Sesungguhnya Seri ini telah dipersiapkan sebagai no.urut 700, yaitu urutan/lanjutan Seri 699. Namun tertunda karena lebih dahulu melayani pertanyaan tentang angka 19 dan 17 (Seri 700), 'Iyd al-Fithri (Seri 701), memenuhi janji saya kepada Ketua MUI Makassar mengenai Motto IMMIM (Seri 702) dan akar dari terrorisme (Seri 703).
Mengapa Seri 704 ini merupakan urutan Seri 699, karena masih menyangkut pernyataan penceramah Isra-Mi'raj, di mana dalam Seri 699 telah saya bahas pernyataan penceramah tersebut yang bertitik tolak bahwa ada Al-Quran rahasia yang ujung-ujungnya keluar jalur ajaran Islam dengan menyatakan bahwa Al-Quran yang dikodifikasikan/dibukukan dalam 30 Juz, 114 Surah, tidak dapat dijadikan sebagai pegangan hidup/penentu/penunjuk.
Adapun yang disorot dalam Seri 704 ini adalah pemahamannya tentang anak yatim dan orang miskin dalam S. ALMA'AWN (dibaca: al ma-'u-n), seperti berikut:
-- Yang dimaksud dengan menghardik, yaitu "tidak mengenal/tidak mau mengenal" sedangkan yang dimaksud anak yatim adalah karena tidak berayah sejak awal kejadiannya. Yang dikatakan miskin, yaitu karena tidak berpakaian apalagi mengenakan perhiasan, sebagai manusia adanya. Si yatim/miskin itulah perbendaharaan Allah yang ada di dalam setiap diri manusia yang dikenal/disebut dengan RUH.
Ada dua hal yang mengusik batin saya sehubungan pernyataan di atas itu, sehingga saya merasa perlu kedua hal itu dibahas dalam kolom ini.
Yang pertama, tentang RUH. SubhanaLlah, penceramah sangat berani untuk menjelaskan apa itu RUH, merasa lebih pintar dari Nabi Muhammad SAW. Pada waktu orang Yahudi bertanyakan tentang RUH kepada Nabi Muhammad SAW, beliau tidak segera menjawab, karena menantikan wahyu dahulu. Maka turunlah ayat:
-- WYSaLWNK 'AN ALRWh QL ALRWh MN AMR RBY WMA AWTUTM MN AL'ALM ALA QLYLA (S. ASRY, 17:85), dibaca: wayas.alu-na 'anir ru-hi qulir ru-hu min amri tabbi- wama- u-ti-tum munal 'ilmi illa- qali-lan, artinya: Mereka bertanya kepadamu (hai Muhammad) tentang ruh, katakan: ruh itu sebagian dari urusan Rabbku, tiadalah kamu diberi ilmu (ttg ruh) kecuali sedikit.
Yang kedua, karena pembicara itu hanya mentafsirkan yatim dan miskin itu diperciut menjadi yang ada dalam diri manusia (ilalanganna tauwa), maka pembicara menjadikan ajaran Islam itu menjadi kerdil, hanya berwawasan pribadi manusia saja, tidaklah difahamkan oleh pembicara bahwa Syari'at Islam itu juga berwawasan yang operasional dalam bidang kemasyarakatan, pemahaman pembicara sangatlah egois, ia mengabaikan anak yatim dan orang miskin dalam arti yang sebenarnya.
Syari'at Islam menuntun manusia baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial supaya manusia itu beroleh kehidupan yang selamat di dunia menuju akhirat. Sebagai makhluk individu dibutuhkan petunjuk yang strategis yaitu aqidah dan petunjuk yang taktis yaitu ajaran akhlaq. Sebagai makhluk sosial di butuhkan petunjuk yang bersifat operasional yaitu hukum-hukum syari'at.
Dalam S. ALMA'AWN dapat kita lihat petunjuk strategis, taktis dan operasional itu bersinergi.
