10 November 2002

549. Perang Melawan Terrorisme

10 November 1945, inilah puncak terrorisme yang dilancarkan oleh tentara Inggris (yang kini menjadi partrner kental USA dalam menterror dunia Islam) atas kota Surabaya, yang terpateri dalam sejarah Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia dalam wujud "Hari Pahlawan". Terror tentara Inggris itu disambut dengan "Allahu Akbar" oleh Bung Tomo beserta "arek-arek Soerobojo".

***
Kemudian daripada itu di UK sendiri dapat kita baca seruan yang berikut:
www.war-against-terrorism.info
London, UK, July 25 - Muslim women from all over the UK, from all walks of life, young and old and of diverse ethnic backgrounds and nationalities are expected to attend a conference in London this Sunday, 28th July 2002 entitled "Muslim Women and America's War on Terror", at 10.30 a.m. at The Great Hall, Queen Mary and Westfield College, Mile End Road, London.
They will hear speeches outlining why the real motive for waging "War on Terror" is not to counter terrorism but rather to establish and strengthen US hegemony and influence over the Islamic lands, their people, and their resources in order to repress any semblance of Islamic political resurgence.

The conference is part of an international campaign to put the spotlight upon the West's unscrupulous allies in the "War Against Terrorism", including the states of Central Asia, and in particular Uzbekistan. Uzbekistan is a prime example of the war America is waging against the Muslims. With the support of her crooked ally Karimov, thousands have been arrested, tortured and murdered. Muslim women are the latest victims in the "War on Terror". 25-year-old mother of two, Feruza Kurbanov, detained in Shakantuar District police station was threatened with group rape if she did not confess to being a member of Hizb ut-Tahrir. On the 24th of April 2002, a court in Tashkent sentenced four women to prison simply for alleged membership in Hizb ut-Tahrir. The conference will feature a special address from a wife of an arrested member of Hizb ut-Tahrir, currently in detention.

Sayang tidak dapat diterjemahkan kalimat demi kalimat, karena mengambil tempat. Pada pokoknya kaum perempuan di London menghimbau siapa saja untuk menghadiri muktamar dengan tujuan mengadakan pencerahan bahwa Perang Melawan Terrorisme yang dikumandangkan oleh Amerika, sesungguhnya pada hakekatnya bukan untuk melawan terrorisme melainkan untuk menanamkan dan memperkuat hegemoni Amerika atas negeri-negeri Muslim, penduduk dan sumber-sumber daya alamnya. Muktamar itu mengambil kasus di Uzbekistan: Ribuan anggota Hizb atThahrir telah ditangkap, disikasa dan dibunuh. Kaum Muslimah yang menjadi korban terakhir dari "Perang Melawan Terror".

***
Sikap paranoid terhadap terorisme yang eksesif membuat Amerika menomorsatukan isu keamanan di atas segalanya, meskipun dengan resiko mengorbankan kemerdekaan dan HAM. Atas nama memerangi terorisme, ribuan orang yang dicurigai bisa ditangkap begitu saja, diinterogasi secara rahasia, tanpa bantuan hukum. Atas nama melawan terorisme, ratusan tawanan perang Thaliban yang dibawa ke Guantanamo mendapat perlakukan yang melanggar HAM. Dan atas nama keamanan, Amerika menekan Dunia Ketiga, termasuk Indonesia, untuk mengundangkan peraturan anti terror, yang di Indonesia baru berwujud Perpu, sehingga dapat menangkap siapa pun yang dituduh terroris.

Kampanye melawan terorisme ini pada akhirnya banyak dimanfaatkan oleh penguasa otoriter untuk menindas lawan politik atau oposisi, atas nama perang melawan terorisme. Demikianlah maka pemerintah Cina, misalnya, merasa punya nyali untuk mencap terrorist perlawanan kaum Muslim Uighur di provinsi Xinjiang. Pemerintah Rusia mencap Mujahidin Chechen sebagai terrorist. Atas pesanan Amerika pemerintah Singapura dan Pilipina merasa punya hak untuk menangkap siapa saja yang dianggap teroris, termasuk antara lain Agus Dwikarna. Dan Mahathir di Malaysia mengisukan sebuah jaringan bernama Jama'ah Islamiyah, ditopang oleh Indonesia untuk menobatkan jaringan "ciptaan" Mahathir itu dan kini sudah terlantik oleh PBB sebagai salah satu jaringan terrorist. Embel-embelnya di Indonesia al Ustadz Abu Bakar Ba'syir dijaring dan kini menjadi tersangka, yang oleh Mahendradatta dikatakan itu nyata-nyata sebagai pesanan Amerika.

Kampanye melawan terrorisme yang dilancarkan America ini direspons pula oleh Karimov dari Uzbekistan (lihat berita di atas), Nursultan Nazarbaev dari Kazakhstan dan Askar Akaev dari Kirgizstan, semuanya ikut menyanyi koor dengan Amerika dalam nyanyian "Perang Melawan Terrorisme". Dan last but not least, atas nama anti terorisme, Ariel Sharon pun merasa layak meluluh-lantakkan Palestina.

Kalau hal semacam ini diterus-teruskan oleh Amerika, bukannya mata rantai terorisme yang dipotong habis, melainkan benih-benihnya yang akan tumbuh subur. Jangan heran kalau anti-Amerikanisme bukannya hilang malah diminati. Siapa menabur angin, insya Allah akan menuai badai.

***
Dalam bulan suci Ramadhan ini perlu sekali "ihtisa-ban" menghisab, mendengar dengan telinga batin, melihat dengan mata batin, berpikir dengan fuad (rasio batin) yang mana terror dan yang mana bukan terror, sehingga tidak ikut-ikutan dengan semena-mena mencap perlawanan melawan kezaliman dikatakan suatu perbuatan terror. Firman Allah SWT:
-- WLA MA LYS LK BH 'ALM AN ALSM'A WALBSHR WALFWaAD KL AWLaK 'ANH MSaWLA (S. BNY ASRAaYL, 36), dibaca: wala- taqfu ma- laysa laka bihi- 'ilmin innas sam'a wal bashara walfua-da kullu ula-ika ka-na 'anhu mas.u-lan (s. bani- isra-i-l), artinya: Janganlah engkau ikut-ikutan apa-apa yang tidak jelas pengetahuan engkau atasnya, sebab sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan rasio masing-masing akan dipertanggung-jawabkan (dihadapan Allah pada Hari Pengadilan) (17:36). WaLla-hu a'lamu bishshawa-b.

*** Makassar, 10 November 2002