9 Januari 1994

111. Banjir

Menjelang akhir tahun 1993 pada permukaan bola dunia (globe) di mana-mana banjir. Betapa tak berdayanya kebudayaan manusia dengan teknologinya yang canggih itu terhadap banjir. Sungai melimpah, bendungan bobol, air menerjang tanpa ampun mendera bangunan bergelimpangan, menyapu menggenangi daerah Sejauh mata memandang. Pupuslah sudah jerih payah para pemikir, para perencana dan para pelaksana pembangunan, yang diupayakan bertahun tahun sebelumnya. Bangunan-bangunan itu telah remuk berserakan secara acak menjadi puing puing, bungkahan, serpihan dan sampah. Itu baru banjir, belum lagi kekeringan yang menghanguskan, belum lagi gempa yang merontokkan, belum lagi angin ribut, topan, angin puting beliung yang mengobrak, menerbangkan, memuntir.

Mengapa jauh-jauh sebelumnya para pemikir dan para perencana itu tidak mengumpul data sebanyak-banyaknya supaya dapat mengantisipasi dan mempersiapkan diri secara matang untuk menghadapi banjir itu?

Ilmu Pengetahuan tentang cuaca yang datanya hanya sebatas atmosfer bumi dan hanya berdasar atas gejala saja sama sekali tidak berguna untuk dapat mengantisipasi iklim yang akan datang. Sebabnya ada dua. Pertama, ulah manusia yang bersifat global, seperti membabat hutan dan menutup muka bumi dengan bangunan dan jalan. Penyebab kedua dari angkasa luar. Bumi ini yang mengikuti matahari mengedari pusat Milky Way, sewaktu-waktu masuk ke dalam daerah badai hujan sinar kosmik (lihat Seri 014). Maka pada saat itu iklim tidak teratur. Ada kalanya kemarau panjang sekali, atau sebaliknya musim hujan panjang sekali. Data tentang hujan kosmik ini sangat jauh dari jangkauan instrumen. Apalah artinya Explorer yang hanya sebatas daerah tata-surya yang kecil ini.

***

Risalah yang dibawakan oleh Nabi Muhammad RasuluLlah SAW dengan segera menyebar ke dalam semua lapisan masyarakat. Dan kalangan elit yang laki-laki dan perempuan seperti Abu B?kar dan Khadijah, yang remaja seperti 'Ali, yang pemberàni seperti 'Umar, yang berpunya seperti Utsman sampai kepada lapisan bawah yaitu budak berkulit hitam sepenti Bilal. Biasanya dalam sejarah pendekatan yang mula-mula diterapkan oleh penguasa dalam menghadapi arus yang dianggapnya membahayakan stabilitas kekuasaannya ialah dengan cara pendekatan satu arah, yaitu kekenasan, intimidasi, terror dan penyiksaan. Pendekatan satu arah ini dipakai pula oleh penguasa Quraisy, tetapi ternyata tidak berhasil. Maka para penguasa Quraisy itu menempuh pendekatan dua arah yaitu pendekatan politik: memberi dan nenerima.

Konsep pendekatan itu terdiri atas dua diktum. Pertama, demi persatuan dan kesatuan penduduk Makkah, penguasa bersedia bersama-sama dengan ummat Islam menyembah Allah. Inilah kategoni memberi. Kedua, caranya berselang-seling waktunya, kalau hari ini bersama-sama menyembah Allah, maka hari berikutnya bersama-sama pula menyembah berhala yang ada di sekitar Ka'bah. Inilah kategori menerima.

Tawaran politik penguasa Quraisy itu merupakan Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya) tiga surah secara berbaringan. Tawaran politik itu dijawab dalam tiga tahapan. Pertama, menolak dengan tegas: Qul ya-ayyuha IKaafiruwn. Laa A'budu Maa Ta'buduwna. Katakanlah, hai orang-orang kafir. Tidak kusembah apa yang kau sembah (S. Al Kafiruwn, I-2). Kedua. menyegarkan kembali ingatan kaum kafir Quraisy penguasa Makkah itu tentang penistiwa hancurnya tentera bergajah Abrahah yang ingin meruntuhkan Ka'bah. Faja'alahum ka'Asfin Ma'kuwlin. Maka jadilah mereka itu (pasukan bergajah) rontok ibarat daun dimakan ulat. (S. Al Fiyl, 5). Sejak penistiwa itu suku Quraisy disegani oleh suku-suku lain di Jazirah Arabiyah, sehingga mereka dapat membawa kafilah dagang haik di musim dingin maupun di musim panas, sepanjang tahun, karena disegani sehingga tidak diserang oleh suku-suku lain, sepertL dinyatakan dalam S. Quraisy 2. Maka tidak benarlah menyembah patung-patung itu, karena bukanlah patung itu yang menyebabkan suku Quraisy disegani. Ketiga, gayung bersambut menggugah penguasa Quraisy dengan tawaran aqiedah dalam S. Quraisy 3: Falya'budu Rabba Ha-dza iBayti. Maka sembahlah Tuhan Pemilik Rumah in (bukan menyembah berhala yang mengotori Ka'bah).

***

Di zaman modern mi ada duajenis berhala, yaitu berhala tradisional dan berhala modern. Berhala tradisional adalah seperti yang disembah oleh orang Quraisy dahulu dan bangsa-bangsa penyembah patung berhala Iainnya. Adapun berhala modern adalah otak manusia. Penyembah berhala modern ini menyangka bahwa semua masalah dapat dipecahkan dengan otak manusia. Wahyu tidak penlu, mereka itu tidak percaya kepada wahyu, atau sekurang-kurangnya walau pun percaya akan wahyu, namun melecehkan wahyu. Agama adalah urusan akhirat semata. Urusan dunia seluruhnya adalah daerah kerajaan akal. Ini yang disebut sekuler. Jadi pada hakikatnya sikap sekuler ini adalah identik dengan menyembah berhala modern.

***

S.Quraisy ditutup dengan ayat: Alladziy Ath.amahum Min Juw'in wa A-manahum Khawfin. Yaitu (Allah, bukan berhala berhala itu). Yang memberi makan sehingga terbebas dari kelaparan dan memberi rasa tenteram dari segala macam kekhawatiran. Maka sadarlah kita bahwa Yang membebaskan kita dari kelaparan bukanlah berhala tradisional dan bukan pula berhala modern yang berupa otak itu. Sebab bagaimanapun cemerlangnya para pakar yang menggunakan metode mutasi paksa dengan penyinaran untuk mendapatkan bibit unggul, kalau kemarau panjang, sawah akan kering, padi-padian mati kekeringan. Sebaliknya jika musim hujan panjang sekali, bagaimanapun hebatnya konstruksi bendungan karya pakar teknik sipil, tidak akan membawa hasil. Bendungan akan bobol padi-padian akan mati lemas tergenang air, karena banjir, banjir, banjir. WaLla-hu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 9 Januari 1994