-- ARaYT ALDzY YKDzB BALDYN(1). FDzLK ALDzY YD'A ALYTYM(2). WLA YhDh 'ALY Th'AAM ALMSKYN(3). FWYL LLMShLYN(4). ALDZYNHM 'AN ShLATHM SAHWN(5). ALDzYNHM YRAaWN(6). WYMN'AWN ALMA'AWN(7)
dibaca:
ara.aital ladzi- yukadzdzibu biddi-n . fadza-likal ladzi- yad''ul yatim . wala- yahudhdhu 'ala- tha'a-mil miski-n . fawailul lilmushalli-n . alladzi-nahum 'am shala-tihim sa-hu-n . alladzi-nahum yura-u-n . wayana'u-nal ma-'u-n.
artinya:
(1)adakah engkau ketahui orang yang mendustakan addin? (2)itulah dia orang yang mengusir anak yatim. (3)dan tiada menghimbau orang untuk memberi makan orang miskin. (4)maka azab-wail bagi yang shalat. (5)yaitu mereka yang lalai dalam shalatnya. (6)Yaitu mereka riya/suka pamer. (7)Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.
Perhatikan: Dalam ayat(1) bersinergi antara petunjuk strategis dan taktis. Dalam ayat (2,3) bersinergi antara petunjuk taktis dan operasional. Dalam ayat (4,5) bersinergi antara petunjuk strategis dengan taktis. Dalam ayat (6,7) bersinergi antara petunjuk taktis dan operasional.
Demikianlah S. ALMA'AWN menunjukkan akhlaq dalam kehidupan sosial yang populis menyantuni anak yatim dan orang miskin (sayang saya tidak hafal dan tidak sempat menanyakan kepada orang yang tahu Lagunya Bimbo: Rasul menyuruh kita mencintai anak yatim, Rasul menyuruh kita menyantuni orang miskin, sebab kalau saya hafal baik sekali jika saya tuliskan pula).
Terakhir mengenai ejaan. Dalam S. ALMA'AWN ayat (107:5), kata Shalat dituliskan: Shad-Lam-Alif-Ta. Sedangkan dalam ayat berikut:
-- WAQYM ALShLWt WAT ALZKWt WARK'AWA M'A ALRAK'AYN (S. ALBQRy, 2:43), dibaca wa aqi-mus shala-ta wa a-tuz zaka-ta warka'u- ma'ar ra-ki'i-n, artinya: Tegakkanlah shalat dan keluarkanlah zakat dan ruku'lah bersama dengan orang-orang yang ruku', kata shalat dituliskan: Shad-Lam-Waw-Ta.
Apabila ejaan itu diseragamkan yaitu diubah hurufnya, yakni kata shalat dalam ayat (2:43), yaitu Shad, Lam, Waw, Ta, diubah menjadi Shad, Lam, Alif, Ta, supaya seragam dengan tulisan kata shalat dalam ayat (107:5), maka sistem 19 akan mengontrol. Jumlah huruf Alif + Lam + Mim dalam Surah 2, 3, 7, 13, 29, 30, 31, 32, yaitu 12312 + 8493 + 5871 = 26676 = 1404 x 19. Kalau Waw diganti dengan Alif dalam kata shalat, maka akan rusaklah sistem 19 dalam jumlah huruf Alif + Lam + Mim dalam ke-8 Surah yang di atas itu.
Sampai sekarang tetap kata shalat dalam dua ejaan, Shad-Lam-Alif-Ta dan Shad, Lam, Waw, Ta. Itu menunjukkan tidak ada tangan-tangan gatal untuk mengubah Rasm (ejaan) 'Utsmany, artinya Al-Kitab, teks Al-Quran sampai kepada ejaannyapun otentik. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 27 November 2005
27 November 2005
[+/-] |
704. Anak Yatim dan Orang Miskin |
20 November 2005
[+/-] |
703. Menegakkan Benang Basah |
Ini disadur oleh Muslim In Suffer dari The Age. Kemudian kita edit kembali, di mana sang ayah kita lihat sebagai personifikasi dari Bush, Blair dan Howard yang menegakkan benang basah.
Anak: apa sih teroris itu?
Ayah: Seseorang atau sekelompok orang yang menggunakan kekerasan dan intimidasi serta kadang-kadang sampai membunuh.
Anak: Mengapa teroris membunuh mereka?
Ayah: Karena teroris benci mereka atau negara mereka.
Anak: Seperti orang Irak yang menculik orang dan mengatakan akan membunuh mereka jika seluruh pasukan asing tidak segera pergi?
Ayah: Tepat sekali! Itulah perbuatan jahat yang dinamakan 'pemerasan'. Orang-orang tak bersalah itu menjadi sandera, dan teroris yang mengatakan bahwa bila pemerintah tidak melakukan apa yang mereka inginkan, para sandera akan dibunuh.
