17 November 2002

550. Jama'ah Islamiyah Suatu Kebutuhan

Firman Allah SWT:
-- W'ATSHMWA BHBL ALLH JMY'AA WLA TFRQWA (S. AL'AMRAN, 103), dibaca: wa'tashimu- bihabli Lla-hi jami-'aw wa la- tafarrqu- (s. ali'imra-n), artinya: dan berpegang tegulah kamu pada tali Allah (Syari'at Islam) dengan berjama'ah dan janganlah berfirqah-firqah (bercerai-berai) (3:103).
-- YAYHA ALDZYN AMNWA KHDZWA KHDZRKM FANFRWA TSBAT AW ANFRWA JMY'AA (S. ALNSAa, 71), dibaca: Ya-ayyuhal ladzi-na a-manu- khudzu- khidzrakum fanfiru- tsuba-tin awinfiru- jami-'an (s. annisa-') Hai orang-orang yang beriman waspadalah kamu dan dan keluarlah kamu dengan berpasukan-pasukan atau keluarlah secara berjama'ah (4:71).

Dalam pengertian ini, seluruh umat Islam adalah Jama'ah Islamiyah (JI). Namun, nama JI itu kini telah terkontaminasi dengan pengertian yang amat negatif. Pasalnya, Mahathir di Malaysia mengisukan "sosok" JL ini adalah sebuah jaringan terrorist. Indonesiapun ikut menyanyi menopang "sosok ciptaan" Mahathir tersebut untuk dilantik oleh PBB dalam wujud Resolusi PBB No 1390 Tahun 2002 yang menetapkan JI sebagai organisasi teroris internasional, pada hari Jumat, 25 Oktober 2002. Karena itu, pencantuman JI ke dalam daftar organisasi teroris versi AS dan PBB, baik secara langsung maupun tidak, amat memojokkan umat Islam karena menimbulkan citra buruk (character assassination) bagi umat Islam yang memperjuangkan tegaknya Syari'at Islam di Indonesia ini melalui koridor konstitusi, seperti yang diperjuangkan oleh umat Islam Sulawesi Selatan dalam keputusan Kongres Ummat Islam Sulawesi Selatan ke-2 di Sudiang (yang dihadiri oleh Wapres), yaitu memperjuangkan "rumah politik" berupa otonomi khusus berlakunya Syari'at Islam, sebagaimana telah ditempuh secara konstitusional terbentuknya Nanggro Aceh Darussalam. Yang dalam kongres tersebut telah pula ditetapkan bahwa kalau Aceh adalah serambi Makkah, maka Sulawesi Selatan adalah Serambi Madinah.

***
Rupanya sosok JI made in Mahathir ini menjadi semacam kebutuhan baik di dalam maupun di luar negeri. Kita ambil saja masing-masing satu contoh di dalam dan di luar negeri.
Contoh di Indonesia:

Tulisan Djohan Effendi, Ketua Umum Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Jamaah Islamiyah dan Abdullah Sungkar (Kompas, 7/11). Missi tulisan itu berusaha memunculkan profil Abdullah Sungkar sebagai yang telah menkonfirmasi adanya Jamaah Islamiyah (JI) melalui wawancaranya di majalah Nidaul Islam (Februari-Maret 1997). Hal itu lalu dikonfrontir dengan bantahan Abu Bakar Ba'asyir tentang keterlibatannya dalam apa yang disebut JI. Pada kesimpulan, para pembaca diharapkan mengajukan pertanyaan, Siapa yang benar? Samada almarhum Abdullah Sungkar atau Abu Bakar Ba'asyir? Dalam timbangan lain, Djohan Effendi mempertaruhkan samada kebenaran Mahathir Muhammad yang menuduh Ba'asyir sebagai pemimpin spiritual JI dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memasukkan JI ke daftar organisasi teroris atau bantahan Ba'asyir. Semua itu dikemas dalam tulisan yang amat halus tetapi bisa menyihir akal sehat. Djohan Effendi adalah salah seorang tokoh JIL. Jangan salah kiprah, Jl di sini bukan Jamaah Islamiyah melainkan Jaringan Islam dan L adalah Liberal). JIL ini adalah sebuah jaringan dengan paradigma teologi sekularisme, yang sangat sengit menentang gerakan di Indonesia yang ingin menegakkan Syari'at Islam secara konstitusional. Maka demikianlah JIL memanfaatkan JI made in Mahathir ini untuk mengcounter golongan yang mereka cap sebagai Isfun, Islam Fundamentalis (baca: golongan di Indonesia yang bercita-cita menegakaan Syari'at Islam secara konstitusional dengan metode kultural dan struktural).

Contoh di Australia:
Awal November, situs resmi militer Australia (ARMY: The Soldier' Newspaper) memuat sebuah laporan yang amat menarik. Di situ disebutkan bahwa saat Tragedi Bali 12 Oktober terjadi sejumlah tentara Australia ada di tempat kejadian perkara (TKP). Salah seorang di antaranya bahkan menyaksikan bagaimana detik-detik malapetaka itu terjadi. Kapten Rodney Cox, tulis reporter ARMY, Jonathan Garland, berdiri pada jarak kurang dari 50 meter dari pusat ledakan di Sari Club, Legian, Kuta. Dia sadar ledakan kedua berasal dari bom nonkonvensional.

Laporan yang disusun oleh Kapten Jonathan Garland, wartawan koran resmi Angkatan Bersenjata Australia, rupanya telah membuat keki pemerintah dan petinggi militer di Australia. Mereka khawatir kesaksian itu menjadi blunder bagi Australia di masa depan. Maka laporan dan "kesaksian" penting itu kemudian dihapus dari situs ARMY. Tetapi, penghapusan itu rupanya terlambat. Banyak orang telanjur membacanya. Beberapa pengamat, antara lain Joe Vialls, malah telah menyimpannya sebagai dokumen arsip. Kasus penghapusan laporan ini pun konon menjadi bahan perdebatan di Kabinet Howard. Agar tidak menimbulkan kecurigaan lebih jauh, diputuskan untuk merestorasi laporan. Maka laporan itu kembali dimunculkan dengan sedikit perubahan, yaitu dengan menghapus kalimat "ada selang waktu 10 detik antara ledakan di Paddy's Bar dengan ledakan mikronuklir".

Untuk mengalihkan perhatian publik, intelijen Australia (ASIO) bersama polisi federal kemudian melakukan aksi penggeledahan dan penggerebekan terhadap sejumlah warga Indonesia di Canberra, Perth, dan Sydney. Dengan dalih mencari teroris Alqaidah dan Jemaah Islamiah, kelompok bersenjata telah melakukan razia terhadap warga Muslim di Australia.

Maka demikianlah JI dibutuhkan oleh ASIO untuk sebagai "penghapus malu" karena keterlanjuran adanya di dalam laporan mengenai "ledakan mikronuklir''. Mengapa itu dihapus? Itu blunder bagi Australia, sebab bagaimana mungkin Amrozi dkk dapat merakit bom mikronuklir. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 17 November 2002