26 September 1999

391. Kesenjangan Komunikasi dan Kebudayaan Menulis

Seri 390 hari Ahad yang lalu kurang komunikatif bagi pembaca, sebab ada bagian paragraf yang senjang berhubung dimakan virus, maka bagian yang senjang itu disisip kembali seperti berikut:

Karena sekarang terjadi boom rekayasa politik, ada kemungkinan penganiayaan Winters itu itu diisukan sebagai usaha pemerintah untuk meredam Winters supaya ia tidak berani lagi mengoceh sebagai pengamat politik. (Sekarang menjamur pengamat politik yang ditokohkan oleh mas media elektronik seperti misalnya Kristiadi dari CSIS yang suka berbohong. Dalam kesempatan mengoceh dalam diskusi Partai aliran orang ini menyangkal keterlibatan CSIS dalam kebijakan strategi pembangunan Orde Baru. Padahal telah umum diketahui orang bahwa CSIS semula adalah peletak dasar strategi pembangunan Orde Baru dengan tokohnya antara lain mendiang Ali Murtopo dan Emil Salim). Dapat saja diisukan bahwa dengan senjata money politics Tri Apri Untoro bersama dua orang kawannya diberi uang untuk menganiaya Winters, dan jika ditangkap polisi supaya anak muda itu mengaku akan dicabuli Winters untuk disodomi. Untunglah rekayasa yang demikian itu tidak mudah akan dipercaya orang, karena bertentangan dengan peribahasa yang bersifat universal: "Berani karena benar, takut karena salah." Winters merasa takut, sehingga Senin dinihari itu juga 13-9-1999 ditempatnya menginap, yaitu Hotel Garuda, Winters minta supaya penganiayaan itu tidak diperpanjang. Pada jam 06:30 hari Senin itu juga Winters chek-out lalu terbang ke Jakarta menggunakan flight yang pertama.

***

Konon ada seorang Australia yang ibarat kodok yang baru lepas keluar tempurung. Katakanlah ia bernama Howard. Ia pergi bertamasya di Amerika Serikat. Pada hari pertama tiba di sana Howard telah mendapat kecelakaan, karena ia menjalankan mobil pada sisi sebelah kiri seperti kebiasaannya di Australia, padahal di AS orang berjalan pada sisi sebelah kanan. Dalam rumah sakit tempat Howard dirawat itu seorang perawat, katakanlah bernama Clinton bersungut kepadanya: I think you visit this country just to die." (Hemat saya anda mengunjungi negeri ini hanya untuk mati). Howard menggelengkan kepalanya: "Not yesterday but today." (Bukan kemarin melainkan hari ini). Kelihatannya jawaban Howard tidak nyambung, sebab Clinton sama sekali tidak mempersoalkan hari kedatangan Howard samada tiba kemarin atau hari ini, sehingga Clinton mengerutkan alis. "Say, my friend, just to die and to die have the same meaning". (Hei sobat, hanya untuk mati dan mati maknanya sama saja). Maka giliran Howard yang mengerutkan alis, kemudian menggelengkan kepalanya pula, kemudian menjawab: "Yesterday is yesterday and today is today." (Kemarin adalah kemarin dan hari ini adalah hari ini). Percakapan terhenti, soal-jawab tidak nyambung. Percakapan antara Howard dengan Clinton betul-betul merupakan komunikasi yang senjang, bukan karena virus seperti dalam paragraf dalam Seri 390 yang lalu.

Mengapa komunikasi antara Howard dengan Clinton itu tidak nyambung? Itu disebabkan oleh komunikasi lisan. "Hari ini" dalam bahasa lisan Inggris gaya Australia diucapkan "tudai", padahal dalam British and American English diucapkan tudei. Sedangkan "kemarin" orang Australia mengucapkan jestudai, dan ini kedengarannya bagi orang Inggris dan Amerika ucapan jestudai dikiranya "just to die". Hal ini tentu tidak akan terjadi jika komunikasi itu dalam wujud tulisan.

***

Tatkala Howard yang John mengancam akan mengadakan invasi ke Timtim katanya mempersiapkan 7000 pasukannya (kemudian katanya naik menjadi 10.000, lalu katanya turun 4500, terakhir hanya 2000) untuk masuk Indonesia, Clinton yang betul-betul Clinton memberikan isyarat "berdiri di belakang" John Howard. Namun tatkala John Howard bersambut, yaitu Presiden Habibie mengadakan serangan balik (baca: balik mengancam), bahwa sebagai Presiden Republik Indonesia masih bertanggung-jawab atas wilayah Timtim. Jika Australia mengadakan invasi ke Timtin maka itu dinilai oleh Indonesia sebaga pernyataan perang dari Australia. Jika demikian, maka Indonesia akan melayani Australia sampai batas terakhir kemampuan sumberdaya ekonomi dan pertahanannya.

Ancaman balik dari Jakarta menyebabkan nyali John Howard menjadi ciut. Ia segera menelpon Gedung Putih meminta bantuan sejumlah pasukan AS. Namun Clinton hanya menjanjikan jika Australia akan mengirim pasukannya ke Timtim tanpa seizin Jakarta, maka AS hanya akan membantunya sebatas keperluan logistik. Di sini terjadi pula kesenjangan disebabkan komunikasi lisan "berdiri di belakang". John Howard salah tafsir atas isyarat lisan Clinton untuk "berdiri di belakang" Australia.

Terlihat berapa pentingnya kebudayaan menulis itu. Bukan hanya dalam konteks mencegah kesenjangan komunikasi belaka, bahkan mulai dari yang penting seperti perjanjian perikatan sampai kepada yang kecil-kecil seperti kejadian hal yang lucu-lucu. Dalam dunia anak-anak "een, twee, drie" menjadi terucapkan "enten dris". Atau dalam dunia perpeloncoan (atau apapun istilahnya) kata "kikkeren", artinya berlaku seperti kikker (= kodok), yaitu loncat kodok. Karena kelebihan vitamin "G" di daerah ini terucap "kengkreng", yang tidak pernah terdengar di tempat lain di Indonesia.

Dalam Al Quran ada sebuah surah yang dinamakan Surah Pena.
-- N WALQLM WMA YSTHRWN (S. ALQLM, 68:1), dibaca: nun walqalami wama- yasthuru-n (s. alqalam), artinya: Nun (sebuah kode matematis), perhatikanlah pena dan apa-apa yang mereka tuliskan. Al Quran memerintahkan untuk menuliskan perikatan perjanjian oleh Katib (notaris).
-- ADZA TDAYNTM BDYN ALY AJL MSMY FAKTBWH WLYKTB BYNKUM KATB BAL'ADL (S. ALBQRt, 2:282), dibaca: idza- tada-yantum bidaynin ila- ajalin musamman faktubu-hu walyaktub baynakum ka-tibun bil'adli (s. albaqarah), artinya: Jika kamu mengadakan perikatan perjanjian utang-piutang sampai waktu tertentu maka tuliskanlah dan mestilah dituliskan di antara kamu oleh seorang katib dengan adil. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 26 September 1999