Anak: Jadi itu disebut 'pemerasan'. Bila kita mengatakan akan menyerang Irak dan membunuh rakyat tak bersalah, kecuali mereka mengatakan dimana semua persenjataan mereka?
Ayah: Bukan! Um ... iya, saya kira. Tetapi itu adalah sebuah 'ultimatum', sebut saja sebagai 'pemerasan yang baik'.
Anak: Pemerasan yang bertujuan baik? Apa itu?
Ayah: Itu adalah bila dilakukan untuk tujuan baik. Persenjataan itu sangat berbahaya dan bisa mencelakai banyak orang di seluruh dunia. Sangat penting untuk menemukan dan menghancurkannya.
Anak: Tetapi ayah, persenjataan itu tidak ada.
Ayah: Betul. Kita tahu itu sekarang. Tetapi siapa yang bisa yakin pada saat sebelumnya. Kita mengira persenjataan itu ada.
Anak: Jadi pembunuhan seluruh korban tak bersalah di Irak hanya sebuah kesalahan?
Ayah: Tidak. Itu adalah tragedi, tapi kita juga menyelamatkan banyak nyawa. Bisa kamu lihat, kita berhasil menghentikan seseorang yang sangat kejam yang disebut Saddam Hussein, dalam usahanya membantai sangat banyak rakyat Irak, atau memberikan siksaan yang mengerikan, bahkan anak-anak.
Anak: Seperti anak laki-laki yang saya lihat di TV itu? Seorang anak yang hancur tangannya karena bom?
Ayah: Betul, seperti anak itu.
Anak: Tapi ayah, kita yang melakukan itu. Bukankah ini berarti pemimpin kita teroris?
Ayah: Ya Tuhan, bukan! Itu hanyalah sebuah ketidak sengajaan. Malangnya, rakyat tak bersalah menjadi korban di dalam perang.
Anak: Jadi di dalam peperangan, hanya tentara yang semestinya terbunuh?
Ayah: Benar, tentara dilatih untuk berjuang demi negara. Ini tugas mereka, semenjak mereka mengenakan seragamnya, mereka menjadi sasaran tembakan musuh.
Anak: Seragam apa yang dipakai oleh teroris?
Ayah: Itulah masalahnya ... mereka tidak punya! ... teroris tidak mengikuti aturan peperangan.
Anak: Apakah perang ada aturannya?
Ayah: Oh ya. Tentara harus memakai seragamnya. Dan kamu tidak dapat begitu saja menyerang seseorang kecuali mereka melakukannya kepadamu lebih dahulu. Maka kamu dapat membela diri.
Anak: Jadi, itukah kenapa kita menyerang Irak? Karena Irak menyerang kita terlebih dulu dan kita sekedar membela diri.
Ayah: Itu kurang tepat. Irak tidak menyerang kita ... tetapi punya kehendak itu. Kita memutuskan untuk melakukannya lebih dahulu. Ini pencegahan, kalau-kalau Irak bermaksud mempergunakan persenjataan yang kita maksud.
Anak: Yaitu yang mereka tidak punyai? Jadi kita telah melanggar aturan peperangan?
Ayah: Secara teknis, ya. Tapi ...
Anak: Jadi jika kita melanggar aturan itu lebih dahulu, mengapa bangsa Irak yang tidak berseragam itu tidak diperbolehkan malakukannya juga kemudian?
Anak: Wah itu masalahnya berbeda. Kita sedang melakukan sesuatu kebaikan saat kita melanggar aturan itu.
Anak: Tapi ayah ... bagaimana kita tahu bahwa kita sedang melakukan itu demi kebaikan?
Ayah: Bush dan Blair dan Howard ... mereka mengatakan bahwa itu demi kebaikan. Mereka mengatakan bahwa perlu mengambil tindakan tertentu untuk membuat Irak menjadi tempat yang lebih baik.
Anak: Apakah Irak menjadi 'tempat yang lebih baik' sekarang?
Ayah: Saya mengharapkannya begitu, saya tidak tahu pasti. Orang tak bersalah masih menjadi korban penculikan itu adalah hal yang mengerikan. Saya ikut prihatin kepada keluarga para sandera yang malang itu, tetapi kita jangan mudah menyerah kepada para teroris. Kita harus tegar menghadapinya.
