22 Agustus 2004

639. Teluk Buyat Menuju Teluk Minamata

Firman Allah:
-- ZHR ALFSAD FY ALBR WALBhR BMA KSBAT AYD ALNAS LYDZYQHUM B'ADH ALDZY 'AMLWA L'ALHUM YRJ'AWN (A. ALRWM, 30:41), sibaca: zhaharal fasa-du fil barri wal bahri bima- kasabat aydin na-si liyudzi-qahum ba'dhal ladzi- 'amilu- la'allhum yarji'i-n (s. arru-m), artinya: muncullah kerusakan di darat dan di laut disebabkan tangan-tangan manusia, maka dirasakan mereka itu sebagian dari (akibat) perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali (dari keterlanjuran perbuatan mereka).

Bagaimana mungkin teluk dapat "berlayar"?, yaitu dari Buyat di Sulawesi Utara menuju ke Minamata di Jepang? Yayasan Sahabat Perempuan, Yayasan Nurani, Kelola, dan Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan (LBHK), membawa empat warga Buyat Pantai ke Jakarta: Rasyid Rahmat (45 tahun), Masnah Striman (41 tahun), Juhria Ratumbahe (45 tahun), dan Sri Prika Modeong (2 tahun). Empat warga Desa Buyat Pantai yang diperiksa di Jakarta tersebut, ternyata terbukti tercemar logam berat merkuri (Hg). Kadar total merkuri dalam sampel darah mereka telah melebihi kadar Nilai Ambang Batas (NAB) dalam darah, menurut standar International Programme on Chemical Safety (IPCS), yaitu rata-rata 8 ug/l (mikrogram per liter), namun belum mencapai dosis yang dapat menimbulkan gejala penyakit minamata.

Itulah yang dimaksud dengan Teluk Buyat Menuju Teluk Minamata, artinya kondisi teluk Buyat yang tercemar logam berat Hg, kalau dibiarkan, maka insya-Allah ujung-ujungnya akan seperti teluk Minamata beberapa tahun silam. Singkat kata penduduk Desa Buyat Pantai belum berpenyakit Minamata, tetapi secara faktual baru berpenyakit "aneh" disebabkan oleh logam berat Hg. Seperti diketahui dosis efektif Hg sampai orang berpenyakit minamata jika dalam cairan darah manusia bersemayam Hg 200-500 ug/l, atau 50-125 ug/l dalam rambut. Jadi sekali lagi kita nyatakan, apabila penduduk yang malang itu dibiarkan tetap dimangsa pencemaran tanpa intervensi, maka ujung-ujungnya dalam jangka panjang merkuri akan terakumulasi dalam tubuh mereka dalam wujud penyakit minamata.

Bahwa keempat warga Desa Buyat Pantai telah tercemar Hg itu tak dapat diragukan lagi. Ini terungkap dari hasil analisa sampel darah mereka yang dilakukan Pusat Kajian Risiko dan Keselamatan Lingkungan (Puska RKL) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia (UI) bekerja sama dengan Laboratorium Departemen Kimia FMIPA UI. Hasil analisa dipaparkan Direktur Puska RKL Dr Budiawan kepada wartawan di Kampus UI Depok, Kamis (29/7-2004). Dengan menggunakan instrumen Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS), ditemukan kandungan total merkuri pada darah Rasit 23,90 ug/l, Masna 14,90 ug/l, Juhriah 22,50 ug/l, dan Rafika 9,51 ug/l.

Data di atas dicoba "dilawan" dengan pesta makan ikan di Pantai Lakban. Pesta ini digelar untuk menunjukkan tak ada pencemaran di Teluk Buyat, baik itu yang disponsori oleh PT NMR maupun Menteri Lingkungan Hidup. Menurut penduduk setempat, ikan-ikan yang disantap dalam pesta itu tidak berasal dari Teluk Buyat. Kalau keterangan penduduk itu benar, maka Menteri Lingkungan Hidup Nabiel Makarim telah melakukan kebohongan publik untuk membela PT Newmont Minahasa Raya.

