6 November 2005

701. Bulan Ramadhan Dikunci oleh 'iyd al-Fithri dan Menegakkan Syari'at Islam

Alla-hu Akbar 2x, laa ila-ha illaLla-hu
Alla-hu Akbar 2x, wa liLla-hilHamd!

Maha besar Allah! Di tanganNya tergenggam segala kekuasaan dan keadilan. DitinggikanNya hambaNya yang taat. DirendahkanNya mereka yang asyik dalam ma'shiyat. Tercurah pahala kepada mereka ahli puasa, tertindih penyesalan bagi mereka yang melalaikan puasa. Hebat sungguh kalimah Takbir ini, sampai menyentuh hati dan membuai perasaan, menimbulkan nostalgia masa lampau. Terbayang wajah orang tua, kasih sayang ayah bunda. Mereka berdua telah bersusah payah mengasuh kita dalam keadaan masih kecil dan lemah. Lalu diberinya kita nama sehingga kita dikenal, dididiknya, sehingga kita menjadi besar dan dewasa dengan berbagai sebutan kehormatan di tengah-tengah masyarakat pergaulan. Ya, Ila-hi, curahkanlah kasih sayang kepada keduanya seperti mereka memelihara dan mengasuh kami semasa kecil. Sungguh belum apa-apa bakti yang telah sempat kita tunaikan kepada kedua orang tua kita, ketimbang curahan kasih sayang keduanya kepada kita. Kepada guru-guru kita, kepada masyarakat sekeliling kita, mereka semuanya telah berjasa membentuk kita menjadi manusia.

Bulan suci Ramadhan sudah berlalu. Bulan yang telah dianugerahkan Allah sebagai pinjaman sekali setahun kepada hambaNya. Betapa tidak, bukankah di dalamnya terletak kewajiban ibadah puasa?
-- FMN SyHD MNKM ALSyHR FLYShMH (S. ALBQRt, 2:185), dibaca: faman syahida mingkumusy syahra falyashumhu, artinya: Barangsiapa yang menyaksikan di antara kamu bulan (Ramadhaan) itu, maka berpuasalah. Ibadah puasa yang menjadi pembentuk jiwa yang ikhlas, penempa jujur dan perangai yang mulia, pengikis riya, pembersih dari semua akhlaq yang rendah. Bukankah ibadah puasa yang mengangkat derajat insan beriman ke derajat yang lebih mulia, yaitu derajat taqwa?
-- YAaYHA ALDzYN AMNWA KTB 'ALYKM ALShYAM KMA KTB ALDzYN MN QBLKM L'ALKM TTQWN (S. ALBQRt, 2:183), dibaca: ya-ayyuhal ladzi-na a-manu- kutiba 'alaikumush shiya-mu kama- kutiba 'alal ladxi-na ming qablikum la'allakum tattaqu-n, artinya: Hai orang-orang beriman, telah diwajibkan atasmu berpuasa, seperti telah diwajibkan atas mereka sebelum kamu, supaya kamu taqwa.

Taqwa yang memberikan bekas di dalam jiwa. Taqwa yang melahirkan potensi sifat-sifat yang baik, yang dapat menumbuhkan kemampuan untuk mengendalikan diri dari segi negatifnya penguasaan dan perebutan serta ketamakan dalam bidang harta dan ekonomi. Taqwa yang menumbuhkan potensi mengendalikan diri dari kecenderungan kepada demoralisasi. Taqwa mampu menghiasi tingkah laku kita dalam pergaulan sesama manusia.

Ya, para Muttaqin, mereka yang senantiasa mensyukuri karunia ni'mat Ila-hi dengan membayarkan zakatnya, mengeluarkan infaq dan sadaqahnya kepada kaum yang lemah, dhu'afa, fukara dan masaakin di tengah-tengah manusia tamak egois. Mereka yang senantiasa terpelihara dari segala macam malapetaka. Bukankah taqwa yang akar katanya dibentuk oleh huruf-huruf : Waw, Qaf, Ya, berarti terpelihara? Mereka inilah yang menikmati 'IydulFithri. Mereka inilah yang telah mempunyai kemampuan menaburkan kegembiraan dan kebahagiaan di perladangan hidup ini. Allahu Akbar, alangkah ni'matnya 'IydulFithri.

