7 November 1999

397. Pendekatan Terhadap Isra-Mi'raj dan Penyisipan Kata-Kata serta Anak Kalimat

Malam Sabtu 27 Rajab, kemarin malam, adalah tanggal kejadian yang maha mentakjubkan, yaitu peristiwa Isra-Mi'raj RasuluLlah SAW, yang kita peringati setiap tahun. Peristiwa Isra-Mi'raj tidak dapat dicerna dengan pendekatan rasional, juga tidak dapat didekati secara ilmiyah-sekuler (yang hanya bersumber dari informasi ayat Kawniyah), melainkan hanya dapat diterima dengan pendekatan iman, yaitu beriman kepada Al Quran, salah satu di antara keenam rukun iman. WALDZYN YWaMNWN BMA UNZL ALYK WMA UNZL MN QBLK (S. AL BQRT, 4), dibaca: Alladzi-na yu'minu-na bima- unzila ilayka wama- unzila min qablika (S. Albaqarah), artinya: Dan orang-orang yang beriman dengan (Al Quran) yang diturunkan kepada engkau (hai Muhammad) dan (beriman) dengan (Kitab-Kitab) yang diturunkan sebelum engkau (2:4).

Mengulangi yang telah saya kemukakan dalam Seri 015, terkadang sering saya mendengarkan uraian yang berupaya merasionalkan persitiwa Isra-Mi'raj dengan metode qiyas (analogi). Seekor lalat berkata kepada temannya bahwa ia telah terbang ke Jakarta pulang balik dalam wakutu tidak cukup semalam. Lalat temannya itu mendustakannya, mana mungkin jarak sejauh itu dapat ditempuh pulang balik dalam waktu singkat itu. Setelah lalat pertama menjelaskan bahwa ia menumpang pesawat terbang pulang balik, maka lalat temannya baru dapat menerima kebenaran ceritanya itu. Ini adalah rasionalisasi yang naif, bahkan merendahkan derajat RasuluLlah yang diumpamakan sebagai lalat yang naik kapal terbang.

Demikian pula pendekatan ilmiyah-sekuler sangat tidak mungkin. Ada dua unsur dalam pendekatan ilmiyah-sekuler yang tidak mungkin dilakukan pada peristiwa Isra-Mi'raj, yaitu intizhar (observasi) dan eksperimen. Proses yang dapat diobservasi dan dilakukan eksperimen terhadapnya, ialah proses yang terbuka dan berlangsung secara sinambung. Terbuka maksudnya dapat dilakukan oleh siapa saja, dimana saja dan bilamana saja. Kalau tidak terbuka, dan proses itu tidak sinambung, mana mungkin orang dapat mengobservasinya dan melakukan eksperimen atasnya. Peristiwa Isra-Mi'raj tidak terbuka dan hanya terjadi satu kali, sehingga tidak mungkin dapat mengobservasinya apatah pula melakukan eksperimen atasnya. Jadi mustahil orang dapat melakukan pendekatan ilmiyah-sekuler terhadap Isra-Mi'raj.

Mencerna peristiwa Isra-Mi'raj dengan pendekatan iman sangatlah sederhana. Peristiwa itu ada dalam Al Quran, yaitu di S. Bani Israil ayat 1, sehingga sebagai konsekwensi salah satu rukun iman, yaitu beriman kepada Kitab-KitabNya yang dalam hal ini adalah Al Quran, maka peristiwa itu benar adanya.

***
Dalam terjemahan ayat (2:4) di atas disisipkan kata-kata di antara kurung. Maksud sisipan itu ialah untuk lebih memperjelas terjemahan itu. Namun dalam memberikan sisipan baik itu terjemahan maupun salinan harus kita berhati-hati, sebab nanti dapat menyimpang dari makna aslinya. Akan diberikan tiga contoh sisipan yang menyebabkan penyimpangan dari makna yang asli, pertama dari Taurat, kedua dari terjemahan Al Quran dan ketiga dari terjemahan azan di TPI.

