22 November 2009

898. Lima Rekomendasi Tim Delapan

Karena ruangan terbatas, maka tidak dituliskan dengan lengkap kelima rekomendasi tsb. Secara ringkas:
-- Dua rekomendasi yang pertama menunjukkan hubungan langsung dengan kasus KPK – Polri, yaitu terkait perkara Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah serta penanganannya oleh Polri dan Kejagung, yaitu: jika masih di tangan kepolisian dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan jika sudah dilimpahkan ke kejaksaan dihentikan dengan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKPP), atau demi kepentingan umum Jaksa Agung mendeponir perkara tsb. Selanjutnya terkait dengan problematika institusional dan personel lembaga-lembaga penegak hukum, yaitu menjatuhkan sanksi kepada pejabat yang bertanggung jawab dalam proses hukum yang dipaksakan, melakukan reformasi institusional pada tubuh lembaga kepolisian dan kejaksaan, reformasi institusional dan reposisi personel pada tubuh kepolisian, kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
-- Tiga rekomendasi selebihnya menyangkut soal pembersihan mafia peradilan atau makelar kasus (Markus) serta penuntasan kasus-kasus lain yang terkait, seperti kasus korupsi PT Masaro, proses hukum terhadap Susno Duadji dan Lucas terkait dana Budi Sampoerna di Bank Century serta kasus pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT).

Terkait rekomendasi penghentian kasus Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah itu penting dalam konteks mengagalkan upaya penggebosan KPK. Penggembosan itu telah dimulai yaitu menjebak Antasari dengan umpan perempuan sehingga bisa diproses hingga pengadilan. Demikian pula kasus Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah diupayakan diproses sampai di pengadilan tanpa memperdulikan layak tidaknya fakta-fakta, lemahnya bukti-bukti materiil maupun formil seperti tersebut dalam rekomendasi Tim 8, juga dalam konteks upaya untuk penggebosan KPK. Seperti Antasari yang sekarang menjadi terdakwa dalam proses pengadilan, maka Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah juga keduanya jika kelak disidangkan dalam pengadilan, maka berubahlah juga status keduanya dari tersangka menjadi terdakwa. Dan menurut UU 30 Tahun 2002 tentang KPK, apabila ada piminan KPK sudah menjadi terdakwa, maka ybs dipecat. Jadi tidak perduli apakah Antasari kelak divonis bersalah ataupun bebas oleh hakim, Bibit dan Chandra kelak nanti divonis bebas karena lemahnya bukti-bukti materiil maupun formil, itu samuanya tidaklah penting, karena yang penting ketiganya cukuplah dijadikan terdakwa dalam rangka grand design penggembosan KPK.Tentu saja Mahkamah Konstitusi dapat saja menghapuskan berlaku surut ketentuan "pemecatan itu jika menjadi terdakwa" dalam UU tsb, sehingga jika Antasari divonis bebas oleh Hakim, dia bisa kembali lagi menjabat Ketua KPK kembali.

***
Sebaiknya saya kutip dari Seri 897 ybl: "Dalam Negara Islam Madinah, RasuluLlah SAW membentuk Lembaga Mazhalim, yang mengawasi praktek kezhaliman pejabat. Di kemudian hari dalam Khilafah (Daulah Islamiyah yang dikepalai oleh khalifah) oleh Khalifah 'Umar ibn Khattab, Lembaga Mazhalim ini diperkembang menjadi Mahkamah Mazhalim yang berhak mengadili dan memecat penguasa / aparat. Mahkamah Mazhalim dalam hal korupsi yang dilakukan oleh aparat dipakai prinsip: "Anna- laka hadza", (dari mana engkau mendapatkan ini). Khalifah yang kedua ini (634-644) mendapat inspirasi dari pertanyaan Nabi Zakaria AS kepada Maryam binti 'Imran:
-- YMRYM ANY LK HDzA (S.AL'AMRAN, 3:37), dibaca:
-- ya- maryamu anna- laki ha-dza-, artinya:
-- Hai Maryam dari mana engkau mendapatkan ini?
Sejak itu anna- laka ha-dza- menjadi jurisprudensi dalam Hukum Islam."

Jika di Republik Indonesia ini telah ada Mahkamah Mazhalim, maka tidaklah perlu ada semacam Tim 8, karena apa yang telah dikerjakan oleh Tim 8 itu adalah termasuk sebagian dari "pekerjaan" Mahkamah Mazhalim. Bahkan Mahkamah ini dapat mengusut apakah grand design penggembosan KPK tsb ada atau tidak ada benang merahnya dengan skenario "serangan balik" para para koruptor, karena ada indikasinya, yaitu kegiatan di belakang layar si Markus Anggodo menyusun BAP. WaLlahu a'lamu bishawab.

*** Makassar, 22 November 2009