Anak: Apakah ayah tegar juga bila saya diculik oleh teroris?
Ayah: Um ... ya ... tidak ... maksud saya, ini masalah yang sungguh rumit.
Anak: Kalau saya, jika ada seseorang menyerang kita dan mengebom rumah kita dan membunuh ayah dan ibu dan adikku, saya tahu pasti, apa yang akan saya lakukan.
Ayah: Apa itu?
Anak: Saya akan cari siapa orang yang telah melakukannya dan kemudian membunuhnya. Dengan cara apapun yang saya bisa. Saya benci mereka untuk selama-lamanya. Dan kemudian saya terbangkan sebuah pesawat dan jatuhkan bom ke kota-kota mereka.
Ayah: Tapi ... tapi ... kamu bisa membunuh banyak orang tidak bersalah.
Anak: Saya tahu. Tapi ini khan perang, ayah. Dan seperti itu khan peperangan terjadi, seperti yang ayah katakan tadi, masih ingatkah?
Ilustrasi dalam bentuk dialog itu menunjukkan kepada kita, bahwa Bush, Blair dan Howard termasuk dalam hizb (kelompok) yang disebutkan dalam Al-Quran:
-- FY QLWBHM MRDh FZADHM ALLH MRShA WLHM 'AdZAB ALYM BMA KANWA YKDzBWN . WADzA QYL LHM LA TFSDWA FY ALARDh QALWA ANMA NhN MShLhWN (S. aLBQRt, 2:10,11), dibaca: fi- qulu-bihim maradhun faza-da humuLla-hu maradhan walahum ;adza-bun 'ali-mum bima- ka-nu- yakdzibu-n. wa idza- qi-la lahum la- rufsidu- fil ardhi qa-lu- innama- nahnu mushlihu-n, artinya: Dalam hati mereka ada penyakit (syak wasangka), lalu ditambah Allah penyakit itu, dan untuk mereka itu siksa yang pedih, karena mereka berdusta. Apabila dikatakan kepada mereka, janganlah kamu merusak di muka bumi, maka jawab mereka, kami sebenarnya berbuat baik. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 20 November 2005
13 November 2005
[+/-] |
702. Motto IMMIM vs Relativisme Epistemologis |
Belum lama ini, ada sebuah buku yang terbit yang membahas tentang Pluralisme. Judulnya sangat indah: "Nilai-nilai Pluralisme dalam Islam". Penerbitnya didanai oleh Ford Foundation. Paham Pluralisme Agama merupakan proyek yang sangat mudah menyedot dana dari lembaga asing yang bergelimang uang seperti Ford Foundation. Fatwa MUI sudah menjelaskan tentang definisi paham ini dengan lugas dan jelas. Yakni, menurut MUI, Pluralisme Agama yang difatwakan haram hukumnya itu, adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar.
Para penyebar paham ini seperti tidak perduli dengan kerusakan berpikir dan kerusakan iman yang disebabkan oleh paham Pluralisme Agama utamanya dalam hal relativisme epistemologis. Maksudnya, pada wilayah ini maka yang selayaknya menjadi pegangan adalah bahwa kita tidak dapat mengetahui kebenaran absolut. Kita dapat mengetahui kebenaran hanya sejauh itu absah bagi kita. Artinya, kebenaran yang selama ini kita pahami tak lain adalah kebenaran sepihak. (hal. 58).
Rektor UIN Jakarta, Azyumardi Azra, dalam buku ini, mengungkap tentang konsep "Islams" (banyak Islam). Keceknya, Islam itu memang pluralis, Islam itu banyak, dan tidak satu. Kata Azra: "Memang secara teks Islam adalah satu tetapi ketika akal sudah mulai mencoba memahami itu, belum lagi mengaktualisasikan, maka kemudian pluralitas itu adalah suatu kenyataan dan tidak bisa dielakkan." (hal. 150).
Uzair, eh Azra menunjuk pada contoh perbedaan pemahaman di antara para imam mazhab dalam memahami Al-Quran dan hadits. Ia juga menegaskan bahwa Al-Quran sekalipun bisa disebut punya bias kultural. "Kenapa Al-Quran harus dengan berbahasa Arab, bukan berbahasa Indonesia, bahasa Jawa? Dan ketika Al-Quran itu di-frame, disampaikan kepada manusia, dalam hal ini orang Arab, maka ketika itulah kerangka cultural Arab juga masuk." (hal. 150-151).
