3 Agustus 2008

839. Dari Al-Masjid Al-Haram ke Al-Masjid Al-Aqsha via Bayt Al-Maqdis

Saya mulai dengan mengutip tulisan Prof (emeritus) H.Halide yang berjudul: "Mengapa ke Masjid Aqsha?" pada Harian FAJAR edisi Rabu, 23 Juli 2008, yaitu bagian permulaan dan menjelang akhir tulisan tsb:
"Niat saya mengunjungi Masjid Aqsha telah bersemi 40 tahun yang lalu (sejak tahun 1968). Islam Study Club di Perpustakaan Makassar Jl Kajaolaliddo (dulu) sering membahas topik-topik kontemporer. Anggota intinya adalam A.Rahman Rahim, M.Nur Abdurrahman dan penulis sendiri. Yang sering ikut diskusi adalah Muhammad Ahmad dan Quraisy Shihab. Ketika membahas Isra dan Mikraj, kami berkonsultasi pada Dr S.Majidi (alm) di Jl Veteran. Ternyata beliau memiliki tafsir tersendiri. ............. Tahun 70 M bangunan (Kuil Sulaiman) diratakan dengan tanah oleh Kaisar Titus. Tanggal 27 Rajab tahun ke-11 sesudah kenabian (kira-kira 621 Masehi) terjadi peristiwa Isra. Tahun 705 M al Walid bin Abdul Malik Marwan menyelesaikan Kubbatussakhrah (The Dome of Rock) yang dirancang oleh Khalifah Umar. Kubbatussakhrah ini merupakan kubah yang terindah di seluruh dunia. Di belakang Kubbatussahrah ini berdiri bangunan bernama Masjid Aqsha. Kesimpulan saya adalah bahwa ketika peristiwa Isra kedua bangunan ini belum ada." Sekian kutipan tsb.

Allahu Yarham DR S.Majidi adalah guru kami bertiga: Prof. (emeritus) H.Abd Rahman Rahim, Prof (emeritus) H.Halide (keduanya mantan Atase Kebudayaan di Kerajaan Saudi Arabia) dan saya sendiri. Proses peralihan ilmu dari beliau kepada kami bertiga yaitu secara mujadalah, bertukar pikiran. Beliau hanya menyerahkan kepada para muridnya untuk menuliskan/mempublikasikan pandangannya, yang tentu saja pandangan yang disetujui oleh masing-masing para muridnya saja.

***

Saya berjanji di dalam hati akan menuliskan apa yang telah saya kemukakan di dalam talkshow di TVRI Makassar pada Rabu malam (malam Kamis) 30 Juni 2008 dalam rangka memperingati Isra-Mi'raj Nabi Muhammad SAW. Nara sumber dalam talkshow tsb ada tiga orang, yaitu DR H.Mustamin Arsyad, Prof (emiritus) H.Halide dan saya sendiri, sedangkan yang menjadi fasilitator ialah Drs H.Muhammadiyah Yunus.

Dalam Hadits disebutkan Nabi SAW menunggang sejenis "binatang" sambil dituntun oleh malaikat Jibril AS. Secara tekstual kejadiannya memang demikian itu. Komposisi ini mengandung takwil hubungan antara wahyu-akal-naluri, yaitu wahyu menuntun akal, akal mengendalikan naluri kebinatangan (makan, minum, sex). Naluri itu tidak boleh dipupus, karena itu penting untuk mempertahankan hidup dan melanjutkan keturunan manusia. Di samping takwil, juga merupakan isyarat dari Allah SWT bahwa itu akan diproyeksikan dalam kenyataan sejarah, satu tahun sembilan bulan kemudian setelah Isra, yaitu peristiwa hijrah: Rasulullah SAW menunggang unta dituntun oleh Abu Bakar Ashshidiq RA.

Al-Masjid al-Aqsha dalam ayat (17:1) bukan di Palestina.
-- SBhN ALDzY ASRY B'ABDH LYLA MN ALMSJD ALhRAM ALY ALMSJD ALAQShA ALDzY BRKNA hWLH LNRYH MN aAYTNA ANH HW ALSMY'A ALBShYR (S. BNY ASRAaYL 17:1), dibaca:
-- subha-nal ladzi- asra- bi'abdih- lailam minal masjidil hara-mi ilal masjidil aqsha- alladzi- ba-rakna- haulahu- linuriyahu- min aya-ya-tina- innahu- huwas sami-'ul bashi-ru, artinya:
-- Mahasuci Yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari al-Masjid al-Haram ke al-Masjid al-Aqsha yang telah Kami berkati sekelilingnya, untuk memperlihatkan sebahagian dari tanda-tanda Kebesaran Kami, sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat.