Bulan Ramadhaan, bukankah di dalamnya itu dinuzulkan Al-Quran menjadi:
-- HDY LALNAS WBYNAT MN AKHDT WALFRQAN (S. ALBQRt, 2:185), dibaca: hudal linna-si wabayyina-tim minal huda- wal furqa-n, artinya: petunjuk manusia, keterangan nyata dari petunjuk itu dan Al-Furqan.

Al-Quran petunjuk bagi manusia bermakna bahwa manusia itu baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial membutuhkan petunjuk Al Quran, jika menginginkan kehidupan yang selamat di dunia menuju akhirat. Sebagai makhluk individu dibutuhkan petunjuk yang strategis yaitu aqidah dan petunjuk yang taktis yaitu ajaran akhlaq. Sebagai makhluk sosial di butuhkan petunjuk yang bersifat operasional yaitu hukum-hukum syari'at. Aqidah, akhlaq dan hukum-hukym syari'at dipelihara kemurniannya dengan "yatafaqqahu fiddiyn":
-- FLWLA NFR MN KL FRQT MNHM THA^FT LYTFQHWA FY ALDYN (S ALTWBt, 9:122), dibaca: falawla- nafara ming kulli firqatim minhum tha-ifatal liyatafaqqahu- fid di-ni, artinya: mengapakah tidak sebagian di antara mereka yang tinggal berfiqh (memahami) addin. Makanya jangan pandang enteng ulama fiqh, hai Ainun Najib dan Gus Dur.

Al-Furqan maknanya pemisah antara yang haq dengan bathil. Berasal dari akar kata yang dibentuk oleh Fa, Ra, Qaf, artinya membelah, memisahkan, ibarat pisau yang membelah sebuah bongkah menjadi dua bagian yaitu bagian positif (baik, benar) dengan yang negatif (buruk, salah).

Al-Quran dalam fungsinya sebagai Al-Furqan berhubungan dengan petunjuk yang taktis, yaitu pembinaan akhlaq. Seorang muslim harus tahu betul mana yang positif, mana yang negatif, yaitu antara benar dengan salah, baik dengan buruk, adil dangan zalim, istiqamah dengan munafik, menyejukkan dengan meresahkan, sabar dengan beringas, sopan dengan brutal, lemah lembut dengan vulgar, terpuji dengan tercela, rendah diri dengan arogan, membujuk dengan menterror, mau mendengar pendapat orang lain dengan memaksakan kehendak, tasamuh dengan tidak toleran, jujur dengan curang, ikhlas dengan ada pamrih, cermat dengan ceroboh, menolong dengan mencelakakan, bermanfaat dengan merugikan, membangun dengan merusak, menghormati dengan melecehkan, beradab dengan jahil/biadab.

Kombinasi petunjuk yang strategis yaitu aqidah dan petunjuk yang taktis yaitu ajaran akhlaq, serta petunjuk yang bersifat operasional yaitu hukum-hukum syari'at, diaplikasikan dalam membumikan Nilai Wahyu di atas bumi Indonesia. Yaitu mentransfer Nilai Wahyu sebagai rahmatan lil'alamiyn menjadi konsep dasar dalam menyusun sistem politik, ekonomi, dan pemerintahan. Itulah yang kita kenal selama ini dengan menegakkan Syari'at Islam. Dengan tegaknya Syari'at Islam dapatlah dibumikan Nilai Wahyu yang berwujud hukum positif, menjadi peraturan perundang-undangan dalam Negara Republik Indonesia. Itulah hakekat Penegakan Syari'at Islam di bumi Indonesia yang kita cintai ini untuk merealisasikan Islam sebagai rahmatan lil'a-lamiyn. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 6 November 2005