Cara berpikir relativisme dengan alat hermeneutika semacam itu, apakah itu benar? Tentu saja produk hermeneutika itu tidak benar dan jelas-jelas salah. Cara berpikir relativisme dengan memakai tool hermeneutika ini muncul dari cara pandang yang salah, yang menyamakan antara Islam sebagai agama wahyu dengan agama-agama lain yang tumbuh dari kultur manusia. Cara berpikir Rektor UIN Jakarta itu juga salah dilihat secara epistemologis, pelurunya ibarat bumerang dikembalikan kepadanya.
Kepada para santri Pesantren Pendidikan Al-Quran IMMIM diajarkan:
-- "Bersatu dalam 'Aqidah, toleransi dalam Khilafiyah-Furu'iyah." Azra mengabaikan klasifikasi 'Aqidah dengan Khilafiyah-Futu'iyah. Karena Islam adalah agama wahyu, maka tafsir dan pemahaman terhadap Islam dan Al-Quran ada yang bersifat tetap (tsawabit) dan ada yang berubah (mutaghayyarat). Tafsir juga ada yang qath'iy dan ada yang zhanniy, yang ijtihadi. Ada yang sama dan ada yang berbeda, tanpa pandang latar belakang kultural penafsir. Semua penafsir al-Quran akan sama dalam memahami dan menafsirkan ayat `Qul HuwaLla-hu Ahad`. Bahwa, Allah adalah satu. Bukan tiga, atau tiga dalam satu. Semua mufassir akan memahami seperti itu, di manapun dia berada dan di waktu kapanpun ia hidup, serta apa pun latar belakang kebangsaan dan budayanya. Bahwa para mufassir itu, akan sama berpaham bahwa ibadah haji harus dilakukan di Tanah Suci, bukan di Washington atau Moskwa. Yang berbeda, yang plural adalah dalam hal yang zhanni, yang ijtihadi, yang Khilafiyah-Furu'iyah.
Karena itu, sepanjang sejarah Islam, masalah perbedaan kultural tidaklah dijadikan sebagai hal yang signifikan. Para mufassir dan ulama Islam dari berbagai belahan dunia memahami Al-Quran dengan cara yang sama untuk hal-hal yang pokok dalam Islam. Imam Bukhari bukanlah orang Arab, tetapi cara pemahamannya terhadap Islam sama dengan Imam Syafi'i yang Arab. Menyatakan bahwa Islam itu banyak, dengan contoh perbedaan fiqhiyyah di kalangan Imam Mazhab yang dicontohkan oleh Rektor UIN Jakarta tersebut, adalah hasil kesesatan berpikir secara 'Aqidah dan kesalahan telak secara epistemologis.
Alhasil, pemahaman bahwa Islam adalah banyak (Islams), bahwa kebenaran setiap agama adalah relatif, adalah hasil hermeneutika yang effeknya mendustakan ayat-ayat Allah. Na'udzubiLlah pemahaman hasil hermeneutika itu perlu dibuang jauh-jauh, karena ke atas ia tidak berpucuk, ke bawah ia tidak berakar, di tengah-tengan ia dimakan kumbang.
Firman Allah:
-- WATL 'ALYHM NBA ALDzY aATYNH aAYTNA FANSLKh MNHA FATB'AH ALSyThN FKAN MN ALGhAWYN . WLW SyaNA LRF'ANH BHA WLKNH AKhLD ALA ALARDh WATB'A HWH FMTsLH KMTsL ALKLB AN ThML 'ALYH YLHTs AW TTRKH YLHTs DzLK MTsL ALQWM ALDzYN KDzBWA BaAYTNA FAQShSh ALQShSh L'ALHM YTFKRWN (s. ALA'ARAF, 7:175,176), dibaca: watlu 'alaihim nabaa a-taina-hu a-ya-tina- fansalakha minha- faatba'ahusy syaitha-nu faka-na minal gha-wi-n . walaw syi'na- lafa'na-hu biha- wala-kinnahu akhlada ilal ardhi wattaba'a hawa-hu famatsuluhu- kamatsalil kalbi intahmil 'alaihi yalhats aw tatrukhu yalhats dza-lika matsalul qawmil ladzi-na kadzdzabu- bia-ya-tina- faqshushil qashasha la'allahum yatafakkaru-n, artinya: Dan bacakanlah kepada mereka pekabaran orang yang telah Kami berikan kepadanya ayat-ayat Kami, kemudian dia melepaskan diri dari ayat-ayat itu, maka syaitanpun menjadikan dia pengikutnya, lalu jadilah dia (di antara) orang-orang yang tersesat. Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing, jika kamu menghalaunya maka dia menjulurkan lidahnya dan jika kamu membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah kisah-kisah itu agar mereka berfikir. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 13 November 2005
6 November 2005
[+/-] |
701. Bulan Ramadhan Dikunci oleh 'iyd al-Fithri dan Menegakkan Syari'at Islam |
Alla-hu Akbar 2x, laa ila-ha illaLla-hu
Alla-hu Akbar 2x, wa liLla-hilHamd!
