20 Desember 2009

902. Perdamaian yang Tidak Berkeadilan

Khutbah kedua dalam khutbah Jum'at biasanya ditutup dengan Firman Allah:
-- AN ALLH YAMR BAL'ADL WALAhSN (S. ALNhL, 16:90), dibaca:
-- innaLla-ha ya'muru bil 'adli wal ihsa-n, artinya:
-- Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan

Secara normatif disebutkan di Negara Indonesia ini dianut supremasi hukum. Akan tetapi secara praxis(*) di lapangan sungguh menyedihkan tentang carut-marutnya hukum, yaitu ketidak samaan hukum antara pejabat tinggi + pemilik modal vs rakyat biasa.
--------------------------------------------------
(*)
Praxis is the process by which a theory, lesson, or skill is enacted or practiced. It is a practical and applied knowledge to one's actions. It has meaning in political, educational, and spiritual realms, theoretical, to which the end goal was truth; practical, to which the end goal was production; and praxis, to which the end goal was action
-------------------------------------------------

Persepsi masyarakat yang buruk mengenai penegakan hukum, menggiring masyarakat pada pola kehidupan sosial yang tidak mempercayai pengadilan untuk mendapatkan keadilan. Dalam kasus Prita Mulyasari harga hukum sama dengan koin recehan. Dalam kasus prita ini yang telah di vonis bersalah dan dikenakan sanksi hukum membayar RP 204 juta, dapat kita lihat betapa ketidak adilah hukum telah terjadi dalam pengadilan. Jaksa begitu gagahnya menuntut dan hakim begitu gegap gempitanya mengetukkan palu godam menjatuhkan vonis. Dan pada pihak lain dapat kita lihat betapa antusiasnya masyarakat untuk membantu dengan mengumpulkan koin recehan.

Syahdan, Rumah Sakit Omni International (RS OI) resmi mencabut gugatan perdata kepada Prita Mulyasari. Pencabutan gugatan dilakukan oleh kuasa hukum RS Omni Risma Situmorang dan Manager Legal RS Omni Lalu Hadi. Keduanya mendatangi PN Tangerang sekitar pukul 10.45 WIB, Senin, 14-12-2009. Mereka kemudian memasukkan pencabutan gugatan di Panitera Perdata PN Tangerang. "Kedatangan kami ke sini mau menyampaikan pencabutan gugatan perdata atas nama Prita Mulyasari. Tujuan pencabutan gugatan perdata karena RS OI beritikad baik ingin segera menyelesaikan perkara perdata. RS Omni juga berharap pihak Prita mencabut pengajuan kasasi terhadap RS Omni. Kami sudah beritikad baik tidak meminta eksekusi putusan. Nah kami berharap kubu Prita melakukan hal yang sama."

Perdamaian yang diusulkan oleh pihak RS OI secara jujur bukanlah atas dasr beritikad baik, dan itu adalah perdamaian yang tidak berkeadilan. Mengapa? Bagaimana dengan penderitaan Prita yang sudah di tahan 21 hari? Untuk itu marilah kita ikuti anekdot yang berikut:

Tersebutlah konon seorang Badui (bukan yang dari negeri Arab, melainkan yang dari Jawa Barat) dalam perjalanannya berjalan kaki kemalaman di sebuah dusun. Ia menumpang bermalam pada sebuah rumah di dusun itu. Yang empunya rumah menyodorkan bantal ke kepala tamunya itu. Orang Badui itu memindahkan bantal tersebut dari kepala ke kakinya. Pagi-pagi keesokan harinya pada waktu menyuguhkan sarapan pagi ala kadarnya, yang empunya rumah bertanya kepada tamunya itu.
- Sobat, apakah memang demikian adat kebiasaan di kampung tempat asalmu, kedua kaki yang berbantal, bukan kepala?
- Sebenarnya adat kebiasaan di kampung asal saya sama juga dengan adat kebiasaan orang di sini, kepala yang berbantal. Akan tetapi demi keadilan, karena kaki yang penat berjalan kaki sejauh itu, maka kakilah yang harus menikmati bantal. Kaki telah lebih banyak melaksanakan kewajibannya, sehingga kaki lebih berhak ketimbang kepala diberi berbantal, jawab orang Badui itu.

Apakah sesungguhnya yang disebut adil itu?! Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya dan mengeluarkan atau memindahkan sesuatu dari tempat yang bukan pada tempatnya. Orang Badui itu menempatkan bantal itu pada tempatnya yaitu di kaki dan memindahkan bantal itu dari kepala yang bukan pada tempatnya, berhubung karena kaki lebih banyak menjalankan kewajibannya. Dalam hal ini kriteria yang dipakai untuk berlaku adil adalah keseimbangan beban antara kewajiban dengan hak.

Tawaran perdamaian dari pihak RS OI adalah perdamaian yang mengabaikan keseimbangan beban, yaitu antara beban kerugian fisik dan mental dari pihak Prita vs kerugian "nama baik" RS OI. Menurut pengacara Prita, Slamet Yuwono kepada the Jakarta Globe:

"Prita is demanding Rp 113 million in material damages and Rp 1 trillion in nonmaterial damages.The suit would be filed against PT Sarana Meditama International, the parent company of Omni, and doctors Hengky Gosal and Grace Hilza Yarlen Nela The Rp 113 million demand is meant to compensate for the bad treatment Prita endured at the hospital and the Rp 1 trillion is to seek compensation for her 21 days in detention [at Banten women's prison], which caused irreparable damage to her life" Secara singkat maksudnya: Prita akan menuntut Rp 113 juta untuk kerugian material berupa konpensasi pelayanan buruk selama di RS OI dan Rp 1 triliun untuk kerugian non-material, yaitu sebagai konpensasi 21 hari dalam tahanan di penjara di Banten yang menyebabkan kesengsaraan yang diderita Prita. Gugatan diajukan kepada PT Sarana Meditama International induk perusahaan Omni dan para tabib Hengky Gosal and Grace Hilza Yarlen Nela.

Alhasil, barulah terjadi perdamaian yang berkeadilan jika dari pihak Prita menuntut balik RS OI secara perdata. WaLlahu a'lamu bisshawab.

*** Makassar, 20 Desember 2009