27 November 2005

704. Anak Yatim dan Orang Miskin

Sesungguhnya Seri ini telah dipersiapkan sebagai no.urut 700, yaitu urutan/lanjutan Seri 699. Namun tertunda karena lebih dahulu melayani pertanyaan tentang angka 19 dan 17 (Seri 700), 'Iyd al-Fithri (Seri 701), memenuhi janji saya kepada Ketua MUI Makassar mengenai Motto IMMIM (Seri 702) dan akar dari terrorisme (Seri 703).

Mengapa Seri 704 ini merupakan urutan Seri 699, karena masih menyangkut pernyataan penceramah Isra-Mi'raj, di mana dalam Seri 699 telah saya bahas pernyataan penceramah tersebut yang bertitik tolak bahwa ada Al-Quran rahasia yang ujung-ujungnya keluar jalur ajaran Islam dengan menyatakan bahwa Al-Quran yang dikodifikasikan/dibukukan dalam 30 Juz, 114 Surah, tidak dapat dijadikan sebagai pegangan hidup/penentu/penunjuk.

Adapun yang disorot dalam Seri 704 ini adalah pemahamannya tentang anak yatim dan orang miskin dalam S. ALMA'AWN (dibaca: al ma-'u-n), seperti berikut:
-- Yang dimaksud dengan menghardik, yaitu "tidak mengenal/tidak mau mengenal" sedangkan yang dimaksud anak yatim adalah karena tidak berayah sejak awal kejadiannya. Yang dikatakan miskin, yaitu karena tidak berpakaian apalagi mengenakan perhiasan, sebagai manusia adanya. Si yatim/miskin itulah perbendaharaan Allah yang ada di dalam setiap diri manusia yang dikenal/disebut dengan RUH.

Ada dua hal yang mengusik batin saya sehubungan pernyataan di atas itu, sehingga saya merasa perlu kedua hal itu dibahas dalam kolom ini.

Yang pertama, tentang RUH. SubhanaLlah, penceramah sangat berani untuk menjelaskan apa itu RUH, merasa lebih pintar dari Nabi Muhammad SAW. Pada waktu orang Yahudi bertanyakan tentang RUH kepada Nabi Muhammad SAW, beliau tidak segera menjawab, karena menantikan wahyu dahulu. Maka turunlah ayat:
-- WYSaLWNK 'AN ALRWh QL ALRWh MN AMR RBY WMA AWTUTM MN AL'ALM ALA QLYLA (S. ASRY, 17:85), dibaca: wayas.alu-na 'anir ru-hi qulir ru-hu min amri tabbi- wama- u-ti-tum munal 'ilmi illa- qali-lan, artinya: Mereka bertanya kepadamu (hai Muhammad) tentang ruh, katakan: ruh itu sebagian dari urusan Rabbku, tiadalah kamu diberi ilmu (ttg ruh) kecuali sedikit.

Yang kedua, karena pembicara itu hanya mentafsirkan yatim dan miskin itu diperciut menjadi yang ada dalam diri manusia (ilalanganna tauwa), maka pembicara menjadikan ajaran Islam itu menjadi kerdil, hanya berwawasan pribadi manusia saja, tidaklah difahamkan oleh pembicara bahwa Syari'at Islam itu juga berwawasan yang operasional dalam bidang kemasyarakatan, pemahaman pembicara sangatlah egois, ia mengabaikan anak yatim dan orang miskin dalam arti yang sebenarnya.

Syari'at Islam menuntun manusia baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial supaya manusia itu beroleh kehidupan yang selamat di dunia menuju akhirat. Sebagai makhluk individu dibutuhkan petunjuk yang strategis yaitu aqidah dan petunjuk yang taktis yaitu ajaran akhlaq. Sebagai makhluk sosial di butuhkan petunjuk yang bersifat operasional yaitu hukum-hukum syari'at.

Dalam S. ALMA'AWN dapat kita lihat petunjuk strategis, taktis dan operasional itu bersinergi.
-- ARaYT ALDzY YKDzB BALDYN(1). FDzLK ALDzY YD'A ALYTYM(2). WLA YhDh 'ALY Th'AAM ALMSKYN(3). FWYL LLMShLYN(4). ALDZYNHM 'AN ShLATHM SAHWN(5). ALDzYNHM YRAaWN(6). WYMN'AWN ALMA'AWN(7)
dibaca:
ara.aital ladzi- yukadzdzibu biddi-n . fadza-likal ladzi- yad''ul yatim . wala- yahudhdhu 'ala- tha'a-mil miski-n . fawailul lilmushalli-n . alladzi-nahum 'am shala-tihim sa-hu-n . alladzi-nahum yura-u-n . wayana'u-nal ma-'u-n.
artinya:
(1)adakah engkau ketahui orang yang mendustakan addin? (2)itulah dia orang yang mengusir anak yatim. (3)dan tiada menghimbau orang untuk memberi makan orang miskin. (4)maka azab-wail bagi yang shalat. (5)yaitu mereka yang lalai dalam shalatnya. (6)Yaitu mereka riya/suka pamer. (7)Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

Perhatikan: Dalam ayat(1) bersinergi antara petunjuk strategis dan taktis. Dalam ayat (2,3) bersinergi antara petunjuk taktis dan operasional. Dalam ayat (4,5) bersinergi antara petunjuk strategis dengan taktis. Dalam ayat (6,7) bersinergi antara petunjuk taktis dan operasional.

Demikianlah S. ALMA'AWN menunjukkan akhlaq dalam kehidupan sosial yang populis menyantuni anak yatim dan orang miskin (sayang saya tidak hafal dan tidak sempat menanyakan kepada orang yang tahu Lagunya Bimbo: Rasul menyuruh kita mencintai anak yatim, Rasul menyuruh kita menyantuni orang miskin, sebab kalau saya hafal baik sekali jika saya tuliskan pula).

Terakhir mengenai ejaan. Dalam S. ALMA'AWN ayat (107:5), kata Shalat dituliskan: Shad-Lam-Alif-Ta. Sedangkan dalam ayat berikut:
-- WAQYM ALShLWt WAT ALZKWt WARK'AWA M'A ALRAK'AYN (S. ALBQRy, 2:43), dibaca wa aqi-mus shala-ta wa a-tuz zaka-ta warka'u- ma'ar ra-ki'i-n, artinya: Tegakkanlah shalat dan keluarkanlah zakat dan ruku'lah bersama dengan orang-orang yang ruku', kata shalat dituliskan: Shad-Lam-Waw-Ta.

Apabila ejaan itu diseragamkan yaitu diubah hurufnya, yakni kata shalat dalam ayat (2:43), yaitu Shad, Lam, Waw, Ta, diubah menjadi Shad, Lam, Alif, Ta, supaya seragam dengan tulisan kata shalat dalam ayat (107:5), maka sistem 19 akan mengontrol. Jumlah huruf Alif + Lam + Mim dalam Surah 2, 3, 7, 13, 29, 30, 31, 32, yaitu 12312 + 8493 + 5871 = 26676 = 1404 x 19. Kalau Waw diganti dengan Alif dalam kata shalat, maka akan rusaklah sistem 19 dalam jumlah huruf Alif + Lam + Mim dalam ke-8 Surah yang di atas itu.

Sampai sekarang tetap kata shalat dalam dua ejaan, Shad-Lam-Alif-Ta dan Shad, Lam, Waw, Ta. Itu menunjukkan tidak ada tangan-tangan gatal untuk mengubah Rasm (ejaan) 'Utsmany, artinya Al-Kitab, teks Al-Quran sampai kepada ejaannyapun otentik. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 27 November 2005