5 September 1999

388. Menghadapi Tantangan Krisis Energi dalam Milenium Ketiga

Amin Rais pernah berkata dalam layar kaca kurang lebih demikian: "Kasus Bank Bali dipolitiser boleh-boleh saja, tetapi jangan kebablasan, sebab nanti akan balik kena sendiri." Ucapan Amin Rais itu ada benarnya. Kubu Megawati menjadikan kasus Bank Bali sebagai kendaraan politik untuk membidik Habibie, Bahkan Megawati di layar kaca meniru gaya ayahnya (lengan lurus sambil menunjuk) sambil menghujat: "Lihatlah betapa bobroknya pemerintah sekarang ini.” Demikian pula kebijakan dua opsi di Timtim tidak luput dijadikan kendaraan politik untuk membidik Habibie.

Menurut TaqdiruLlah (aturan Allah di universum), dalam bidang fisika (yaitu mekanika), dan SunnatuLlah (aturan Allah bagi manusia dan kemanusiaan) dalam bidang sosial berlaku ketentuan aksi menimbulkan reaksi. Apa yang terjadi dalam bidang sosial dalam hal kasus Bank Bali, timbullah reaksi (dalam istilah politik: counter attack) berupa kasus Bank Lippo dipolitiser dengan bidikan ke arah partainya wong cilik yang melimpah dananya untuk mengerahkan massa secara besar-besaran dengan naik helikopter pergi berkampanye. Reaksi dari Presiden Habibie terhadap tudingan yang memperpolitiser kasus Bank Bali itu sangat sederhana namun tegas: "Saya tidak mau jadi presiden dengan cara yang haram, dan jabatan presiden itu bukan segala-galanya bagi saya.”

Lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang sangat getol berteriak-teriak menyoraki kasus Bank Bali sangatlah tidak berlaku adil, karena lemhaga-lembaga itu diam seribu bahasa tidak menyoraki Bank Lippo. Karena tidak adilnya itu, secara logika hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa lembaga-lembaga itu disuruh berteriak menyoraki Bank Bali dan disuruh diam untuk tidak menyoraki Bank Lippo. Mengapa mau disuruh? Maka logika berikutnya ialah dibayar untuk bersorak-sorak dan dibayar untuk tidak bersorak, alias money politics. Namun insya Allah suhu politik yang berkendaraan kasus Bank Bali dan Bank Lippo akan mereda setelah pemilihan presiden dalam SU MPR yang akan datang. Olehnyaitu kita tinggalkan pembicaraan politik tèrsebut dan selanjutnya akan dibicarakan hal yang tetap aktual, seperti dinyatakan oleh judul di atas.

***

Menurut TaqdiruLlah matahari adalah sumber energi bagi makhluk Allah yang membutuhkan energi, yaitu tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia. Orang-orang Mesir kuno menyembah matahari sebagai penjelmaan dewa Ra. Bangsa itu menyembah dewa tri-tunggal, Amun-Ra-Osiris. Amun pencipta, Ra pemelihara yang menitis secara terus-menerus dalam diri para Fir’aun (Per-ah, Phar-aoh) untuk memerintah rakyat Mesir, dan Osinis yang mendera manusia dalam neraka. Sezaman dengan orang Mesir Kuno, bangsa-bangsa di pesisir Laut Tengah dan Asia Kecil dahulu menyembah pula dewa matahari yang namanya mengambil Ra sebagai akar, yaitu Mitras. Dewa ini diyakini lahir pada 25 Desember oleh bangsa-bangsa tersebut di atas. Dewa Amiterusu adalah dewa matahari yang disembah oleh orang Jepang yang beragama Shinto, bahkan menjadi lambang negara Dai Nippong (Jepang), Hinomaru, yaitu bendera Jepang berwarna putih dengan gambar bulatan merah matahari di tengah-tengahnya.