Maha besar Allah! Di tanganNya tergenggam segala kekuasaan dan keadilan. DitinggikanNya hambaNya yang taat. DirendahkanNya mereka yang asyik dalam ma'shiyat. Tercurah pahala kepada mereka ahli puasa, tertindih penyesalan bagi mereka yang melalaikan puasa. Hebat sungguh kalimah Takbir ini, sampai menyentuh hati dan membuai perasaan, menimbulkan nostalgia masa lampau. Terbayang wajah orang tua, kasih sayang ayah bunda. Mereka berdua telah bersusah payah mengasuh kita dalam keadaan masih kecil dan lemah. Lalu diberinya kita nama sehingga kita dikenal, dididiknya, sehingga kita menjadi besar dan dewasa dengan berbagai sebutan kehormatan di tengah-tengah masyarakat pergaulan. Ya, Ila-hi, curahkanlah kasih sayang kepada keduanya seperti mereka memelihara dan mengasuh kami semasa kecil. Sungguh belum apa-apa bakti yang telah sempat kita tunaikan kepada kedua orang tua kita, ketimbang curahan kasih sayang keduanya kepada kita. Kepada guru-guru kita, kepada masyarakat sekeliling kita, mereka semuanya telah berjasa membentuk kita menjadi manusia.
Bulan suci Ramadhan sudah berlalu. Bulan yang telah dianugerahkan Allah sebagai pinjaman sekali setahun kepada hambaNya. Betapa tidak, bukankah di dalamnya terletak kewajiban ibadah puasa?
-- FMN SyHD MNKM ALSyHR FLYShMH (S. ALBQRt, 2:185), dibaca: faman syahida mingkumusy syahra falyashumhu, artinya: Barangsiapa yang menyaksikan di antara kamu bulan (Ramadhaan) itu, maka berpuasalah. Ibadah puasa yang menjadi pembentuk jiwa yang ikhlas, penempa jujur dan perangai yang mulia, pengikis riya, pembersih dari semua akhlaq yang rendah. Bukankah ibadah puasa yang mengangkat derajat insan beriman ke derajat yang lebih mulia, yaitu derajat taqwa?
-- YAaYHA ALDzYN AMNWA KTB 'ALYKM ALShYAM KMA KTB ALDzYN MN QBLKM L'ALKM TTQWN (S. ALBQRt, 2:183), dibaca: ya-ayyuhal ladzi-na a-manu- kutiba 'alaikumush shiya-mu kama- kutiba 'alal ladxi-na ming qablikum la'allakum tattaqu-n, artinya: Hai orang-orang beriman, telah diwajibkan atasmu berpuasa, seperti telah diwajibkan atas mereka sebelum kamu, supaya kamu taqwa.
Taqwa yang memberikan bekas di dalam jiwa. Taqwa yang melahirkan potensi sifat-sifat yang baik, yang dapat menumbuhkan kemampuan untuk mengendalikan diri dari segi negatifnya penguasaan dan perebutan serta ketamakan dalam bidang harta dan ekonomi. Taqwa yang menumbuhkan potensi mengendalikan diri dari kecenderungan kepada demoralisasi. Taqwa mampu menghiasi tingkah laku kita dalam pergaulan sesama manusia.
