20 Februari 2000

411. Menyimak Arti Basyar

Tulisan ini sebenarnya telah lama dipersiapkan, sejak bulan Ramadhan yang lalu. Walaupun tertunda terus bukanlah masalah, karena substansi ini tetap aktual dalam kontex Wahyu dan Akal - Iman dan Ilmu. Mengapa timbul keinginan sejak bulan Ramadhan lalu, oleh karena dalam peringatan NuzululQuran, pembawa acara secara spontan dan impulsif disanggah Gus Dur, tatkala pembawa acara menyebut istilah ukhuwah basyariyah. Menurut Gus Dur pemakaian istilah basyar tidak benar, karena itu hanya menyangkut aspek biologis. Lalu, siapakah yang benar di antara keduanya? Hendaknyalah kita tidak boleh surut ke belakang ke zaman Yunani Kuno. Kalau ada buah pikiran yang berbeda, lalu masing-masing buah pikiran itu dirujukkan entah ke Anaxagoraskah, entah ke Socrateskah, entah kepada yang lain-lain yang dianggap memiliki otoritas kelimuan, maka selesailah sudah. Tidak ada upaya untuk menguji-coba pendapat itu secara substansial. Itulah tradisi keilmuan di zaman Yunani Kuno: the singer, not the song. Itulah sebabnya kebudayaan Yunani Kuno hanya menghasilkan buah pikiran yang spekulatif sifatnya.

Lalu, sekali lagi lalu, kemanakah buah pikiran itu harus dirujukkan? Jawabannya tegas bagi orang yang beriman, yaitu ke ayat yang pertama dari paket pertama dari NuzululQuran: AQRA BASM RBK, (S. AL'ALQ, 1), dibaca: iqra' bismi rabbika (s. al'alaq), artinya: bacalah atas nama Maha Pengaturmu (96:1). Apa yang dibaca? Yang dibaca adalah ayat. Allah Yang Maha Pengatur mengatur makhluqnya dengan FirmanNya, yakni ayat qawliyah (verbal), yaitu Al Quran dan ayat kawniyah (kosmologis), yaitu alam syahadah (universum). Alhasil, kedua jenis ayat itulah yang Allah perintahkan kepada orang-orang beriman untuk membacanya. Itulah sumber informasi tempat rujuk dalam upaya menguji-coba buah-buah pikiran manusia.

Khusus untuk substansi pengertian basyar, rujukan yang dipakai tentu saja hanyalah ayat-ayat Al Quran, karena pengertian itu mengenai bahasa khusus yaitu bahasa Al Quran, sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan ayat kawniyah. Dalam Al Quran ada 37 ayat yang mengandung kata basyar, yaitu (3:47, 3:79, 5:18, 6:91, 11:27, 12:31, 14:10, 14:11, 15:28, 15:33, 16:103, 17:93, 17:94, 18:110, 19:17, 19:20, 19:26, 21:3, 21:34, 23:24, 23:33, 23:34, 23:47, 25:54, 26:154, 26:186, 30:20, 36:15, 38:71, 41:6, 42:51, 54:24, 64:6, 74:25, 74:29, 74:31, 74:36).

Tidaklah semua dari ke-37 ayat itu yang akan dikutip di sini, hanya beberapa di antaranya saja. QALT RB ANY YKWN LY WLD WLM YMSSNY BSYR (S. AL'AMRAN, 47), dibaca: qa-lat rabbi anna- yaku-nu li- waladuw walam yamsasni- basyar (s. ali 'imra-n), artinya: (Maryam) berkata: Ya Maha Pengatur, betapa mungkin aku mempunyai anak, padahal aku belum pernah disentuh basyar (3:47).

