Seks bebas biasa dilembutkan menjadi seks pra-nikah. Sebenarnya ada hal yang pantas dilembutkan, namun ada pula yang tidak pantas, termasuk di antaranya seks bebas itu. Juga seperti misalnya PSK pekerja seks komersiel untuk pelacur serta kata-kata lainnya yang menunjukkan perbuatan ataupun status yang hina lainnya. Biarkanlah semua kata-kata yang menunjukkan kehinaan itu tidak dilembutkan. Gaya lembut (euphemism) jangan dibiarkan iiberal, semua ada batasnya. Bahkan bila perlu kata itu dialihkan menjadi bernuansa ejekan, seperti misalnya kondom disebutlah jas-mani. Demikianlah sekarang ini masyarakat digiring ke arah rasa bahasa bernuansa tidak enak mengenai kata "keras", bahwa keras itu tidak baik, sehingga kata-kata itu perlu dilembutkan, sebab keras itu tidak baik. Tidak boleh menghukum anak dengan pukulan, karena itu keras, itu tidak baik. Dalam hal ilmu logam keras itu baik. Dalam Syari'at kita disuruh menghukum dengan pukulan jika anak kita sudah berumur sepuluh tahun malas shalat. Pukulan mendidik menurut Syari'at itu jangan disamakan dengan menganiaya. Pukulan mendidik menurut Syari'at itu terasa sakit tetapi tidak berbahaya, seperti misalnya telapak tangan, betis, dipukul pakai mistar, atau daun telinga dipiting bagian atasnya, jangan bagian bawah. Pukulan yang tidak menurut Syari'at adalah pukulan yang menganiaya yang menyebabkan anak cedera, dan itu bisa ditangkap dengan tuduhan melanggar Undang-Undang Perlindungan Terhadap Anak. Lihatlah akibatnya metode pendidikan yang menganggap menghukum dengan pukulan itu tidak baik, karena itu keras, lalu apa hasilnya? Anak-anak menjadi liberal, kurang ajar terhadap orang tua dan gurunya, bahkan perilaku yang liberal berupa bernakoba dan berseks bebas yang semakin buas di negeri ini.
Hasil pendidikan bergaya lembut yang menghasilkan perilaku liberal itu ibarat tanaman yang diberi pupuk berupa bacaan sampah pornografi dan tayangan erotis pornoaksi yang menimbulkan hasrat nafsu hewani, serta disiram air berupa kondom yang menimbulkan rasa aman dan berani untuk berbuat hina berseks bebas. Bangsa ini sudah babak belur dengan citra negara terkorup no 2. Dan itu semua di alamatkan kepada ummat Islam, karena ummat Islam yang mayoritas di negara ini. Lalu apa jadinya bangsa ini jika kemudian menjadi negara seks bebas no 2 juga di dunia? Tidak! Pertumbuhan populasi peseks bebas harus diredam. Sekurang-kurangnya grafik pertumbuhan yang menanjak harus dipatahkan dijadikan menurun dengan mekanisme Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi dengan sanksi yang keras harus cepat-cepat disahkan.
Sejalan dengan mekasisme itu populasi yang berseks bebas itu diperbaiki niatnya serta lingkungan dibersihkan dari setan-setan yang merusak niat yang baik, dari setan-setan yang merangsang hasrat nafsu kebinatangan seksual. Juga dari lingkungan yang menimbulkan keberanian serta rasa aman melakukan seks bebas. Yang manakah itu setan-setan yang merangsang hasrat nafsu kebinatangan seksual tersbut? Itulah dia terutama majallah-majallah porno yang sudah banyak bercabul di negeri ini dan akan ditambah lagi dengan Playboy. Dan yang manakah itu setan-setan yang menimbulkan keberanian serta rasa aman melakukan seks bebas? Itulah dia kondom yang telah tersebar diperjual-belikan secara liberal di negeri ini, dan akan ditambah lagi dengan ATM kondom. Playboy dan ATM kondom ini akan menambah populasi peseks bebas, rangsangan bertambah, kemudian yang selama ini masih malu-malu secara terbuka membeli kondom akan merayap secara diam-diam pada waktu gelap malam mendatangi ATM kondom.
Seks bebas dan narkoba adalah dua sejoli dalam menyebarkan HIV. Mengapa? Karena baik seks bebas maupun narkoba masing-masing pakai mekanisme jarum suntik. Pada seks bebas jarum suntiknya tumpul sedangkan pada narkoba ada yang pakai jarum suntik yang runcing. Namun ada bedanya, yaitu jarum suntik yang tumpul "katanya" ada alat proteksi yang disebut kondom, sedangkan jarum suntik yang runcing tidak ada proteksinya. Saya beri tanda kutip "katanya" karena kondom itu tidak menjamin sebagai alat proteksi terhadap HIV. Mengapa?
-- Pertama, many visitors to a sexual health clinic report usage of condoms, which appears to lead to a statistically significant increase risk of gonorrhea among men, according to the results of a new study. More than 15 percent of study participants had been diagnosed with either gonorrhea or chlamydia, some both. Men who said a condom had broken during the last 30 days were more than 90 percent more likely to have gonorrhea. [sumber: msn.com]
-- Kedua, pori-pori karet lateks yang menjadi bahan pembuatan kondom adalah 0,003mm, sedangkan ukuran virus jenis HIV adalah 0,000001mm. Perbandingan keduanya adalah seperti pintu gerbang yang besar dengan seekor tikus. Logikanya "tikus" dengan sangat mudah bisa mondar-mandir di pintu gerbang yang sangat besar itu tanpa halangan sedikitpun.
Alhasil, kondom tidaklah aman sebagai alat proteksi. Adapun proteksi yang paling ampuh yaitu menurut Syari'at:
-- WLA TQRBWA ALZNY ANH KAN FAhSyt WSAa SBYLA (S. BNY ASRAaYL, 17:32), dubaca: wala- taqrabuz zina- innahu- ka-na fa-hisyatan wasa-a sabi-lan, artinya:
-- Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu keji dan jalan yang amat jahat. WaLlahu a'lamu bisshawab.
*** Makassar 29 Januari 2006