Kalimah Subhana pada permulaan ayat menunjukkan bahwa peristiwa Isra adalah proses yang mentakjubkan, bukan proses 'alamiyah yang normal. Jika pengertian Isra dipersempit menjadi sekadar perjalanan di atas bumi, maka tanda-tanda apa yang mentakjubkan yang disaksikan RasuluLlah SAW. Dalam sekadar jarak-tempuh antara Makkah dan Darussalam saja, tidaklah RasuluLlah SAW akan menyaksikan Ayat al Kubra, yaitu tanda-tanda Kebesaran yang mentakjubkan.

-- GhLBT ALRWM * FY ADNY ALARDh (S. ALRWM, 30:2-3), dibaca:
-- ghulbatir ru-m * fi- adnal ardhi, artinya:
-- telah dikalahkan bangsa Rumawi * di negeri yang terdekat

Ayat (30: 2-3) tersebut menunjuk pada kejadian sejarah, yaitu Hiraqla (575? - 641)M., Kaisar Rum (610 - 641)M. dikalahkan pasukannya di Chalcedon oleh pasukan Khosrau Parvez, Raja Sassan/Parsi (590 - 628)M. Chalcedon itu terletak di mulut Asia Kecil hanya dipisahkan oleh selat Bosporus dari ibu kota Kerajaan Rum, Konstantinopel. Jadi kalau kita ada di Makkah, maka Chalcedon lebih jauh letaknya dari Bayt al-Maqdis. Mengapa bagi Chalcedon yang lebih jauh dikatakan adna, terdekat, sedangkan Palestina yang lebih dekat dikatakan aqsha, terjauh? Itu artinya al-Masjid al-Aqsha dalam ayat (17:1) tidak di Palestina.

Di dalam matan Hadits mengenai Isra tidak dipakai istilah al-Masjid al-Aqsha untuk yang di Palestina melainkan Bayt al-Maqdis. Yaitu luas tanah yang sekarang dalam tembok berbentuk trapezium. Tembok utara berkururan 310 meter sejajar dengan tembok selatan 280 meter, tembok barat 480 meter di mana ada bagian yang disebut tembok Buraq tempat Nabi SAW menambatkan Buraq dan tembok timur 460 meter. Jadi Rasulullah diperjalankan malam oleh Allah dari al-Masjid al-Haram ke Bayt al-Maqdis tempat transit di atas permukaan bumi sehingga mempergunakan "mekanisme" transportasi, yaitu Buraq. Lalu dari tempat transit itu RasuluLlah keluar dari alam syahadah, yang bukan perjalanan angkasa luar, melainkan langsung menembus masuk alam ghaib, langit pertama s/d langit ketujuh, alam malakut, fawka malakut, fawka fawka malakut, dan Sidratul Muntaha, "tempat" sujud yang terjauh, Al-Masjid Al-Aqsha. Bayt Al-Mqadis yang juga disebut Haram Al-Syariyf(*) adalah "proyeksi" al-Masjid al-Aqsha di alam ghaib ke alam syahadah. Alhasil, bahwa sesungguhnya Mi'raj adalah bagian dari Isra: Dari Al-Masjid Al-Haram ke Al-Masjid Al-Aqsha via Bayt Al-Maqdis. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 3 Agustus 2008


------------------------------
(*)
Di kompleks yang disebut Bayt Al-Mqadis yang juga disebut Haram Al-Syariyf ini, terdapat beberapa bangunan, di antaranya Mesjid Al Aqsha dan Qubbat as-Sakhrah atau yang oleh orang Barat disebut Dome of the Rock atau Kubah Batu. Usaha membangun kembali kompleks itu baru ada setelah Yerusalem pada tahun 640 dibawah Khilafah pemerintahan Khalifah 'Umar ibn Khattab. Khalifah Abdul Malik bin Marwan mendirikan Qubbat as-Sakhrah. Bangunan indah berkubah emas tsb tidaklah difungsikan sebagai masjid, melainkan sebagai mashad, tempat suci untuk dilayati. Setahun sesudah itu, putra Abdul Malik, yaitu Al Walid mendirikan bangunan Mesjid Al Aqsha pada sudut tembok barat dgn tembok selatan. Dinding tembok disekeliling kompleks ini dipugar kembali, dan bagian luar dinding lama di sebelah barat diizinkan didatangi pemeluk Yahudi untuk berdoa pada hari-hari tertentu. Tempat ini kemudian disebut Dinding Ratapan, karena pemeluk Yahudi sering meratap di sana menangisi kehancuran rumah suci mereka, Haikal Sulaiman yang dihancurkan Kaisar Romawi Titus pada tahun 70 M, seperti disebutkan dalam Al-Quran ayat (17:7):....dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam masjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. Dinding Ratapan oleh ummat Islam dinamakan Tembok Buraq, karena di sinilah Nabi Muhammad SAW menambatkan Buraq. Tinggi rata-rata kompleks Bayt Al-Maqdis di atas muka laut (sea level) sekitar 730 meter.