Juga pada 9 Agustus 2004 di TVRI Menteri Kesehatan mencoba untuk "mengaburkan" kandungan merkuri dalam darah keempat orang itu dengan "membelokkannya" kepada penyakit Minamata dan dengan susah payah Salim Said "menjuruskannya" kembali kepada kandungan merkuri dalam darah keempat orang itu. Bahkan baru-baru ini diberitakan melalui media elektronik bahwa Menteri Kesehatan tidak tanggung-tanggung "membelokkan" kandungan merkuri dalam darah itu ke penyakit Minamata dengan mendatangkan dari Dai Nippong para pakar penyakit Minamata untuk meneliti penududuk Buyat.

Pihak Polripun ternyata "ragu-ragu" tentang masalah ini, yaitu sebermula diberitakan bahwa Polri telah menginstruksikan penutupan pabrik Newmont, namun kemudian dibantah kembali.

***

Pada 1996, PT Newmont Minahasa Raya (NMR) mulai melakukan operasi penambangan emas pada areal sekitar 600 hektare di Bukit Mesel. Lahan ini dibebaskan secara paksa dari rakyat setempat. "Harganya tidak manusiawi, hanya Rp 250 per meter persegi," ungkap Ramlan, mantan kepala Desa Ratatotok, yang pernah ikut menjemput bos NMR, Richard Linsang, pada 1987.

Jika ditarik garis lurus, lokasi tambang itu berjarak sekitar 6 km di arah utara Teluk Buyat. Di sini terdapat hulu sungai yang bermuara ke Teluk Buyat. Sekitar 4 km ke arah timur laut, terdapat daerah bernama Lobongan yang menjadi areal tua penambang emas rakyat. Di sini pun terdapat hulu sungai, namun bermuara ke Teluk Totok.

Aktivitas tambang PT NMR menjadi sangat bersentuhan dengan warga Buyat Pantai. Pasalnya, dari tambang perusahaan Amerika ini, menjulur pipa sepanjang 9,5 km ke dasar Teluk Buyat. Berubahlah perairan ini sebagai "bak sampah raksasa" untuk limbah tambang yang disebut tailing (lumpur sisa proses pemisahan bijih tambang). Stasiun katup buang dari pipa tailing itu jaraknya hanya 50 meter dari pintu masuk Kampung Buyat Pantai. Warga Buyat Pantai akhirnya hidup dekat kubangan sampah tailing yang mengandung zat kimia arsen, antimon, dan merkuri.

Perusahaan asal Denver, AS ini membuang sebanyak 2.000 ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat setiap harinya. Sejumlah ikan dalam 2 tahun terakhir ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning keemasan. Begitu pula pada manusia. Sejumlah penduduk Buyat memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala sejak 1999-2000. Republika mencatat, dari 75 warga setempat yang sempat ditemui dari rumah ke rumah, tak satu pun yang tubuhnya bebas dari penyakit "aneh" itu.

***

Rujak rasanya asam-asam manis, karena diberi asam atau cuka dan gula. Keinginan kita mengikuti selera terpenuhi dalam makan rujak dengan kriteria asam dan manis. Namun keinginan kita dalam hidup di dunia ini tidak selamanya kriteria yang diinginkan itu senantiasa sejalan, artinya tidak seperti dalam hal perujakan. Dalam kasus Teluk Buyat khususnya dan roda besi pembangunan fisik umumnya, ada dua kriteria di sini yang saling diperhadapkan. Yaitu pencemaran oleh limbah industri dan penggusuran demi keindahan kota, berhadapan dengan yang menyangkut kehidupan dan penghidupan rakyat kecil, yang menjadi mangsa pencemaran dan penggusuran.

Firman Allah:
-- WFDYNH BDZBhN 'AZHYM (S. ALSHAFT, 37:107), dibaca: wafadayna-hu bidzibhin 'azhiymin, artinya: Dan Kami menggantinya (Ismail) dengan seekor sembelihan yang besar.

Apakah yang tersirat di balik penggantian Ismail dengan domba ini? Nilai yang dapat disimak dari sini adalah menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Apa arti pembangunan fisik jika harga pembayarannya, berupa pencemaran dan penggusuran. Pembangunan harus difokuskan kepada manusia. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 22 Agustus 2004