menggelikannya ucapan sarjana hukum kita itu. Cobalah kita substitusi UUD-1945 dengan undang-undang, inkonstitusional dengan melawan hukurn dan kita substitusi pula menolak presiden perempuan dengan menolak makan babi, maka akan menjadi: menolak makan babi adalah melawan hukum karena tidak ada dalam undang-undang. Bukankah itu sangat lucu?

Dalam Seri 377 hari Ahad yang lalu yang telah dikemukakan pula dalam Seri 346 tanggal 1 November 1998 seperti kutipan berikut:
Mengenai ayat (4:34) ini ada dua penafsiran, yang jumhur (main stream) menafsirkannya secara tekstual, perempuan tidak boleh diangkat jadi kepala negara. Hanya sedikit yang menafsirkannya secara kontekstual, yaitu laki-laki itu pemimpin perempuan dalam konteks kehidupan berumah tangga.

Bahwa dalam mentafsirkan ayat tidaklah selalu mesti tekstual alaupun mesti kontekstual. Hendaknya janganlah kita set back, kembali ke zaman Yunani Kuno pengkajian berhenti pada titik qa-la waqiyla, menurut kata Plato demikian, menurut kata Aristoteles demikian, tidak ada lagi upaya selanjutnya. Saya masih ingat tulisan bersambung KH Ibrahim Husain (Ketua Majelis Fatwa MUI) dalam Panji Masyarakat dengan berlandaskan qala waqiyla menurut kitab kuning sampai kepada kesimpulan bahwa Porkas itu bukan judi karena salah satu kriteria judi tidak dipenuhi yaitu berhadap-hadapan. Maka buntulah masalah Porkas sampai di titik itu: Ada dua pendapat, yaitu sebagian ulama mengatakan Porkas itu judi jadi haram hukumnya, dan Ketua Majelis Fatwa MUI mengatakan porkas itu bukan judi jadi tidak haram hukumnya.

Maka sernestinya kalau ada masaiah khilafiyah yang menyangkut masyarakat banyak janganlah berhenti pada titik qala waqiyla. Ujilah hasil penafsiran itu ke dalam realitas. Seperti Porkas di atas itu. Pakailah kriteria Al Quran tentang judi: mudharatnya lebih besar ketimbang manfaatnya. Adakanlah penelitian dampak Porkas dari segala segi. Seperti misalnya dari segi ekonomi, Porkas ibarat pompa yang mengisap uang dari daerah ke pusat. Maka demikian pula pendekatan tekstual atau kontekstual tentang kepemimpinan perempuan sebagai kepala negara. Cobalab kaji alam realitas, apa kemajuan Filipina diperintah oleh Corry yang telah dipilih menjadi presiden karena reputasi suaminya (baca: nepotisme), tak ubahnya ketokohan Megawati karena reputasi ayahnya. Bagaimana dengan Bangladesh, Srilangka, India, Pakistan yang perdana menterinya perempuan (hanya sebagai perdana menteri bukan kepala negara), apa reputasi mereka. Dengan mengkaji itu akan didapatkanlah kesimpulan pendekatan mana yang tepat dalam mentafsirkan khusus ayat (4:34), pendekatan tekstualkah atau pendekatan kontekstualkah.

Kemarin malam (malam Sabtu) saya nonton Perfect Target di layar SCTV. Rupanya bukan hanya sebagian besar ulama yang tidak setuju dengan kepala negara perempuan. Pengarang Perfect Target tersebut sangat tidak setuju dengan pemimpin top yang perempuan. Dalam ceritanya itu pemimpin genilyawan yang perempuan mati ditembak oleh seniora El Presidente Isabella kepala negara perempuan yang menjadi boneka para penasihatnya. Ia menembak mati wakil presiden yang difitnahnya sebagai otak pembunuh suaminya, ia membubarkan senat hasil Pemilu. Itu semua atas nasihat para penasihatnya, temannya bersekongkol dalam membunuh suaminya. Klimaks terjadi tatkala Isabella yang menyangka dininya dielu-elukan oleh rakyat sekeliling istana, keluar menemui mereka, yang ternyata Isabella tenggelam dalam lautan manusia yang menghajarnya.

Dalam rangka memperingati mawlud Nabi Muhammad SAW di bawah ini dikemukakan silsilah beliau sampai kepada Nabi Ibrahim AS.

Nabi Muhammad SAW adalah anak dari 'Abdullah, anak dari 'Abd.Muththalib, dan seterusnya - Hasyim - 'Abd.Manaf - Qushay — Kilab - Murrah - Ka’ab - Luaiy - Gha!ib - Fihir - Malik - Nadhar - Kinanah - Khuzaimah - Mudrikah - Ilyas - Mudhar - Nizar - Ma’ad - Adnan - Addi - ‘Adad - Hamyasa - Salaman - Binta - Sahail - Jamal - Haidar - Nabi Isma'il AS - Nabi Ibrahim AS. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 27 Juni 1999