Matahari merupakan sumber tenaga yang tak terhabiskan oleh peradaban manusia. Menurut TaqdiruLlah di matahari terjadi proses penyusunan inti atom, 4 butir atom Hidrogen tersusun menjadi 1 butir Helium. Menurut hukum kekekalan massa adalah logis jika 4 butir Hidrogen sama beratnya dengan 1 butir Helium. Ternyata tidak demikian, karena 4 butir Hidrogen lebih berat dari 1 butir Helium. Jadi menurut TaqdiruLlah tidak ada kekekalan massa.

Di matahari setiap detik sekitar 650-juta ton Hidrogen tersusun menjadi 646-juta ton Helium. Selisih yang 4 juta ton itu oleh TaqdiruLlah berubah wujud menjadi energi yang dipancarkan matahari ke ruang sekelilingnya, antara lain menyinari bumi. Matahari mengalami penyusutan materi oleh proses reaksi fusi inti atom ini dalam 1,5 miliyar tahun hanya sekitar 1% dari massa matahari yang ada sekarang ini. Pakar astro-fisika memperhitungkan umur matahari sekitar 10 miliyar tahun. Dengan demikian selama itu matahari telah susut massanya sekitar 6%. Bumi hanya menerima seper-2000 miliyar dari energi yang dipancarkan matahari itu. Bumi menerima sinar berupa energi photon dari matahari. Photon itu berasal dari sinar gamma dalam inti matahari, yaitu hasil perubahan massa menjadi energi oleh reaksi inti dalam inti matahari itu. Sinar gamma itu mengalami penyusutan energi tatkala menembus keluar, dan itulah photon setelah energi itu tiba pada bagian luar matahari. Bumi menerima energi photon sebanyak 175 milyar mega-wat-jam. Energi sehanyak itu terpakai untuk menjalankan motor-iklim seperti: pemanasan udara, penguapan air yang menjadi hujan, angin, arus laut, dan ombak serta berjenis kejadian lainnya dalam atmosfer bumi.

Photon menyebabkan tumbuh-tumbuhan membangun ikatan kimia organik hidrokarbon (baca: bahan bakar dan makanan) dari bahan baku air dan karbon-dioksida, dan memberikan oksigen kepada binatang dan manusia. Bahan bakar berupa minyak, gas alam dan batu bara yang ada dalam perut bumi disusun oleh tumbuh-tumbuhan selama berjuta-juta tahun dengan bantuan photon tersebut.

Pada waktu langit bersih permukaan bumi menerima setiap meter persegi dalam ketinggian serata dengan permukaan laut dalam setiap hari sekitan 870 watt dari photon itu. Pada ketinggian sekitar 4400 meter dari muka laut hasil pengukuran menunjukkan banyaknya photon yang diterima pada luas permukaan satu meter persegi sekitar 1,16 kilowatt, jadi sehanyak 35% lebih dari permukaan bumi pada muka laut. Satelit Palapa yang terletak lebih tinggi menerima lebih intensif pula, yaitu l,36 kilowatt.

Dari data yang di atas itu, menyebabkan orang menoleh kepada energi matahari sebagai energi alternatif dalam millnium ketiga (abad ke-30). Hal ini disebabkan makin menipisnya sumber energi pada bahan bakar hidro-karbon, sedangkan sumber energi baik dari pemecahan maupun penyusunan inti atom membawa dampak buruk yakni pencemaran radio-aktif. Padahal energi matahari sangat ramah lingkungan dalam makna tanpa pencemaran gas buang, tanpa pencemaran thermal, tanpa pencemaran bising, dan tanpa pencemaran radio aktif. Dengan uraian ini dapatlah disimak dan dinikmati kata DHYAaN (dibaca: dhiya-un) dalam ayat yang berikut:
-- HW ALDZY J’AL ALSYMS DHYAaN WALQMR NWRA (S. YWNS, 10:5), dibaca: Huwal ladzi- ja'alasy syamsa dhiya-an wal qamara nu-ran, (s. yu-nus), anrinya: Dia Yang menjadikan matahani bersinar dan bulan bercahaya. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 5 September 1999