Salah satu Kitab yang harus diimani ialah Kitab Taurat yang diturunkan Allah melalui wahyu kepada Nabi Musa AS. Namun perlu dicamkan bahwa Kitab Taurat baru dituliskan setelah Nabi Musa AS sudah wafat. Ini dapat dilihat dalam kalimat berikut: And he buried him in a valley in the land of Moab, over against Beth-peor; but no men knoweth of his sepulchre unto this day. And Moses was an hundred and twenty years old when he died (Deuteronomy 34:6-7), artinya: Dan dikuburkanlah ia dalam suatu lembah di tanah Moab bertentangan dengan Beth-Peor; tetapi tak seorangpun tahu kuburnya hingga hari ini. Dan Musa berumur seratus dua puluh tahun tatkala wafat. Dari kata-kata dikuburkanlah ia, hingga hari ini, tatkala wafat, menunjukkan bahwa Taurat dituliskan oleh seseorang (boleh jadi lebih seorang) setelah wafatnya Nabi Musa AS, jadi seperti menuliskan Hadits RasuluLlah SAW. Bedanya ialah dalam hal Hadits jelas orangnya terutama wataknya dari orang yang pertama yang mendengar dan melihat langsung ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad SAW dan secara sinambung diteruskan kepada orang kedua, ketiga dan seterusnya hingga sampai kepada perawi Hadits yang menuliskannya. Sedangkan pada penulisan Taurat tidak jelas siapa penulisnya setelah Nabi Musa AS wafat. Juga tidak jelas jangka waktu antara wafatnya Nabi Musa AS dengan yang dimaksud oleh penulis Taurat dengan ungkapan kata: hingga hari ini, hari mulai dia atau mereka menuliskan Taurat.

Contoh pertama, yaitu sisipan kata dalam sebuah ayat dalam Kitab Taurat. Walaupun yang otentik dari Nabi Musa AS tidak ada lagi (karena dituliskan setelah Nabi Musa AS wafat), ada yang dapat dikaji bahwa itu adalah sisipan, seperti contoh yang akan dikemukakan berikut ini: And he said, Take now thy son, thine only son Isaac, whom thou lovest and get thee into the land of Moriah; and offer him there (Genesis 22:2), artinya: Dan Dia berfirman, ambillah sekarang puteramu, putera milikmu satu-satunya Ishak yang kau kasihi, dan bawalah ke tanah Moria; dan korbankanlah ia di sana.

Kata yang disisipkan dalam (Genesis 22:2) adalah Isaac. Hal penyisipan kata Isaac ini dapat ditunjukkan oleh kedua ayat yang berikut: And Abram was fourscore and six years old, when Hagar bare Ishmael to Abram (Genesis 16:16), artinya: Ibrahim berumur delapan puluh enam tahun tatkala Hajar memperanakkan Ismail bagi Ibrahim. And Abraham was an hundred years old, when his son Isaac was born unto him (Genesis 21:5), artinya: Dan Ibrahim berumur seratus tahun tatkala Ishak dilahirkan untuknya. Kedua ayat (Genesis 16:16) dan (Genesis 21:5) itu menunjukkan bahwa Ismail lebih tua dari Ishak, yaitu 100 - 86 = 14 tahun. Jadi putera satu-satunya yang akan dikorbankan mestilah Ismail yaitu sebelum Ishak lahir. Demikianlah, sebelum penyisipan Ishak, semestinya ayat itu berbunyi: thine only son, whom thou lovest.

Contoh yang kedua yaitu penyisipan kata-kata dari terjemahan Al Quran dan contoh ketiga yaitu penyisipan anak kalimat dari terjemahan kalimah tahlil dalam azan di TPI, akan dibahas nanti insya-Allah dalam Seri 398 yang akan datang. Walla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 7 November 1999