-- WATT KL WAHDT MNHN SKYNA WQALT AKHRJ 'ALYHN FLMA RAYNH AKBRNH WQTH'AN AYDYHN WQLN HASY LLH MA HDZA BSYRA AN HDZA ALA MLK KRYM (S. YWSF, 31), dibaca: waa-tat kulla wa-hidatim minhunna saki-naw waqa-latikh ruj 'alayhinna falamma- raaynahu- akbarnahu- waqaththa'na aydiyahunna waqulna ha-sya lilla-hi ma- ha-dza- basyaran in ha-dza- illa- malakun kari-m (s. yu-suf), artinya: Masing-masing mereka diberinya sebilah pisau (untuk memotong makanan), lalu (Zulaikha) berkata (kepada Yusuf): keluarlah engkau menemui perempuan-perempuan itu, maka tatkala mereka melihatnya mereka membesarkannya (tercengang) sehingga (tanpa sadar) mereka mengiris tangan mereka dan berkata: mahasuci Allah ini bukan basyar, ini tidak lain kecuali malaikat yang mulia (12:31).
-- MA HDZA ALA BSYR MTSLKM YAKL MM TAKLWN MNH WYSYRB MMA TSYRBWN (S. ALMW^MNWN, 33), dibaca: ma- ha-dza- illa- basyarun ya'kulu mimma- ya'kulu-na minhu wayasyrabu mimma- tasyrabu-n (s. al mu'minu-n), artinya: Tidaklah ini melainkan basyar seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan minum dari apa yang kamu minum (23:33).
-- WHW ALDZY KHLQ MN ALMA^ BSYRA FJ'ALH NSBA WSHHRA WKAN RBK QDYRA (S. ALFRQAN, 54), dibaca: wahuwal ladzi- khalaqa minal ma-i basyaran faja'alahu- nasaban washihran wa ka-na rabbuka qadi-ra- (s. al furqa-n), artinya: Dan Dialah Yang menciptakan basyar dari air dan dijadikanNya keturunan dan keluarga besar dan adalah Maha Pengaturmu Maha Kuasa (25:54).
-- WMN AYTH AN KHLQKM MIN TRAB TSM ADZA ANTM BSYR TNTSYRWN (S. ALRWM, 20), dibaca: wamin a-ya-tihi- an khalaqakum min tura-bin tsumma idza- antum basyarun tantasyiru-n, artinya: Dan diantara ayat-ayatNya, yaitu diciptakanNya kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) basyar yang berkembang biak (30:20).

Dari hasil observasi jelaslah bahwa menurut pengertian yang diberikan oleh Al Quran sendiri sebagai rujukan (baca: kamus), bahwa: basyar tidaklah seperti malaikat yang bertubuh "halus", melainkan kasat mata, yang zat-zat pada jasmaninya berasal dari tanah, kemudian dari air (sperma + sel telur dalam cairan), berdarah daging, yang makan dan minum, berkembang biak, mempunyai keturunan dan berkeluarga, yang hidup menghuni permukaan bumi ini. Dengan perkataan lain bahwa basyar adalah manusia yang hanya menyangkut aspek biologis, tidak termasuk aspek nafsani (psikologis), sehingga lebih tepat jika dipergunakan ungkapan ukhuwah insaniyah. Walhasil koreksi Gus Dur benar adanya.

Sedikit tambahan penjelasan. Ungkapan tersebut termasuk dalam sistem tiga serangkai, yaitu ukhuwah islamiyah (sebenarnya lebih tepat ukhuwah imaniyah), ukhuwah insaniyah dan ukhuwah wathaniyah, yang artinya persaudaraan dalam iman, persaudaraan dalam kemanusiaan dan persaudaraan dalam tanah air. Walaupun kata-kata ikhwah, iman, insan dan wathan adalah masing-masing bahasa Al Quran, namun ungkapan tiga serangkai itu bukanlah ungkapan Al Quran, tak berbeda misalnya dengan kata halal adalah bahasa Al Quran, namun ungkapan halal bi halal bukanlah ungkapan Al Quran. WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 20 Februari 2000