Hari Senin depan ummat Islam sedunia akan melaksanakan shalat 'Iyd Al-Qurbaan. Qurbaan berasal dari akar kata Qaf-Ra-Ba [QRB], dengan wazan (pola) fu'laan, artinya dekat. Diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan kurban ataupun korban, yang artinya sudah menyimpang dari arti dekat. Serapan dari bahasa Arab terkadang berubah makna, seperti misalnya lugat yang artinya bahasa, diserap menjadi logat dengan perubahan makna menjadi dialek. Jumlah yang artinya kalimat (sentence) diserap juga dengan bunyi jumlah dalam arti hasil pertambahan. Sedangkan kalimat yang berarti kata diserap juga dengan bunyi kalimat yang sudah berubah artinya menjadi susunan kata (sentence). Kembali pada kata Qurbaan yang diserap menjadi kurban atau korban dalam bahasa Indonesia tsb, maknanya sudah berubah menjadi victim, (bhs Inggris) dan persembahan (offering), ataupun persembahan yang sacral (sacrifice).
'Iyd Al-Qurbaan, maksudnya Hari Raya mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilaLla-h). Nabi Ibrahim AS mendekatkan diri kepada Allah dengan mematuhi perintah Allah akan menyembelih Ismail. Beliau dengan melaksanakan Qurbaan itu mendapat imbalan (reward) berwujud kelahiran Ishaq dari isterinya Sarah yang sudah lanjut umur Dari peristiwa ini dapat dipetik nilai, bahwa di dunia ini tidak ada yang gratis. Setiap pilihan yang diambil mengandung konsekwensi imbalan, pilihan yang benar mendapat imbalan yang baik, sedangkan pilihan yang salah mendapat imbalan yang buruk. Akal itu mempunyai kebebasan untuk memilih, menerima keimanan kepada Allah atau tidak menerimanya. Firman Allah:
-- FMN SYAa FLYWaMN WMN SYAa FLYKFR (S. ALKHF, 29), dibaca:
-- faman sya-a falyu'miw wamansya-a falyakfur (s. alkahf), artinya:
-- maka siapa yang mau berimanlah ia, dan siapa yang mau kafirlah ia (18:29).
Akan tetapi jika orang telah memilih menerima keimanan setelah mempertimbangkan dan tepekur merenungkan dengan akal jernih (rasio dan rasa), maka sebagai konsekwensi logis dari hasil pilihan keimanan itu, segala yang datang dari Allah dan RasulNya wajib diterima tanpa reserve.
***
Peradaban sekuler di dunia ini sekarang telah memilih sistem kapitalisme, yaitu yang terdiri atas:
- sektor real, yang didalamnya terdapat aspek produksi serta pemasaran barang dan jasa secara real,
- sektor non-real, yang di dalamnya terdapat aspek penerbitan dan jual beli surat-surat berharga yang beraneka ragam, seperti saham, obligasi, commercial paper, dsb.
***
RasuluLlah SAW bersabda: "Tidak halal jual-beli barang yang tidak seluruhnya dimiliki olehmu" (HR Abu Dawud)
Memperdagangkan saham bertentangan degan Hadits tsb. Individu yang pemilik saham dari sebuah perusahaan yang go public yang dibelinya di pasar modal, tidaklah memiliki petusahaan itu secara keseluruhan. Orang yang telah memilih menerima keimanan yang telah menerima tanpa reserve segala yang datang dari Allah dan RasulNya, tidak akan memperdagangkan saham. Kalau ia memerlukan uang, maka agar tidak melanggar Syari'at, ia harus menjual kmbali sahamnya kepada perusahaan bersangkutan.
Celakanya pula, uang kini sudah tidak lagi hanya merupakan alat tukar, tetapi telah menjadi barang haram, karena sudah diperjualbelikan dalam sektor non-real. Secara individual, sekurang-kurangnya agar tidak berdosa, kita dapat melawan dengan cara tidak berdagang saham dan tidak berdagang uang.
Alhasil tidak ada yang gratis, semua ada imbalannya. Pemilihan sistem kapitalisme telah menuai krisis keuangan dalam sektor non-real, yang membawa bencana pada sektor real dalam skala global. Itulah harga dari pemilihan sistem kapitalisme. WaLlahu a'lamu bisshawab.
***
Makassar, 30 November 2008