Ya, para Muttaqin, mereka yang senantiasa mensyukuri karunia ni'mat Ila-hi dengan membayarkan zakatnya, mengeluarkan infaq dan sadaqahnya kepada kaum yang lemah, dhu'afa, fukara dan masaakin di tengah-tengah manusia tamak egois. Mereka yang senantiasa terpelihara dari segala macam malapetaka. Bukankah taqwa yang akar katanya dibentuk oleh huruf-huruf : Waw, Qaf, Ya, berarti terpelihara? Mereka inilah yang menikmati 'IydulFithri. Mereka inilah yang telah mempunyai kemampuan menaburkan kegembiraan dan kebahagiaan di perladangan hidup ini. Allahu Akbar, alangkah ni'matnya 'IydulFithri.
Bulan Ramadhaan, bukankah di dalamnya itu dinuzulkan Al-Quran menjadi:
-- HDY LALNAS WBYNAT MN AKHDT WALFRQAN (S. ALBQRt, 2:185), dibaca: hudal linna-si wabayyina-tim minal huda- wal furqa-n, artinya: petunjuk manusia, keterangan nyata dari petunjuk itu dan Al-Furqan.
Al-Quran petunjuk bagi manusia bermakna bahwa manusia itu baik sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial membutuhkan petunjuk Al Quran, jika menginginkan kehidupan yang selamat di dunia menuju akhirat. Sebagai makhluk individu dibutuhkan petunjuk yang strategis yaitu aqidah dan petunjuk yang taktis yaitu ajaran akhlaq. Sebagai makhluk sosial di butuhkan petunjuk yang bersifat operasional yaitu hukum-hukum syari'at. Aqidah, akhlaq dan hukum-hukym syari'at dipelihara kemurniannya dengan "yatafaqqahu fiddiyn":
-- FLWLA NFR MN KL FRQT MNHM THA^FT LYTFQHWA FY ALDYN (S ALTWBt, 9:122), dibaca: falawla- nafara ming kulli firqatim minhum tha-ifatal liyatafaqqahu- fid di-ni, artinya: mengapakah tidak sebagian di antara mereka yang tinggal berfiqh (memahami) addin. Makanya jangan pandang enteng ulama fiqh, hai Ainun Najib dan Gus Dur.
Al-Furqan maknanya pemisah antara yang haq dengan bathil. Berasal dari akar kata yang dibentuk oleh Fa, Ra, Qaf, artinya membelah, memisahkan, ibarat pisau yang membelah sebuah bongkah menjadi dua bagian yaitu bagian positif (baik, benar) dengan yang negatif (buruk, salah).
Al-Quran dalam fungsinya sebagai Al-Furqan berhubungan dengan petunjuk yang taktis, yaitu pembinaan akhlaq. Seorang muslim harus tahu betul mana yang positif, mana yang negatif, yaitu antara benar dengan salah, baik dengan buruk, adil dangan zalim, istiqamah dengan munafik, menyejukkan dengan meresahkan, sabar dengan beringas, sopan dengan brutal, lemah lembut dengan vulgar, terpuji dengan tercela, rendah diri dengan arogan, membujuk dengan menterror, mau mendengar pendapat orang lain dengan memaksakan kehendak, tasamuh dengan tidak toleran, jujur dengan curang, ikhlas dengan ada pamrih, cermat dengan ceroboh, menolong dengan mencelakakan, bermanfaat dengan merugikan, membangun dengan merusak, menghormati dengan melecehkan, beradab dengan jahil/biadab.
Kombinasi petunjuk yang strategis yaitu aqidah dan petunjuk yang taktis yaitu ajaran akhlaq, serta petunjuk yang bersifat operasional yaitu hukum-hukum syari'at, diaplikasikan dalam membumikan Nilai Wahyu di atas bumi Indonesia. Yaitu mentransfer Nilai Wahyu sebagai rahmatan lil'alamiyn menjadi konsep dasar dalam menyusun sistem politik, ekonomi, dan pemerintahan. Itulah yang kita kenal selama ini dengan menegakkan Syari'at Islam. Dengan tegaknya Syari'at Islam dapatlah dibumikan Nilai Wahyu yang berwujud hukum positif, menjadi peraturan perundang-undangan dalam Negara Republik Indonesia. Itulah hakekat Penegakan Syari'at Islam di bumi Indonesia yang kita cintai ini untuk merealisasikan Islam sebagai rahmatan lil'a-lamiyn. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar, 6 November 2005