30 Agustus 2009

889. Cuplikan Diskusi Sebagai Bahan Ihtisaban dalam Bulan Ramadhan

eramuslim.com :
Dalam diskusi yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Wisma Antara Kamis, 20/08/2009, mantan direktur BAKIN, AC Manulang, menegaskan bahwa tidak mungkin terorisme dilakukan atas ajaran agama Islam, semuanya merupakan bagian dari operasi intelijen. "Islam tidak mengajarkan terorisme. Karena Islam merupakan agama yang mengajarkan perdamaian. Terorisme adalah bagian dari kegiatan intelijen," ujar doktor sosiologi dari universitas di Jerman ini. Menurut Manulang, setelah perang dingin antara kapitalisme dan komunisme usai, Amerika sebagai pionir dari kapitalisme mencari musuh baru, yaitu Islam. Inilah yang sedang terjadi saat ini. Kenapa harus di Indonesia?

Manulang menambahkan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang 230 juta dan mayoritas Islam merupakan potensi dan sekaligus bahaya besar untuk kapitalisme. Karena itulah, mereka melemahkan semua potensi yang akan menghambat kapitalisme. AC Manulang juga mengungkapkan bahwa saat ini pihak intelejen tidak punya data soal Nurdin M Top. "Saat ini, sepengetahuan saya, pihak intelijen tidak tahu banyak soal Nurdin M Top," jelas Manulang.

***
Jose Rizal Jurnalis dari presidium Mer-C yang juga sebagai pembicara di acara diskusi tersebut menambahkan, "Terlalu aneh kalau seorang Air dan Eko yang menurut saksi mata masih shalat Jumat di Solo bisa dikatakan tertembak pada Sabtu jam 2 pagi di Jatiasih, Bekasi."
Menurut Jose, bagaimana mungkin dua orang yang mengangkut bom ratusan kilogram bisa secepat itu tiba di Bekasi, dan langsung tertembak di lokasi. Jose juga menganggap aneh peristiwa penyerbuan 600 polisi di Temanggung. "Umumnya penyerangan terhadap suatu tempat persembunyian biasanya dengan gas air mata. Dan semua orang pasti tidak akan tahan dengan cara ini," ujar dokter yang akrab dengan suasana konflik. Tapi anehnya, masih menurut Jose, Ibrahim tidak pernah keluar rumah yang diserbu tersebut. Bahkan, darah yang mestinya berceceran di lokasi tidak ada. Tidak tertutup kemungkinan, Ibrahim memang sudah tidak lagi hidup ketika penyerbuan berlangsung.

Jose kembali mengkritisi pasca peledakan Mariot-Ritz Carlton, "Kenapa polisi tidak mengecek lebih lanjut siapa ratusan orang asing yang menginap di dua hotel tersebut. Tapi, langsung mengarahkan semua tuduhan itu kelompok yang disebut sebagai Nurdin M Top."

Lalu, siapa dalang di balik teror di Indonesia? Jose mensinyalir bahwa kelompok multinasional korporat atau pebisnis multinasional di belakang gembar-gembor terorisme. Jose berargumen bahwa hanya merekalah yang tahu adanya rapat pebisnis besar di Mariot saat peristiwa bom terjadi. Selain itu, masih menurut Jose, pasca naiknya Obama menggantikan Bush, isu terorisme akan disudahi oleh Obama. Tapi, kelompok multinasional yang memang selama ini membiayai sarana militer Amerika dan negara-negara besar lainnya, tetap menginginkan kondisi konflik karena itu memudahkan bisnis mereka.

***
Ismail Yusanto, sebagai juru bicara HTI yang juga sebagai pembicara di acara ersebut menegaskan bahwa Islam tidak mengajarkan cara-cara terorisme seperti itu dalam jihad. Bahkan Ismail membeberkan sejumlah fakta bahwa ada ketidakcocokan antara motivasi teror dengan aksi terorisme. "Kita sudah paham bahwa motivasi yang disampaikan aparat lewat media adalah perang melawan Amerika, tapi kenapa aksinya tidak tertuju pada aset Amerika?" ujar Ismail.

Menurutnya, hingga saat ini, dari sekian banyak peristiwa terorisme di Indonesia, tidak satu pun warga AS yang menjadi korban. Bahkan, kantor Dubes AS di Jakarta tidak tersentuh bom sama sekali.

***
Dalam diskusi yang diselenggarakan Forum Kajian Sosial Kemasyarakatan di Jakarta 26 August 2009 anggota Komnas HAM, Dr. Saharuddin Daming menyatakan bahwa polisi dalam enangani kasus terorisme sudah melakukan pelanggaran HAM berat. "Kasus-kasus terorisme yang terjadi mulai dari Jatiasih, Temanggung, dan penangkapan terhadap dai Jamaah Tabligh yang dilakukan polisi, sudah tergolong pelanggaran HAM berat. Terlebih lagi soal stigma negatif terhadap orang berjubah, jenggot, dan dakwah," ujar anggota komnas HAM ini tegas. Ia menambahkan, phobia pasca suatu peristiwa yang tidak mengenakkan seperti peledakan bom bisa dianggap wajar. Tapi, jika phobia direkayasa sehingga orang banyak menjadi ikut phobia, ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Khusus kasus penembakan polisi terhadap dugaan pelaku teror di Jatiasih dan Temanggung, masih menurut Dr Daming, sudah tergolong ekstra yudisial killing yang bisa dikategorikan pelanggaran HAM berat.

***

Demikianlah di atas telah dipaparkan ilustrasi berupa hasil diskusi bagi kita semua samada sebagai pribadi ataupun sebagai kelompok dalam sebuah lembaga, sebagai bahan untuk ihtisaban (introspekasi) dalam memurnikan pemikiran kita, sehingga terbebas dari segala phobia.

MN QAM RAMDhANA AYMANA WA AhTSABA GhFRLH MA TQDM MN DzNBH (H. R. BKhRY), dibaca:
Mangqa-ma ramadha-na i-ma-nan wahtisa-ban ghufira lahu ma taqaddama min dznbihi (R.W. Bukhari), artinya:
Sesiapa yang menegakkan Ramadhan atas dasar iman dan menghisab diri (introspekasi) diampuni dosanya yang telah silam.

WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 30 Agustus 2009